Part 2

7.9K 573 37
                                    

Percaya atau tidak kepada sesuatu itu tergantung ucapan kata hatimu. Believe your heart.
- Vanya

Young_Detective

Vanya menunggu jam istirahat berakhir. Ia tidak sabar untuk mengetahui nama anak itu. Ia terus melirik jam dinding yang terpampang di depannya. Tepatnya berada di atas papan tulis.

Sedetik... dua detik... tiga detik...

"Ya Tuhan satu detik seperti satu minggu," ucap Vanya mengeluh. Ia meluruskan tangan di meja dan dagunya ia taruh di antara dua tangannya itu.

'Kringg!'
Bel berbunyi. Para murid berhambur ke dalam kelas, menempati bangkunya masing-masing. Ada yang masih memegang makanan di tangannya, namun mereka tak peduli dan menyembunyikannya di laci meja.

Vanya tersenyum saat para murid sudah duduk di tempatnya. Ia mengangkat kepala dan segera menepuk bahu murid yang ada di depannya.

"Ada apa?" Murid itu membalikkan tubuhnya. Ekspresi bingung ditampakkannya.

"Aku ingin bertanya siapa anak yang duduk di sudut kiri itu?" tanya Vanya dengan hati-hati. Ia memasang raut wajah yang sangat datar agar tidak mengundang curiga.

Murid itu segera melirik ke kiri sudut ruangan. "Oh, dia! Namanya Calvin Damenson. Dia anaknya dingin dan tidak ingin bergaul. Kau tahu, dia itu anak keluarga Damenson, salah satu keluarga kaya raya di dunia ini. Dia selalu sendirian," ucap murid itu bisik-bisik karena takut di dengar Calvin. Padahal jaraknya dari Calvin cukup jauh.

"Oh, oke, terima kasih. By the way, nama kamu siapa?" tanya Vanya. Setidaknya ia harus tahu nama murid ini yang sudah berjasa memberitahunya bahkan lebih dari yang diekspetasikan.

Anak itu mengulurkan tangan kanan yang disambut oleh Vanya. "Namaku Farah Angeline. Salam kenal ya."

Vanya mengangguk, lalu Farah dan Vanya melepaskan genggaman tangannya. Ia kembali menghadap papan tulis di depan sana.

'Benar dugaanku, anak itu namanya Calvin. Oke Calvin, kita tunggu waktu yang tepat untuk membawamu ke sensei. Aku berjanji secepatnya akan membawamu,' ucap Vanya di dalam hati sambil melirik sinis ke arah Calvin.

'Memangnya kau pikir mudah untuk membawaku? Kita lihat saja nanti, apa rencanamu akan berhasil?' Calvin melirik Vanya juga yang disambut tatapan tajam dari Vanya. Calvin menyunggingkan senyum tersinisnya.

Ibu Hana, selaku guru Bahasa Sastra Jepang memasuki ruang kelas. Serempak para murid bungkam karena Ibu Hana termasuk salah satu dari daftar guru killer yang ada di sekolah ini.

Young_Detective

Tepat pukul tiga, bel pulang sekolah berbunyi. Para murid segera merapikan peralatan tulis dan buku-buku yang seharian ini membuat mereka jenuh.

Sama halnya dengan Vanya, ia juga merapikan bukunya dan segera keluar kelas menuju tempat parkir di samping sekolahnya karena di sekolah ini para murid tidak diizinkan untuk membawa kendaraan bermotor ataupun mobil.

Ia menjalankan mobilnya ke depan pintu gerbang sekolahnya. Ia menyipitkan mata. Ia melihat Calvin dari kaca mobilnya sedang berjalan seorang diri.

"Nah, itu dia si target!"

Calvin berjalan dengan santai melewati mobil Vanya. Dengan earphone yang menggantung di lehernya dan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantung celana menciptakan aura dingin yang sangat enggan orang lain dekat-dekat dengannya.

Beda halnya dengan Vanya. Ia justru mengejar Calvin dan memanggilnya. "Hei, Calvin!" Calvin menoleh.

Vanya memundurkan mobilnya sedikit untuk menjajarkan dengan posisi Calvin. Ia ada di bangku pengemudi di sebelah kanan karena itu ia agak berteriak agar Calvin mendengar suaranya di seberang sana.

Young Detective [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang