Part 4

16 6 0
                                    

GLADIS POV

Langkah ku terhenti disebuah taman yang begitu sepi hanya ada satu orang disana, ia tengah duduk disalah satu ayunan sorot matanya kosong menampakkan keecewaan, kepedihan begitu mendalam hingga siapapun yang melihatnya seakan merasakan apa yang kini telah ia alami. Ku langkahkan kakiku mendekatinya namun yudis tetap tak bergeming, ia tak menyadari keberadaanku hingga kuberjongkok dihadapannya dan menggenggam tangannya erat saat itulah ia menatap ku. Mata kami saling bertautan, sungguh ku tak sanggup melihatnya seperti ini, hatiku perih melihatnya terpuruk, kini ia seperti mayat hidup keadaannya tampak kacau dengan kantung mata yang menghiasi mata indahnya. Tak terasa air mataku mengalir tak terbendung lagi, entah apa sebabnya aku menangis aku pun tak tau. Sebesar inikah cintamu pada riska yud? Sampai kamu terpuruk sendiri. Kata kata itu ingin sekali ku ucap namun tenggorokanku seakan tercekat, tangannya terulur kewajahku menghapus air mata yang sedari tadi membasahi pipiku.

"Hey.. kenapa kamu nangis hmm?" ucapnya lembut, ia berusaha tersenyum dipaksakan.

"Hiks.. Aku hiks.. na-ngis karna kamu bego" ucapku sambil sesegukan namun dia malah tersenyum tulus padaku.

"Memang aku kenapa? Aku baik baik aja ko" tanyanya tanpa dosa. Cih sok polos.

"Hiks.. kamu sih kaya gini, masa diputusin cewe aja udah kaya mayat hidup. Kamu kaya gak punya s-semangat hidup. Payah" susah payah ku menahan air mata namun sialnya air mata ini terus mengalir. Yudis terkikik geli menatap ku namun sedetik kemudian tatapan matanya menyiratkan rasa bersalah.

"Maafin aku dis.. aku memang bodoh gak percaya sama kamu dan lebih memilih jalang murahan seperti dia. Aku kaya gini bukan karna dia dis, tapi karna kamu" aku mengernyit heran mendengar perkataannya. Maksudnya apa? Apa salahku? Kubertanya dalam hati.

"Aku sedih dis mengingat bagaimana sakitnya kamu saat kubentak tadi, maafin aku dis maaf aku sungguh menyesal. Aku marah pada diriku sendiri bagaimana bisa aku tidak percaya omonganmu, aku harusnya tau kalau kamu gak mungkin berbohong sama aku. Maafin aku dis maaf..." aku tercengang mendengar perkataannya. Jadi dia sedih bukan karna riska tapi karna aku?

"Dis aku bener bener nyesel ma-" sebelum yudis kembali bicara aku sudah mencegahnya.

"Sst.. Ini bukan salah kamu ko, aku juga tau yud gimana rasanya dihianati. Aku paham apa yang kamu rasain sekarang. Aku gak masalah ko kamu bentak aku toh yang sudah biarlah berlalu anggap aja itu kesalah pahaman" ucapku tersenyum tulus. Tanpa diduga yudis bangkit dari duduknya serta membawaku dalam dekapannya. Aku kaget setengah mati akan perlakuannya namun akupun membalas pelukannya. Dia membenamkan wajahnya pada pundakku dan menangis sejadi jadinya.

"Lo nagis lagi gue geplak nih" ujar ku sewot, yudis pun melepaskan pelukannya dan menangkup pipiku.

"Makasih." satu kata terucap dari bibirnya mampu membuatku senang. Kenapa? kusenang karna yudis sudah tersenyum kembali, itu yang membuatku bahagia.

"Udah yuk pulang udah malem ngapain disini lama lama" ujarnya lagi sambil menarik tanganku untuk pulang.

"Memangnya siapa yang duluan kesini hah? Siapa yang nangis sendirian di tempat gelap? Udah kaya anak kunti tau ngga" ucapku tak mau kalah sedangkan yudis hanya terkekeh menanggapi perkataanku.

"Tapi gue masih bingung deh" yudis nampak berpikir sejenak.

"Apa?" ucapku tak paham.

"Kenapa lo sampe bisa tau kalo riska ada di 'tempat seperti itu' atau jangan jangan...." yudis nampak menggantung kalimatnya.

"Jangan jangan apa?" aku semakin mengernyit heran.

"Lo suka ketempat itu diem diem yah? Ya ampun dis inget dosa ckckck.." ucapnya sambil menggeleng gelengkan kepala. Aku hanya melongo dibuatnya, what? Bisa bisanya dia bilang begitu cih.. sifat nyebelinnya kambuh lagi.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang