06. Latihan

20 4 0
                                    

Hari ini cuaca tidak cukup bagus. Langit sudah menunjukkan warnanya yang gelap, menandakan akan turunnya hujan.

Tepat hari ini, hari yang sudah ditentukan Aska untuk latihan Seni Budaya akhirnya tiba. Allisha sebenarnya sudah siap dari tadi, tapi dia bingung mau berangkat atau tidak. Alamat rumah Adnan sudah terpampang jelas di grup Lhine kelompoknya.

"Berangkat, enggak, berangkat, enggak, berangkat," gumamnya sambil menghitung jarinya sampai jari kelima.

Ponselnya pun berbunyi menampilkan kolom chat dari grup Seni Budayanya. Allisha pun mengambil ponselnya lalu membuka chat tersebut.

Aska Pratama: Uy

Aska Pratama: Udah pada brngkt blom????

Aska Pratama: Gue udah otw ni

Aska Pratama: Gue udah dijalan pake motor, udah mau nyampe

Emang di jalan bisa ngetik pesan ya?. Batin Allisha.

Ambar Setya: Gue juga udah OTW ni, tapi kena macet.

Adnan: Gue udh blg, jgn drmh gue, ntar gue tngl prgi l

Aska Pratama: Eh jangan dong nan, kita semua udh pada otewe, TEGA lo

Adnan: Serah!gue udh blg kl gue mo pgi

Angelista Collin: Gue lagi mau otw

Bagas Pratama: Gue baru bangun, sorry ntar kalo gue dtgnya telat.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Sebenarnya, latihannya itu pukul setengah sembilan. Ada gunanya juga Allisha mengulur-ngulur waktu karena teman-temannya saja belum ada satupun yang sampai di rumah Adnan.

Setelah beberapa menit berfikir lagi, Allisha memutuskan untuk berangkat. Ia pun mengambil tas selempangnya lalu berjalan keluar rumah untuk mencegat Taksi. Ingat, ini hanya untuk kepentingan nilai, kalau tidak karena nilai ia tidak akan repot-repot datang.

Hari ini Stevan sedang jalan-jalan dengan pacarnya, jadi ia tidak bisa mengantar Allisha. Ia termasuk dalam sekian orang yang menjalani LDR. Pacarnya memang tinggal di Jakarta. Sebenarnya ia LDR baru beberapa bulan terakhir ini karena ia harus mengejar Universitasnya.

Allisha pun melambaikan tangannya saat sebuah Taksi sudah terlihat. Taksi itu pun berhenti, Allisha langsung naik dan dan duduk di kursi belakang. Ia memperlihatkan ponselnya yang berisi alamat rumah Adnan kepada supir Taksi.

Suara gemuruh dari langit pun bergelegar. Titik-titik air pun mulai membasahi kota. Allisha pun memakai jaket dan membungkus badannya dengan jaket tebal itu. Allisha kedinginan.

Ia menyedekapkan tangannya erat seraya memandangi air hujan yang membasahi jendela Taksi.

Setelah memandangi hujan diluar, ia jadi teringat Ayahnya. Teringat masa kecilnya saat ia bermain hujan bersamanya. Menari-nari tanpa mau memikirkan masalah apapun. Senyumnya seketika mengembang membayangkan itu semua. Sudah dua tahun belakangan ini Ayahnya belum pulang dari bisnisnya di Singapura. Sama sekali tidak pulang, padahal setiap cuti atau dua bulan sekali, Ayahnya itu akan pulang ke Jakarta.

Tak terasa Taksi yang ditumpanginya sudah sampai di sebuah rumah yang ia yakini itu rumah Adnan. Namun, di luar masih hujan, apa ia harus turun dan basah-basahan?

"Neng, udah nyampe," ucap pak Supir ketika melihat Allisha yang diam saja.

Allisha pun langsung melihat pak Supir di depannya. "Eh, iya, Pak," jawab Allisha. Ia lalu memberikan sejumlah uang dari sakunya untuk membayar kepada pak Supir.

Adsha (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang