Setelah beberapa saat mempersiapkan diri, Adnan mematut dirinya didepan cermin bersiap-siap pergi ke sekolah. Ia melihat pantulannya di cermin sambil menuangkan gel rambut ke tangannya lalu mengusapkan ke jambulnya.
Saat ini ia sedang berpose ala super model majalah cowok sambil bergumam, "cogan."
Adnan memutuskan untuk menyudahi posenya di depan cermin, karena ternyata lama-lama bosen juga.
Ia lalu berbalik dan mengambil tasnya diatas kasur. Setelah itu ia keluar dari kamarnya menuju luar rumah.
Di rumahnya hanya ada Bibi dan pak Satpam. Ayahnya sudah pergi ke kantor sejak pagi, karena tidak ingin terjebak macet. Kalau Ibunya? Bahkan Adnan tidak tahu dimana Ibunya sekarang. Entah ia masih hidup, atau bahkan sudah meninggal. Beberapa tahun silam, Ibunya meninggalkan Adnan sendiri di sebuah wahana wisata. Dan sampai saat ini, keberadaannya tidak diketahui.
Setelah sampai di garasi, Adnan mulai mengeluarkan motor besar kesayangannya. Ia melajukan mundur motornya dan setelah bisa keluar ia mulai melaju ke jalanan menuju sekolah. Sebelum keluar gerbang ia menyempatkan untuk menyapa pak Satpam diujung gerbang.
Di sepanjang perjalanan, Adnan hanya bersenandung kecil di balik helmnya. Ia tidak kebut-kebutan ya karena memang ia lebih sayang dengan nyawanya.
Di lain tempat, Allisha masih dalam perjalanan ke arah sekolah. Saat ini ia sedang berada di mobil yang dikendarai oleh Stevan.
Sedari tadi, Stevan tidak berhenti-berhentinya menggombal. Padahal dia sudah punya pacar. Allisha sebenarnya tidak terlalu mendengarkan gombalan kakaknya karena ia menyumpal telinganya dengan earphone dan men-setting musiknya nyaring.
Setelah sampai di persimpangan, Stevan masih tetap saja menggombal. Bahkan ia tidak terlalu fokus pada jalanan.
Stevan tiba-tiba mengerem mobilnya secara mendadak, membuat dirinya dan Allisha terhuyung kedepan dengan paksa. Kening Allisha tertabrak dashboard mobil. "Aduh!" teriaknya spontan. Ternyata Stevan hampir nabrak orang.
Orang yang hampir ditabrak tiba-tiba turun dari motornya dan mendekati mobil yang dikendarai Stevan. Ia memukul-mukul kaca depan mobil dan siap memarahi orang yang duduk dibalik kemudi.
"Keluar!" teriak orang itu dengan emosi yang menggebu-gebu.
Stevan keluar dari mobilnya dan meninggalkan Allisha yang masih lumayan syok. Stevan memandangi seseorang tersebut dari atas sampai bawah, oh masih SMA.
Orang itu mendekat ke arah Stevan dengan emosi, karena melihat Stevan bersender di samping pintu mobil dengan santainya."Mas! Bisa naik mobil gak sih?! Kalau saya tadi gak ngehindar dan Mas gak ngerem, mungkin saya udah ketabrak tadi!" sembur orang itu masih penuh emosi dan menunjuk-nunjuk Stevan dengan tangannya.
"Ya bisa lah, kalau gak bisa ya gue gak sampai sini lah," balas Stevan memutar bola matanya. Ia masih bersender pada pintu mobil.
"Oh, Mas belum punya SIM ya? Makannya naiknya kayak gitu?!" sindir orang itu yang sok tahu.
"Heh anak kecil! Gak usah sok tahu! Gue udah punya SIM bahkan sampai dipuji pak polisi saking pinternya gue nyetir mobil!" balas Stevan yang mulai emosi, ia mendorong dada orang itu sehingga dia terdorong ke belakang beberapa langkah. Omongan Stevan sepenuhnya berbohong.
Orang itu menarik sebelah ujung bibirnya ke atas membentuk senyum miring seraya bertepuk tangan, "Wah, kayak gitu pinter? Gimana yang bego ya?" sindir orang itu mulai mereda emosinya. Ia tidak boleh di rendahkan mentang-mentang orang di hadapannya ini lebih tua darinya.
"Elo maunya apa? Ha?" teriak Stevan yang mulai terpancing emosi, ia menarik kerah seragam orang itu. Ia juga menatapnya seram.
Allisha yang melihat kejadian adu mulut antara kakaknya dan orang itu spontan keluar dari mobil. Ia berniat melerai perkelahian yang mungkin setelah ini akan terjadi.
Allisha berlari ke tengah-tengah antara kakaknya dan orang itu lalu merentangkan tangannya berusaha memisahkan dua insan yang akan berkelahi itu.
"Udah Bang! Gak usah berantem. Udah damai aja," teriak Allisha pada kakaknya dengan tangan yang masih bergetar.
Orang itu memandangi Allisha dalam, mencoba mengingat siapa orang yang di hadapannya ini. Dan benar dugaannya, dia itu teman sekelasnya, Allisha. "Oh jadi dia kakak lo. Nggak heran deh, orang adiknya juga kayak gitu," ucap orang itu ketika menyadari orang itu adalah Allisha, padahal ia berharap salah lihat.
Allisha menoleh kearah orang itu, ia mencoba mengenalinya. Dan ternyata orang itu, Adnan!
"Oh, jadi lo yang naik motornya gak bener?!" sembur Allisha ingin membela kakaknya. Walaupun, ia sadar. Ini adalah kesalahan Stevan.
"Kok jadi gue? Kakak lo aja yang bawa mobilnya gak bener!" bela Adnan. Karena menurutnya memang bukan dia yang salah.
"Udah lah dek, ngga usah diurusin. Mending kita lanjut ke sekolah, udah mepet jamnya," ajak Stevan yang melihat adiknya sedang adu mulut dengan Adnan. Ia masuk ke dalam mobil duluan.
Allisha pun berbelok ke kiri dan Adnan berbelok ke kanan membuat mereka bertabrakan, "Hiih, ngga usah nabrak-nabrak! Modus lo ya?" ucap Allisha sebal.
"Pede! Orang motor gue disana, ya wajar lah gue jalan kesana," jawab Adnan menunjuk motornya.
Allisha pun melihat motor Adnan yang berada di belakang sebelah kiri mobilnya. Ya, memang benar sesuai dengan arah jalannya Adnan. Ia jadi malu.
Allisha pun berjalan berlawanan arah dengan jalannya tadi begitupun dengan Adnan, membuat mereka berdua bertabrakan untuk yang kedua kalinya.
"Nah yang ini apa! Katanya motor lo disana, kenapa jalannya ke sini?!" ucap Allisha tambah sebel.
"Gue cuman mau ngindarin tabrakan sama lo!" jawab Adnan jujur. Ia langsung kembali ke motornya tanpa menunggu Allisha menjawabnya.
Allisha pun memandangi Adnan sinis, lalu masuk ke mobil. Mobil Allisha dan motor Adnan pun melaju didahului motor Adnan.
°•••••••••••••°
Allisha tertunduk lesu di depan gerbang. Ia telat, dan yang lebih menyebalkan lagi telatnya bersama Adnan. Yang telat hanya dua orang, padahal biasanya banyak. Kemana manusia-manusia yang sering terlambat itu? Apa mereka sudah tobat?
"Heh!" panggil Allisha pada Adnan, kemudian ia berdiri.
Adnan diam saja di atas motornya dan masih memainkan ponselnya. Ia tidak memperdulikan panggilan Allisha.
"Heh lo punya kuping gak sih?!" teriak Allisha menatap Adnan yang tidak memperdulikannya. Ia mulai sebel.
Adnan menengok ke arah kanan dan kiri, juga atasnya lalu bergumam, "kayak ada yang ngomong, tapi mana orangnya ya?" tanya Adnan pura-pura tidak melihat Allisha di hadapannya.
Allisha mengepalkan tangannya menahan emosi. "Gue disini manggil lo!" teriak Allisha emosi.
Adnan menunjuk dirinya sendiri dengan tangannya. "Gue? Lo manggil gue? Nama gue itu Adnan, bukan Heh!" jawab Adnan santai.
Allisha masih menatap Adnan sinis dan sebal. "Gue heran? Kenapa dimana-mana gue itu ketemu lo mulu ya? Dunia ternyata kecil ya," tanya Allisha mengetukkan jari di keningnya.
Adnan memutar bola matanya. "Ya jelas lah ketemu! Kita itu satu kota, satu sekolah, satu kelas lagi."
Allisha membuka mulutnya untuk membalas Adnan. Namun, dia bingung mau balas apa, emang yang dikatakan Adnan itu benar. Ia speechless. Ia pun menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Daripada akan mempermalukan diri sendiri, Allisha jongkok lagi dan menunggu dibukakan gerbang sampai jam pertama usai.
–—————————
Gimana sampai part 3 ini????
Bodo amat, cerita aku mainstream.
Salam,
❤ Indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adsha (On Going)
Teen FictionMembuat hatinya rapuh memang mudah, tapi mengembalikannya tak semudah membuatnya rapuh. © Copyright October 2019 by Indahkusuma