"Rezel ayo bangun, kamu bisa telat masuk asrama hari ini,"
Yanda yang sekarang sudah duduk disisi ranjang tepat disamping Rezel sambil mengusap kepalanya lembut. Rezel tetap saja tak mau bangun. Dia itu kalau sedang tidur dalam keadaan yang capek pasti susah dibangunkan.
Kemarin hari terakhir liburan, mereka pergi ke kota kelahirannya untuk mengunjungi nenek. Entahlah mengapa nenek Rezel memaksa agar mereka mengunjunginya. Mereka baru sampai di apartemen tengah malam. Dan sekarang Rezel susah di bangunkan.
"Hei, ayo cept bagun rezel! Kau harus masuk asrama hari ini dan sekolah juga!" Ucap Yanda yang kini melayangkan tepukan kecil di pipi Rezel.
Rezel tak menanggapi ucapan Yanda tapi tidurnya telah terganggu. Rezel menarik tangan Yanda yang sebenarnya ada di pipinya kebelakang punggungnya. Itu membuat wajah Yanda otomatis mendekat. Sesaat setelah Yanda menatap tajam ke mata Rezel yang masih tertutup, Rezel membuka matanya menatap ke mata Yanda penuh goda. Sebelumnya Yanda mengagumi mata Rezel saat terpejam apa lagi jika dilihat dari dekat. Tapi tidak jadi begitu mulutnya berkata sembari membuka mata.
"Puas mengagumi karya tuhan didepan mu ini." Goda Rezel mulai membuka matanya dan menyuguhkan senyum seribu voltnya yang sudah lama tidak dikeluarkannya.
"A-Apa?" Ucap Yanda spontan. Yanda menarik dirinya dari Rezel.
Rezel mengikuti Yanda bangkit dari tidurnya. Rezel juga menahan tangan Yanda yang hendak beranjak keluar. Menyentuh pipinya membawanya mendekat ke wajah Rezel. Sepersekian senti didepan wajah Yanda, Rezel mengatakan 'morning kiss' tanpa suara. Sementara Yanda menerjemahkan perkataan Rezel, dan saat dia tau dia hendak menghindar. Rezel sudah mencium bibir Yanda lembut. Tidak melumatnya seperti biasa, hanya menempelkan bibirnya. Hanya saja lebih lama.
"Kemarin dirumah nenek gak bisa kaya gini. Di satpamin mulu sama kak Arfan." Ucap Rezel setelah melepas ciumannya.
Kemarin Arfan dan Sheila juga dipaksa untuk datang. Hanya saja mereka pulang ketempat yang berbeda. Arfan ikut dengan rombongan mereka untuk pulang ke apartemen Rezel. Sedangkan Sheila pergi ke luar negeri karna ada pekerjaan. Rezel memeluk Yanda membenamkan kepalanya diantara leher dan pundaknya. Menghirup aroma parfum Yanda yang sudah mengenakan seragam sekolah mereka.
"Ehem.. Cie.. pagi-pagi uda mesra-mesraan. Yang sendiri ngiri tau." Ucap Arfan yang melihat kelakuan manja adiknya pada adik iparnya. Arfan sedari tadi sudah berada di ambang pintu, menatap tingkah Rezel sejak Rezel mulai membuka mata hingga memeluk Yanda.
"Kak, harusnya kau mengetuk dulu bukan?" Kata Rezel saat mendongakkan kepalanya menatap Arfan. Tapi dia tak melepaskan pelukannya, itu membuat Yanda membelakangi Arfan.
Tok.. tok.. tok..
"Telat-_-" Rezel mendengus.
"Hei, kau tak boleh menyalahkan aku. Pintunya terbuka, jadi apa salah ku jika melihat kalian." Mendengar apa yang kakaknya katakan Arfan, Rezel hanya mengerucutkan bibirnya.
"Hei, siapa juga yang sebelumya menolak keras perjodohan ini? Tapi sekarang lihat? Sejak dirumah nenek pandangan dan pikiran mu tak bisa lepas dari adik ipar." Ejek Arfan.
"Kak!" Bentak Rezel melepas pelukannya.
"Aku akan pergi untuk bisnis jam 10 nanti, karena kalian sudah berada di asrama jadi aku pamitan sekarang." Ucap Arfan yang sukses membuat Rezel tercengang hingga kaget mendengarnya.
"Teruskan mesranya aku harus ke kantor pusat sekarang. Jangan terlalu lama, kalian harus memasuki asrama." Ucap Arfan sembari menutup pintu. Sedangkan Rezel hanya menatap Yanda yang sedang memproses ucapan kakan iparnya.
Cup...
"Jangan melamun, tunggu aku di ruang makan.." Kata Rezel bangkit menuju kamar mandi setelah mengecup bibir Yanda.
#
Usai memasuki asrama dengan waktu akhir memasuki asrama yang kurang lima menit di tutup, Rezel pergi menuju menara jam yang ada di tengah sekolah. Pikirnya saat itu ingin segera memenuhi janjinya untuk satu ruangan dengan Yanda. Juga untuk menemui Yanda sih. Rezel langsung memencet tombol lift untuk menuju ke ruangan Gin. Lagipula beberapa menit sebelumnya Rezel sudah menghubungi Gin dan menyuruhnya memastikan jika tak ada Yanda di ruangannya. Surprise.
"GIN yah sepertinya ini ruangannya."
Dia melihat papan nama berwarna silver dengan pinggiran emas bertuliskan nama GIN menunjukan ruangan yang dia cari. Rezel mengetuk pintu tiga kali sebelum membukanya. Dia melihat Gin sedang duduk bersama seorang gadis yang sepertinya tak menghiraukannya. Rezel seperti bertanya tanpa suara saat Gin menatapnya, "Yanda?" Yang di jawab gelengan kepala dari Gin.
"Masuk Tirtan, gue udah nunggu lo." Kata Gin yang membuat gadis di depannya menoleh. Oh syukur lah dia bukan Yanda.
"Em,"
"Gue udah menyuruh istri lo buat mencari buku-buku kuno di perpustakaan yang bahkan penunggu perpustakaan gak tau dimana buku itu. Setidaknya dia gak akan kembali hingga satu jam mendatang." Jelas Gin duduk di sofa khusus tamu yang ada di ruangannya itu di ikuti Rezel yang duduk di hadapannya.
"Apa Yanda yang memberitahukan itu?"
"Apa? Tentang kalian sudah menikah?"
"Iya,"
"Iya, pagi-pagi tadi dia sudah berada di sini dan mengatakan lo bersedia menjadi patner gue seperti mereka. Ya, gue tau bagaimana keras kepalanya lo saat menolak tawaran dulu. Itu tentu membuat gue bertanya bagaimana bisa? Dan jawabannya adalah surat official kalian yang dibuat Yanda lalu diberikan ke gue untuk dihidden."
"Oh, begitu ya, jadi itu sudah di urus olehnya. Kalau begitu, mari cepat selesaikan ini." Ujur Rezel.
"Lo hanya perlu mengisi beberapa data serta mempelajari sedikit. Tapi lo bisa belajar itu dari Yanda, ini akan mempersingkat waktu. Oh ya, selain Yanda, ada Jun, Kun, Dan Haku yang ada di ruangan yang sama dengan Yanda dan lo juga tentunya."
"Oh ya?"
"Iya, mereka bertiga di hidden. Ini isi dulu, besok lo bisa menempati tempat di ruangan di bawah ruangan ini. Akan gue atur agar meja kalian berdekatan."
"Thanks,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Paradise
Teen FictionSedang dalam tahap revisi, insyaallah secepatnya di update. Terimakasih🙏