3

714 16 4
                                    

Jalanan kota saat ini dalam keadaan lengah. Entahlah kenapa tapi dimata Rezel jalanan yang sebenarnya terbilang cukup padat ini, dianggapnya sepi. Memacu laju mobilnya di jalanan yang padat dengan kecepatan diatas rata-rata adalah hal yang biasa bagi Rezel. Dia sedang dalam keadaan 'kosong' untuk saat ini. Bagaimana tidak, pukulan yang kakak dan orangtuanya buat membuat dirinya tak percaya. Dia tak habis pikir dengan mereka.

Mereka pikir pernikahan adalah hal yang muda? Tidak. Dia masih muda. Dia ingin bebas bersenang-senang. Dia ingin menghabiskan waktu dengan banyak gadis sampai akhirnya menghabiskan sisa hidup bersama gadis yang dia inginkan. Bukan di jodohkan seperti ini.

Dia sampai di sebuah cafe milik pamannya tepat jam enam malam. Sebenarnya ini terbilang masih sore, tapi entahlah dia hanya ingin melarikan diri, bersantai sejenak di balkon lantai dua cafe itu. Namun, saat dia menuju balkon di bagian kanan yang biasanya sepi dia tau bahwa dia terlambat, ada seseorang yang mendahului dirinya. Seorang gadis. Lebih tepatnya teman barunya yang tadi pagi dia antar. Gadis itu sedang menangis di seberang sana.

Tanpa pikir panjang yang membuat gadis itu terganggu akan keberadaannya. Dan tanpa sepengetahuan gadis itu Rezel duduk di bagian lain dari balkon tepatnya seberang gadis itu. Ia mengamati gadis itu dari belakang. Rezel mengeluarkan kamera miliknya. Kamera itu memang selalu ada di tasnya, tapi tak pernah ia gunakan. Jangankan digunakan, dia bahkan tak pernah mengeluarkannya dari tas. Di tasnya ada kamera hanya lah dia yang tau, lagi pula tasnya kan selalu ada di loker sekolah, juga dia tak pernah membawanya kemanapun. Dia menyalakan kamera, mulai membidik fokus kameranya pada gadis itu.

Krek...

Bunyi kamera itu pelan, bunyi itu sekalipun tak akan membuat gadis itu menyadari bahwa Rezel mengabadikan gambarnya. Razel menyuguhkan senyum satu juta dolarnya melihat hasil potret itu. Gambar yang benar-benar indah. Obyeknya pun indah. Sadar atau tidak Rezel menyukai gadis ini secara perlahan tapi pasti, hanya saja dirinya menolak. Gadis ini sangat cantik dia seperti boneka hidup siapa juga yang tidak menyukai gadis sepertinya.

"Apa yang kamu lakukan disini, Tirtan." Tanpa Rezel sadari gadis yang sebelumnya menjadi obyek potret itu telah berbalik badan menatap Rezel.

"Aku? Aku cuman pengen sendiri aja, kamu?" Jawab Rezel singkat lalu bertanya lagi.

"Aku juga," Ucap gadis itu membuang nafas asal. Rezel berjalan mendekat.

"Benarka? Lalu, kenapa kamu menangis?" Tanya Rezel yang saat duduk di dekat gadis itu.

"Apaan sih, aku gak nangis kok." Gadis itu tergagap. Dia tak tau bahwa sedari tadi Rezel ada di dekatnya, bahkan Rezel tau dia menangis.

"Bohong, kalo gak nangis itu apa coba?" Tegas Rezel menunjuk sisi airmata gadis itu.

"Enggak kok, aku gak nangis, serius." Elak gadis itu.

"Wah padahal uda jelas, masih aja bohong."

Padahal masih ada barang bukti sisa air mata di pipinya namun dia bilang dia tak menangis. Sesuatu sekali gadis ini.

"Terserah." Rezel memandang punggung gadis itu yang berlalu. Dia meninggalkan Rezel setelah air matanya di hapus oleh Rezel. Dia ketahuan berbohong.

#

"Apa kau gila? Gak mau! Aku udah besar kak. Aku bisa mengurus diriku sendiri. Gak usah di jodoh jodohkan kayak gini."

ParadiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang