Chapter 3: Sehun dan Trauma

1.6K 194 19
                                    

Apa yang akan ia lakukan?

Tidak ada, hanya berdo’a kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tanpa alasan yang jelas si misterius mengerikan itu menghentikan laju langkahnya. Dia hanya diam mematung dan perlahan menurunkan pisaunya yang dari tadi terangkat sejajar dengan kepala. Kenapa ia diam? Sepasang kakinya bergerak mundur secara perlahan. Kembalilah ia ke kandangnya tanpa diperintah. Pintu ditutup kembali dengan rapat seperti semula. Jimin yang diam saja pun terheran-heran.

Yang Jimin harus lakukan sekarang adalah mencari jalan keluar. Di manakah jalan keluarnya? Berbalik tubuh Jimin ke belakang, matanya mendapatkan suatu objek yang berdiri atau lebih tepatnya melayang di depannya sangat dekat. Lagi-lagi bola mata Jimin memberontak ingin keluar. Seorang gadis melayang di udara dengan mata putih menyala dan kulit seputih kapur. Rambutnya acak-acakan bak habis diterjang badai, mulutnya hanya dipenuhi kumpulan taring yang tajamnya mengalahkan silet, urat-urat di seluruh tubuhnya timbul seperti hendak menerobos kulit.

“Siapa kau?!” takut Jimin yang pantatnya terjun menghantam tanah.

Sosok mengerikan ini berubah menjadi gadis berkucir dua yang Jimin kenal.

“Ternyata kau...” lega Jimin yang kini bisa mengatur napasnya menjadi normal kembali.

Gadis itu menawarkan tangan, Jimin menerimanya dan bangkit seraya menepuk-nepuk pantatnya yang kotor oleh tanah.

“Ternyata kau bisa mengubah rupamu, ya?” tanya Jimin yang mengangkat kedua alis.

“Begitulah, yang sejenisku pasti bisa mengubah wujud menjadi apa saja. Bahkan kami bisa menyerupai manusia-manusia yang masih hidup. Tidak hanya itu, menjadi hewan pun bisa” jelasnya.

“Oh ya, dari pertama bertemu aku belum tahu siapa namamu...” Jimin baru ingat akan hal itu.

“Namaku Jimin, salam kenal!” si gadis mengajak Jimin berjabat tangan.

“Hey, namamu sama denganku!” tangan Jimin membalas ajakan jabat tangan si gadis bernama Jimin.

“Benarkah? Jangan-jangan nama kita pasaran? Hahaha...” balas Jimin perempuan.

“Mungkin saja, aku jadi ingin mengganti nama!” jawab Jimin ikut menyumbang tawa.

Agar tidak tertukar, sang author pun memberi nama panggilan berbeda. Jimin yang berjenis kelamin laki-laki tetap dipanggil Jimin, sedangkan yang satu lagi dipanggil Jimin dua. Perbincangan mereka tidak dapat berlangsung lama, bel sekolah memutusnya secara paksa.

“Jika ada yang mengganggumu, panggil saja aku! Aku bisa diandalkan!” yakin Jimin dua pada Jimin.

Pertemuan untuk kali ini diakhiri sampai di sini. Mereka berpamitan. Oh ya, bagaimana cara Jimin keluar dari sana? Jimin dua yang bisa terbang melayang di udara membantunya, tidak hanya dia, yang ‘lain’ juga ikut membantu. Usaha Jimin dua mengangkat Jimin ke udara sendirian tidak membuahkan hasil, sehingga ia memanggil teman-temannya ke situ.

“Terima kasih!” ucap Jimin pada Jimin dua dan teman-teman sejenisnya yang cukup menyeramkan.

....................................

Sepulang sekolah Jimin pergi ke toilet dengan tas menempel di punggungnya. Hal yang Jimin lakukan hanya buang air kecil. Beres mengeluarkan cairan kuning tersebut, Jimin bercermin membenahi penampilannya yang sedikit berantakan. 99% dandanannya hampir selesai, sendi-sendi Jimin berhenti bergerak. Bola matanya terpaku pada retakan yang tiba-tiba muncul pada cermin. Semakin lama ia tatap, retakan semakin menyebar luas di permukaan cermin. Retakan yang menyerupai akar tumbuhan menjalar terus hingga ke ujung sisi cermin yang lain. Pecah cermin tersebut dan potongan-potongannya terhempas mengenai Jimin.

Rusty Knife (Sequel Of School's Bell)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang