14. The Next

4.2K 582 72
                                    

Semua berlalu begitu saja, Hinata masih berperan dalam perusahaan dengan dibantu oleh Neji. Sementara suruhan Sasuke sibuk mencari bukti apapun yang berhubungan dengan penyebab kecelakaan Hiashi, Sasuke sendiri justru sibuk memikirkan perubahan sikap Hinata selama tiga hari belakangan. Mereka seolah memiliki celah kosong diantara hubungan mereka saat ini.

"Untuk apa semua ini?" Pertanyaan Neji sukses membuat Hinata melepas fokusnya dari laptop di hadapannya. Ia menautkan alisnya meminta penjelasan atas pertanyaan kakaknya itu. "Maksudku, kenapa kau bertindak seolah-olah aku harus begini, aku harus begitu. Ini, itu, semua mengenai perusahaan. Bisakah kau berhenti membuatku bingung dengan semua ini?"

Hinata menghela nafas sejenak. Ia menatap Neji yang berdiri di hadapannya dengan tenang. Selama tiga hari sejak rapat keputusannya mengenai pemimpin perusahaan selanjutnya, Hinata meminta Neji bekerja di ruangannya dan mengerjakan apapun yang biasa Hinata kerjakan. Terasa aneh memang bagi Neji, ia tidak mengerti apa yang Hinata inginkan. Hinata adalah bentuk kerumitan yang begitu sulit dipecahkan.

"Percayalah padaku. Selama beberapa hari saja, bertahanlah dengan semua ini. Setelah itu semua akan kembali seperti seharusnya." Hinata berusaha memancarkan keyakinan melalui tatapan matanya. "Aku janji."

Neji menghela nafas, ia tau seperti apa perasaan Hinata saat ini. Kehilangan orang yang disayangi dua kali dalam hidup bukanlah hal diinginkan setiap orang. Dan syukurlah Neji tau perannya sangat penting bagi Hinata meskipun ia telah berbuat kesalahan besar dengan meninggalkan Hinata.

"Aku tau, berat bagimu kehilangan Hiashi jii-san, tapi itu juga berat bagiku." Neji menurunkan suaranya selembut mungkin. Entah merasa iba atau benar-benar tulus, Hinata tak tau dan ia juga tak peduli. "Seharusnya saat ini kau sedang menyiapkan pernikahanmu dengan Sasuke kan?"

Hinata membuang tatapannya. Bukan hal yang biasa jika seorang Hinata menurunkan pandangannya seperti ini. "Pernikahanku tidak jauh lebih penting dari semua ini." ucap Hinata tak acuh.

"Ada apa? Kulihat belakangan ini kau tidak bertemu dengan Sasuke. Kalian bertengkar?"

Hinata kembali menatap manik mata serupa dengan miliknya itu. "Tidak, dia memberiku ruang." Hinata tersenyum tipis. "Sasuke tau kapan dia harus ada dan kapan dia harus menjauh. Lagipula dia membantuku menyelesaikan tujuanku, bukan malah membuatku harus menjelaskan semua ini yang bagiku sangat membuang-buang waktu."

Neji mendelik tak suka mendengar sindiran halus yang sudah telak ditujukan padanya. "Kenapa bicaramu seperti itu?"

Hinata menghela nafas, berharap sesuatu yang membebaninya bisa ikut pergi bersama karbondioksida yang ia keluarkan meskipun itu mustahil. "Aku lelah, Neji. Aku lelah. Kau tidak tau hal apa saja yang kulalui saat kau tidak bersamaku."

"Yang terpenting sekarang aku sudah disini. Lagipula kalau kau lelah, berhentilah."

"Berhenti dari apa?"

"Semuanya, berhentilah bersikap seolah-olah kau bisa menyelesaikan semuanya. Seolah-olah kau adalah ratu dan semua orang harus bergerak dibawah kendalimu."

Hinata tersenyum sinis sambil memandang sekeliling. "Aku tidak percaya selama ini kau berfikir seperti itu tentangku."

"Aku harus pergi."

Tanpa babibu Neji melangkahkan keluar dari ruangan Hinata. Sudah cukup ia bersabar. Disatu sisi ia lelah dengan sikap Hinata, tapi disisi lain ia ingin membantu Hinata untuk mencapai entah hal gila apapun yang kini menjadi tujuan hidup Hinata. Neji bahkan seperti tidak mengenal sepupunya itu.

Blam.

Suara dentuman keras dari pintu sempat membuat Hinata menjingkat. Lagi, ia menarik nafas dalam-dalam, dan entah kenapa kali ini berat rasanya untuk menghembuskan nafas itu. Diambilnya ponsel pintar yang tergeletak di meja, menghubungi seseorang yang nomornya tersimpan disana. Setelah terdengar nada sambung, suara bariton seseorang memecah lamunan Hinata.

Not CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang