Chapter 13: Kehidupan yang Abadi

1K 140 28
                                    

"Mudah juga ya menghabisimu, anak nakal..." senyum puas ia sunggingkan menyaksikan penderitaan muridnya sendiri.

"Sudah cukup!" teriak sang anak begitu lantang.

"Kenapa, nak? Apa karena dia temanmu?" tanya si pelaku yang sama sekali tak merasa berdosa dan bertanggung jawab atas nyawa yang melayang.

"Bukan... dia sahabatku..." timpal Jungkook mengepal tangannya erat-erat.

"Teman, sahabat, itu hal yang mudah didapat! Jadi tenang saja!" balas sang ayah dengan begitu enteng.

"Jimin?!"

Seorang gadis terkejut bukan main menyaksikan temannya terkapar di lantai dengan seragam putihnya yang ternodai darah -lebih tepatnya pujaan hatinya. Gadis bernama Yuju tersebut menghampiri Jimin tanpa takut menjadi korban selanjutnya. Digoyang-goyangkan tubuh tak berdaya Jimin beberapa kali. Kekuatan menggoyangkan pun ditambah, namun tetap tak ada timbal balik dari Jimin. Air muka Yuju memancarkan rasa khawatir yang semakin menguasainya. Detik demi detik kekhawatiran semakin menumpuk hingga membumbung tinggi menyaingi gunung. Dari rasa khawatir, timbul rasa sedih yang juga terus bertambah. Kesedihan melahirkan air mata. Meluncur bulir-bulir air mata di pipinya kemudian jatuh menghantam lantai tiada henti.

"Kau ingin bernasib sama seperti dia, ya?" pak kepsek mengangkat pistolnya kembali.

"Ayah, lebih baik jangan!" perintah sang anak dengan suara menggema.

Seolah tak punya telinga, sang ayah mengabaikan ucapan sang anak. Target ia kunci, kini tinggal menarik pelatuknya. Telunjuk sang ayah mulai menarik pelatuk secara perlahan. Yuju yang larut dalam kesedihan pun tak sadar bahwa maut hendak menjemput.

"Berhenti!"

Teriakan lantang merembet lewat udara maupun benda hingga jarak yang jauh. Seketika lantai di hadapan pembuat teriakan dijatuhi objek berwarna merah yang baunya macam logam. Benda tajam itu menembus kulit juga daging seseorang yang berdiri di hadapannya, yaitu ayahnya sendiri.

"Maafkan aku, kau sudah keterlaluan..." ucap sang anak mendorong pisau berkarat itu lebih dalam lagi.

Dada kiri pria itu mengalirkan darah semakin deras membuat danau besar di lantai. Tubuh sang ayah melemah lalu roboh seketika.

"Aku tak akan diam saja setelah kau membunuh saudaraku, orang asing!" ucap Jungkook meludahi orang yang sekarat itu.

Di gubuk tersembunyi, Kris sedang bersantai seraya menikmati angin sepoi-sepoi yang membelainya lewat pintu yang dibiarkan terbuka. Datang seorang lelaki berkulit seputih kapur membawa pesan.

"Ia sudah membunuh kepala sekolah" lapor arwah bernama Hyungwon.

"Benarkah? Rencanaku berhasil..." senyum puas yang tampak jahat tergores di wajah tak karuan Kris.

"Apa?! Kenapa kakak melakukan itu?! Jadi kakak menyuruhku diam di sini untuk hal itu?!" adiknya yang menguping dari ruangan sebelah merasa tak percaya.

"Ya, kisah nyata yang kubeberkan itu berhasil mempengaruhi pikiran anak tersebut..." jawab Kris yang santai sekali.

Kalimat-kalimat yang mengalir dari mulut Kris berhasil menguasai pikiran Jungkook. Anak itu percaya mengenai kisah kelamnya yang Kris ceritakan. Bukti-bukti tak lupa Kris beri untuk meyakinkannya, akhirnya kepercayaan ia dapat. Di awal, Jungkook tak menaruh percaya sama sekali, malah menaruh curiga. Namun bukti demi bukti berhasil menumbuhkan rasa percaya pada anak itu. Kris membeberkan tentang sang kepsek itu bukan ayah biologis Jungkook. Tak hanya itu, pria ini membeberkan pula bagaimana awalnya sang kepsek bisa menjadi ayah Jungkook. Bisa dibilang Kris juga berniat mencuci otak lelaki manis bernama Jungkook itu. Jimin juga diberitahu perihal cerita itu dari awal hingga akhir.

Rusty Knife (Sequel Of School's Bell)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang