Part 7

4.9K 455 5
                                    

From : Vanya si manusia bodoh
Kau hipnotis saja lalu ambil kalungnya.

From : Calvin Damenson
Kau bodoh atau bagaimana sih? Sudah kukatakan saat aku menghipnotis orang itu akan terus sadar tapi matanya terpejam.

From : Vanya si manusia bodoh
Nah, tidak apa-apa. Kau ambil saja sebentar lalu kembalikan lagi.

From : Calvin Damenson
Bodoh! Nanti Caryle semakin curiga padaku! Cukup saat itu saja aku menghipnotis ia!

From : Vanya si manusia bodoh
Tidak ada cara lain apa? Kau tidak punya kekuatan yang lain?

From : Calvin Damenson
Kalau itu tidak ada.

Di depan pintu kamar Caryle, Vanya mengacak rambutnya kasar.

"Mengapa sih saat sudah di depan mata malah semakin sulit dijangkau?"

Vanya memegang erat gembok kunci itu. Dan tiba-tiba gembok itu hancur.

Vanya melongo tidak percaya.

"Bagaimana tanganku bisa sekuat itu? Tadi sudah kupukul berkali-kali tetap tidak terbuka? Ah, sudahlah yang penting aku mendapatkan bukti itu."

Vanya segera masuk ke dalam kamar Caryle. Ia berdecak kagum. Kamar kakaknya belum berubah. Rapi dan wangi adalah ciri khasnya.

Ia melupakan tentang kamarnya dan segera ke bawah meja rias untuk mengambil buku diary milik Clarissa.

Ia berdecak frustasi. Lantai di bawah meja rias sama saja seperti lantai lainnya. Bagaimana ia bisa tahu lantai yang pernah di copot?

"Ayolah Van kau pasti bisa menemukannya." Vanya mencoba untuk mencopot setiap lantai yang ada di bawah meja rias. Kira-kira ada sekitar delapan keramik disana.

"Got it!" Vanya segera mencopotnya dan mengambil buku diary yang tertutup sedikit tanah di atasnya. Lalu ia menutup kembali keramiknya dan segera pergi dari sana.

Namun, saat ia sudah diluar, ia lupa bila gemboknya sudah hancur.

"Hola shit! Apa yang harus kulakukan?"

From : Vanya si manusia bodoh
Cal, entah bagaimana caranya aku sudah mengambil bukunya. Namun, masalahnya gembok kamar kak Caryle hancur!

From : Calvin Damenson
Bagaimana bisa? Tunggu, aku akan ke sana.

From : Vanya si manusia bodoh
Bodoh! Nanti kalau ia tidak dijaga bisa-bisa ia mengikutimu! Aku akan ke sana.

Vanya segera ke kamarnya. Menyembunyikan buku diary dan mengganti pakaian santai. Ia segera memasang tampang sehabis bangun tidur. Ia berjalan gontai ke ruang tamu. Rambut dan bajunya sudah ia acak-acak.

"Hoam. Wah Calvin belum pulang?" Vanya segera duduk di samping Caryle.

"Belum. Aku masih bercerita dengan kak Caryle." Vanya hanya mengangguk.

"Hmm.. Sebenarnya aku ingin ke kamar kecil. Bolehkah aku ke kamar kecil sebentar?"

"Tentu saja. Kau lurus saja lalu belok ke kanan." Caryle memberitahukannya.

Calvin segera mengangguk dan pergi ke sana. Ia tidak pergi ke kamar mandi melainkan ke depan kamar Caryle.

"Mengapa kau sudah bangun? Mimpi buruk?" Caryle beralih menatap adiknya yang sedang bersandar di pundaknya. Ia mengelus lembut rambut Vanya.

"Iya. Mimpinya sangat buruk."

"Memang mimpinya seperti apa?"

Vanya tampak berpikir, "Aku lupa." Sesuai berbicara seperti itu, Vanya menyengir. Dan Caryle hanya tersenyum dan mengacak-acak rambut Vanya.

Sementara di depan kamar Caryle, Calvin sudah memegang gembok yang telah hancur.

"Bagaimana ia melakukannya? Kuat sekali dia." Calvin menggenggam erat gembok yang telah hancur dan ketika ia membuka tangannya, gembok itu sudah utuh kembali. Tidak ada cacat sama sekali.

Ia langsung memasang gembok dan segera kembali ke bangkunya.

"Maaf jadi merepotkan kak."

"Oh tidak apa-apa. Ternyata kau seru ya diajak bercerita."

Calvin hanya tersenyum.

Ia berpura-pura melihat jam tangannya dan pura-pura terkejut setelahnya.

"Astaga aku punya janji dengan temanku. Maaf kak aku harus segera kembali." Calvin bangkit.

"Oh iya silahkan. Maaf aku tidak bisa mengantar. Vanya telah tertidur di bahuku. Hati-hati."

Calvin mengangguk sekali lagi. Ia keluar dari rumah Caryle.

Sepulang Calvin, Caryle segera mengangkat Vanya dan membaringkannya di tempat tidur Vanya.

Vanya segera mencari posisi yang nyaman. Setelahnya Caryle mencium kening adiknya dan meninggalkan kamar Vanya.

Calvin masih berada di dekat rumah Caryle. Ia mengirim Vanya sebuah SMS.

From : Calvin Damenson
Hei! Bagaimana kau bisa tertidur di saat seperti ini?

Masih belum dibalas.

From : Calvin Damenson
Vanya! Kau hanya berpura-pura saja bukan? Jangan bilang kau benar-benar tertidur?!

From : Calvin Damenson
Hhh. Sepertinya kau benar-benar tertidur. Besok jangan lupa bawa buku itu, oke?

Setelah mengirim pesan terakhir, Calvin meninggalkan tempat tersebut.

Sementara sedari tadi ponsel Vanya bergetar. Untungnya ia sudah menyembunyikannya. Ia telah menduga bahwa ia akan benar-benar tertidur, oleh karena itu saat ia menyembunyikan bukunya ia juga menyembunyikan ponselnya.

Young_Detective

Keesokan harinya Vanya segera bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

"Kau tidak sarapan dulu?"

"Tidak kak, aku sudah telat."

"Setidaknya makan roti ini."

Caryle menghampiri Vanya yang sedang memakai sepatu. Ia menyodorkan sepotong roti dengan selat kacang. Tanpa ragu, Vanya segera menggigitnya.

Seusai memakai sepatu ia segera berangkat ke sekolah dengan mobil miliknya.

"Kau tidak minum susu dulu?" teriak Caryle dari pintu depan. Mobil Vanya sudah sampai di depan gerbang rumah.

Vanya hanya melambaikan tangan, tanda ia tidak mau minum susu.

Caryle hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Vanya.

Untungnya Vanya tidak terlambat masuk sekolah. Jalananpun sedang berpihak kepadanya. Alhasil ia sekarang sudah berada di kelas dengan nafas terengah-engah. Ia segera duduk di kursinya.

Tiba-tiba Calvin datang dan berbisik ke telinga Vanya, "pulang sekolah kau akan ikut ke rumahku untuk membaca buku itu."

Vanya balas berbisik, "Mengapa harus di rumahmu?"

"Itu tempat teraman untuk membaca buku itu."

Vanya hanya mengangguk tanda setuju.

Tunggu, ia bilang ia akan membawa Vanya ke rumah Calvin bukan?

'Astaga aku akan berada di lingkungan vampir!' batinnya.

Young_Detective

To be continued...

14 Juni 2017
18.45
Tiara Ulfiah

Young Detective [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang