“Kenapa kau menangis?” tanya Jimin mengerutkan dahi.
Jimin bersua dengan teman dekatnya, lebih pantas disebut sahabat, yaitu Jungkook. Air mata terus menghujani pipinya yang basah kuyup. Bibir mungilnya tak menyuarakan sepatah kata pun. Bisa ditarik kesimpulan kalau hal buruk telah menimpanya.
“Jika kau belum siap menjelaskannya, tak apa... Mungkin lain kali...” hati Jimin dipenuhi awan kelabu, yaitu rasa sedih menyaksikan sahabatnya berderai air mata.
Sepasang tangan Jungkook menggigil, berlawanan dengan suhu udara yang sedang normal sekarang. Di balik bola mata indahnya itu tersimpan sesuatu, yaitu rasa takut. Rasa takutlah yang membuat tangannya menggigil, bukan suhu udara. Namun Jimin menahan diri untuk tidak segera membanjiri Jungkook dengan ribuan pertanyaan. Mental Jungkook tampaknya belum siap dengan semua pertanyaan yang muncul ke permukaan lautan pikiran Jimin.
Dengan lembut Jimin membawa Jungkook keluar dari loker. Jimin membantu Jungkook berjalan. Melihat kondisinya yang kacau seperti ini, Jimin tak langsung membawanya ke kelas. Unit Kesehatan Sekolah menjadi pilihan Jimin menitipkan Jungkook sementara. Petugas kesehatan di sana langsung membantu Jungkook. Hati Jimin merasa lega, kini saatnya ia melanjutkan pelajaran yang membosankan baginya. Sang guru pasti murka padanya karena pergi tanpa izin.Diam-diam Jimin masuk ke dalam kelas. Setiap langkah ia ambil dengan hati-hati takut sang guru menyadari gerak-geriknya. Guru yang satu ini sangat tegas dan mengerikan. Ketika murka, ia bisa lebih mengerikan daripada monster. Perjuangan Jimin untuk tiba di kursinya sendiri pun membuahkan hasil. Pantatnya telah berhasil mendarat pada kursi. Posisi tubuhnya ia benahi agar tampak seperti yang memperhatikan.
Di sela-sela aktingnya, matanya mengedar pandang pada seisi kelas. Kursi-kursi terisi penuh, semuanya berpenghuni. Sehun telah kembali, dari mana saja dia? Entahlah.
Handphone Jimin yang tergeletak di lantai tiba-tiba memancarkan cahaya. Layarnya menyala sendiri menampilkan pesan masuk. Jimin menyadarinya dan secepat mungkin mengambilnya dari lantai dan membaca isi pesan.
‘Jimin, tolong aku...’
Hanya begitu isi pesannya, namun melahirkan milyaran tanda tanya dari kepala Jimin. Sang pengirim pesan adalah sahabatnya sendiri, Jin. Penasaran, Jimin membalasnya dengan bertanya apa yang telah terjadi. Tak memakan waktu 5 menit, handphonenya bergetar memberi sinyal adanya pesan masuk.
“Aku terjebak di toilet perempuan. Seseorang membuntutiku, namun sepertinya ia bukan siswa biasa...” balas Jin.
“Apa maksudmu?” Jimin kebingungan.
Handphonenya bergetar kembali dengan layar menunjukkan adanya telepon masuk. Si penelepon merupakan orang yang sama. Menerima telepon di tengah-tengah jam pelajaran memang melanggar peraturan, namun ini darurat. Terpaksa Jimin mengangkatnya diam-diam. Supaya lebih aman, Jimin bersembunyi di bawah meja dan duduk merapatkan pahanya dengan dada.
“Apa yang terjadi sebenarnya?” tanya Jimin berbisik.
“Kau pasti tak akan percaya, jadi begini...” waktu bercerita dimulai.
Sebelum jeritan menggemparkan sebagian isi bangunan sekolah, Jin sedang melangkah sendirian di koridor. Tak ada satu pun murid kecuali dirinya yang mewarnai suasana koridor yang sepi tak berpenghuni. Jin disuruh mengambil spidol papan tulis yang baru karena yang lama telah habis. Wajar saja, di kelas ia menjabat sebagai sie peralatan. Spidol yang dipesan sudah ada di genggaman tangan Jin. Tugasnya yang tersisa sekarang yaitu mengantarkannya dengan selamat ke kelas.
Perjalanan yang diyakini akan berjalan mulus rupanya berbanding terbalik. Hati Jin dilanda perasaan tak enak, seperti ada ‘sesuatu’. Leher menggerakkan kepala Jin ke belakang. Siswa perempuan berjalan di belakangnya. Jin tak menaruh peduli apa pun dan terus berjalan ke depan. Semakin jauh ia berjalan, bunyi langkah kaki perempuan itu tak kunjung pudar. Pikirannya terbelah dua, sisi positifnya mengatakan, ‘Mungkin kebetulan kalian memiliki jalan yang sama”, sisi negatifnya berbanding terbalik, “Dia tampak mencurigakan! Berhati-hatilah!”. Kedua sisi itu membisikkan hal berbeda yang menumbuhkan rasa bingung. Sisi mana yang harus ia yakini?
![](https://img.wattpad.com/cover/87659717-288-k87622.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Rusty Knife (Sequel Of School's Bell)
Fiksi PenggemarKetiga sahabat yaitu Jimin, Jin dan Jungkook hampir mati di sekolah mereka sendiri. Berkat bantuan penjaga sekolah misterius dan hantu berkucir dua, mereka berhasil meloloskan diri. Setelah kejadian malam itu, sebuah pisau berkarat hadir di hidup Ji...