(Vakiya POV)
Aku dan pasukan Figtacorp yang lain menunggu kakakku keluar dari dalam rumah. Tampak anggota pasukan A telah kembali dari membereskan bangsa Moc yang tersisa di belakang kami.
"Apa benar namamu Valkiya?" tanya seorang anggota Figtacor wanita.
"Iya," jawabku singkat.
"Apa rumahmu seluas Akademi Guiltrania, sampai-sampai mereka menghabiskan waktu yang lama seperti ini?" Ia mengeluarkan kata yang entah kenapa terasa kesal.
"Entahlah, aku tidak tahu seberapa luas Akademi Guiltrania," kataku ala kadarnya, yang tampaknya membuat wanita itu makin kesal oleh cara menjawabku. Tapi jujur aku memang tidak tahu seberapa luas Akademi Guiltrania.
"Oh tentu saja, kamu yang berasal dari desa mana tahu Akademi Guiltrania. Asal kau tahu saja, Akademi itu memiliki luas yang sama dengan luas danau besar yang ada di samping desa ini. Kau yang berasal dari desa mana pernah melihat bangunan seluas itu," jawabnya sombong seperti ingin membalaskan dendam padaku. Tampak semua pandangan anggota Figtacor berpaling kearah kami. Walaupun benar aku tidak pernah ke kota, tetap saja aku kesal mendengar omongannya.
"Oh benarkah? Lalu apakah matamu melihat rumahku tampak seluas danau itu? Sepertinya matamu ada gangguan, bukankah sebaiknya kau segera pergi ke dokter mata?" jawabku yang sudah sangat kesal dengan wanita itu dan disambut sorak sorai dari seluruh anggota Figtacor yang lain.
Terlihat wajahnya merah padam. Ingin rasanya aku berkata "makan itu" kepadanya. Tapi tampaknya ia belum menyerah.
"Setidaknya aku masih bisa bertarung, dan tidak menjadi beban untuk Figtacor karena harus melindungi makhluk kecil sepertimu!" balasnya sombong. Entah sampai kapan dia akan keras kepala seperti ini, tapi tampaknya anggota Figtacor lain juga ingin mendengar balasanku. Aku tidak mungkin membiarkan mereka menunggu.
"Bukankah percuma kalau kau belajar di Akademi Guiltrania yang kau bangga-banggakan itu tapi kau sendiri tidak bisa bertarung? Kalau begitu bukankah lebih baik kau belajar di Sekolah Kecantikan saja? Ups! Aku lupa, dengan wajah standar seperti itu tentu kau tidak akan lulus bahkan di tahap pertama," balasku sambil menyinyir kearah Roger yang membuatku menyadari sesuatu.
"Oh begitu, aku-"
"Hentikan ocehanmu nona, tampaknya matamu benar-benar bermasalah," kataku memotong perkataan perempuan itu dengan mata fokus ke arah dimana lusinan Bangsa Moc sedang bersiap menyerang kami. Aku dan seluruh pasukan Figtacor kini dalam posisi bersiaga menatap musuh di depan kami.
"Roxy, segera susul Kapten Felix ke dalam rumah dan minta ia kembali. Setidaknya buktikan matamu benar-benar tidak bermasalah!" perintah wanita yang tampaknya wakil kapten dari pasukan Kak Felix. Aku tidak ragu kalau dia adalah wakil kapten, karena wanita keras kepala yang sekarang aku ketahui bernama Roxy itu segera bergerak ke dalam rumah dan anggota lain tampak menunggu aba-aba dari wanita ini.
"Terapkan Posisi bertahan! Jaga rumah ini, jangan sampai mereka masuk ke dalam!" perintah Wakil Kapten yang diikuti teriakan "Ya" dari anggota Figtacor yang lain.
"Valkiya, namaku Hilda, tetap berada di belakangku dan jangan berpikir untuk ikut bertarung. Situasi saat ini benar-benar berbahaya," perintah Wakil kapten yang ternyata bernama Hilda itu.
Aku hanya bisa menurutinya karena paham dengan situasi, dan juga auranya yang begitu mendominasi.
Perang dimulai, aksi saling tebas beriringan bagai irama yang harmoni dengan suara tumbukan pedang yang beradu. Teriakan semangat dari kedua pihak bagaikan sorakan meriah sebuah orkestra. Namun sayang, kami memang benar-benar kalah jumlah, dua puluh empat melawan lima puluh lima, atau bahkan lebih dari itu. Kami didorong mendekati rumah sampai Hilda dipaksa menggunakan kekuatannya.
"Gurand Diferente!" teriak Hilda.
Tanah di sekitar bangsa Moc tampak merendah dan muncul duri-duri tajam di sekitarnya, yang membunuh banyak bangsa Moc yang terjebak di dalamnya.
Benar-benar kekuatan yang mengerikan, pantas saja Ia bisa menjadi wakil kapten dari Figtacor. Ternyata Ia memiliki darah bangsa tersembunyi seperti Kak Felix. Untungnya Ia berada di pihak kami, kalau tidak, mungkin sudah dari tadi kami dihabisi. Untuk sementara ini kami masih dalam posisi aman.
Hingga akhirnya kekuatan Hilda mulai melemah. Tanah yang tadinya memiliki kesenjangan yang sangat jauh, kini malah tampak tanpa perbedaan. Sehingga setengah bangsa Moc bisa menyerang kami kembali. Semua pasukan Figtacorp tampak sibuk menyerang bangsa Moc yang berada di depannya. Hilda yang harusnya melindungiku sudah sangat kelelahan karena menggunakan kekuatannya untuk skala besar. Baik, sekarang aku tanpa perlindungan.
Satu bangsa Moc tiba-tiba bergerak kearahku. Dia yang melihatku tak bersenjata pasti berpikir dengan mudah bisa membunuhku. Dan sayangnya itu pemikiran yang tepat sekali. Makhluk Moc itu meloncat kearahku dan "srashh..." Dia sudah tertebas sebelum menjatuhkanku.
"Apa yang kukatakan Val, harusnya kau mencoba menggunakan pedang asli."
Terdengar suara dari arah pintu rumah. Aku yang baru tahu siapa yang berada di depanku pun bernapas lega melihatnya. Pasalnya yang berada di depanku kini adalah kakakku sendiri, Valdora, yang aku yakini jika soal berpedang tidak ada bangsa Moc yang bisa mengalahkannya. Apalagi bangsa Moc kelas D yang gaya bertarungnya keroyokan tanpa skill khusus seperti ini.
Melihat lokasiku dan Hilda yang tidak aman, aku pun segera memapah Hilda ke tempat Kak Felix.
"Maafkan aku terlalu lama nerada di dalam sana. Aku akan mengurus sisanya. Atas semangatmu dan kemampuanmu, aku ucapkan terimakasih. Sekarang beristirahalah dulu, Hilda," kata Kak Felix dengan nada yang begitu mempesona.
Baik, aku sudah tahu bahwa Kak Felix memiliki nada bicara yang bagus, namun aku tidak menyangka bisa sebagus itu.
Sementara itu kakakku masih bertarung dengan bangsa Moc yang lain. Aku baru kali ini melihatnya menggunakan pedang sungguhan, walaupun begitu tampaknya kemampuannya menjadi lebih baik daripada menggunakan pedang kayu.
Aku tidak mengerti kenapa kak Felix membiarkan kakakku bertarung sedangakan kak Felix hanya menontonnya dari jauh. Harusnya dengan kekuatannya, bangsa Moc sudah disapu bersih dari tadi. Entah apa yang dipikirkan Kak Felix, tapi jika ia adalah orang yang memimpin Figtacor, pastinya dia punya alasan tertentu.
***
Kini jumlah pasukan Bangsa Moc setara dengan pasukan kami. Jika dilihat dari kemampuan bertarung, pasukan Figtacor jelas lebih unggul. Namun jika dilihat dari tenaga, Bangsa Moc jelas menang telak. Selain jumlahnya yang menguras tenaga kami sedari tadi, Bangsa Moc juga memang memiliki kemampuan fisik yang jauh diatas manusia. Karena itu sekarang pasukan Figtacor semakin terdesak mundur. Apa yang dipikirkan Kak Felix? Dari tadi ia belum juga menggunakan kekuatannya. Aku jadi kesal menatapnya.
"Valkiya, apa kamu tahu Pasukan Figtacor pimpinanku yang baru terbentuk ini biasanya hanya berlatih dengan alat-alat saja dan sangat jarang menghadapi Bangsa Moc secara langsung sebagai tim? Maka dari itu aku berpikir ini adalah kesempatan yang baik bagi pasukanku untuk menghadapi musuh secara langsung," Kak Felix tiba-tiba membalas menatapku dan menjawab pertanyaan di pikiranku. Gawat, apa Kak Felix juga bisa membaca pikiran?
"Semuanya! Ini pertama kalinya kalian menghadapi Bangsa Moc sebagai Pasukan Figtacor Divisi Khusus! Tunjukan seberapa keras kalian sudah berlatih, dan jangan sia-siakan kesempatan ini!" teriak Kak Felix kepada seluruh pasukannya yang tampaknya membuat semangat semua pasukan berkobar. Buktinya, kami yang tadinya tertekan kini malah berbalik menekan Bangsa Moc.
Tidak butuh waktu lama, semua pasukan bangsa Moc telah berhasil kami kalahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tale of Valdora & Valkiya : Origin
FantasíaAku ingin melindungi adikku. Aku menyayanginya lebih dari siapapun. Aku tak akan membiarkan seorang pun membuatku terpisah darinya. Siscon? Entah. Apa itu kata yang tepat untuk kakak yang ingin melindungi adiknya dari bangsa yang sudah meneror manu...