Bangkit

28 9 3
                                    

Happy reading...

...

Waktu terus berputar, bunga-bunga terus bermekaran, dan bulan masih setia menunggu tugas dari sang mentari. Tapi aku, masih saja tak tahu cara melupakan. Namun yang jelas, selain dia yang pergi, ada hati yang rapuh terkikis rindu.


Tidak seperti hari-hari sebelumnya yang diisi dengan tangis, dan tempat-tempat tertentu yang membuatku melankolis, hari ini aku sudah mulai tabah dan memikirkan hidup.

Kemarin aku memutuskan untuk mengundurkan diri dari tempatku bekerja, dimana Rendi yang menjadi atasanku. Alasanku klise, hanya tak ingin mengingat semua yang berkaitan dengan dia.

Tapi sebelum itu terjadi, aku coba menghubungi Lusi terlebih dulu untuk menanyakan tentang pekerjaan yang sempat dia tawarkan dulu. Aku tak mau tergesa-gesa apalagi gegabah dalam mengambil keputusan. Aku juga harus memikirkan nasibku juga, kan. Setidaknya aku harus mendapat kepastian dapat pengganti pekerjaanku yang sekarang sebelum aku mengundurkan diri.

Tapi lagi-lagi semua tak selancar dugaan. Lusi yang kububungi justru menyela pembicaraanku, aku yang berniat bertanya akhirnya mengurungkan niat dan memilih untuk mendengarkan keluh kesahnya.

Lusi bilang, dirinya sedang butuh pekerjaan dan mengaku sangat beruntung karena aku menghubunginya lebih dulu. Aku yang ingin minta tolong justru dimintai tolong. Lalu bagaimana?

Dia dipecat dari tempatnya bekerja karena sempat melawan perintah atasannya yang otoriter. Lusi memang pemberani, jika ada yang tak sejalan dengannya, Lusi tak akan segan untuk menanyakannya meskipun terkadang pertanyaannya lebih ke mendesak.

Namun lain ceritanya jika dia menolak untuk dijadikan kekasih oleh atasannya yang sudah beristri, aku justru memujinya sekarang. Selain itu dirinyapun sangat tahu malu dengan meminta maaf karena merasa tak bisa menepati ucapannya sendiri. Yah mau bagaimana lagi, aku tak bisa egois dengam marah padanya. Lagipula sebelumnya aku tak memberitahukan kalau sudah punya pekerjaan.

Singkat cerita, akupun memintanya untuk menemuiku ditempat kerjaku di jam istirahat. Lusi setuju, dan aku memilih untuk tidak menceritakan niat awalku menghubunginya. Mungkin aku akan bertahan lebih lama disana.

"Terimakasih Yuna, aku sayang padamu." ucap Lusi disebrang sana dengan pekikannya yang nyaring.

"Nanti saja berterimakasihnya, jika sudah pasti kau dapat kerjaan." Setelah selesai mengatakan itu akupun menyuruhnya menutup sambungan lebih dulu.

Tiba-tiba aku teringat pada sosok atasanku yang bersahabat itu. Semenjak hari pertama aku masuk kerja setelah kepergiannya, aku tak lagi melihat Rendi ditoko. Bahkan aku belum sempat menceritakan bahwa sekarang amu sudah bebas.

Aku sempat bertanya pada pegawai yang lain, namun rata-rata jawabannya sama. Mereka tidak tahu kemana boss-nya itu pergi.

Menurut informasi yang kudengar Rendi punya saudara yang sedang sakit parah, karena apanya aku sendiri tak tahu dan tak punya hak bertanya lebih jauh. Mereka bilang, setiap hari-hari tertentu Rendi akan menjenguknya dan tak akan mengunjungi caffe untuk beberapa hari.

Ternyata sosoknya yang ramah dan bersahabat memang bukan topeng belaka, apalagi mendengar cerita bahwasannya dia sangat menyayangi saudaranya berhasil membuatku kagum.

Entah kenapa tiba-tiba aku ingin menghubungi Rendi dan menceritakan semuanya. Tapi kurasa sekarang bukan waktu yang tepat. Selain sudah siang, aku juga tak punya banyak waktu untuk berbincang.

Intuition of Love (to me youre real)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang