Hubungan Baik

17 6 0
                                    


Hari-hariku masih berlanjut seperti biasanya, hanya saja...ada pemuda ini yang selalu membuatku merasa kesal. Entahlah, apa yag terjadi kepadaku tapi setiap aku melihatnya bahkan hanya menatap wajahnya perasaan kesal itu muncul kembali.

Seperti saat ini, dia sedang memetik beberapa buah apel yang memang sudah matang dari pohonnya memangnya sarapan tadi belum bisa buat dia kenyang apa kataku dalam hati

Dan saat aku sedang menatapnya mata kami saling beradu langsung saja aku mengalihkan pandanganku kearah lain Runa Runa apa yang kamu lakukan sih

"Ini" katanya menyadarkanku dari semua gejolak pemikiranku "eh, apa?" tanyaku kikuk

Tanpa kusadari dia sudah berada dihadapanku sambil menyodorkan sebuah apel merah ditangannya "makanlah, aku lihat kamu sedari tadi melihatku memetik buah ini, aku kira kamu menginginkannya"

Aku hanya bisa mendengus mendengarkan penuturannya "aku tidak menginginkannya"

Dia tersenyum manis melihat tingkahku. Tunggu! Apa aku bilang manis? Oh Runa apa yang kau pikirkan

"Sudahlah makan saja" ucapnya menyadarkanku dari semua pemikiran anehku dan beranjak duduk disebelahku.

Dengan perasaan malu dan kesal aku akhirnya menerima buah apel itu,

"Maaf"

Uhuk..uhuk.. Aku tersedak mendengarkan ucapannya

"Hei kau tidak apa apa?" tanyanya sambil mengelus punggung bungkukku untuk menenangkanku yang sedang tersedak.

"I-iya aku tidak apa apa"

"Kenapa kau tersedak? Memangnya perkataanku salah?"ucapnya dengan rasa cemas yang terpancar dimatanya

Ish pemuda ini, aneh sekali apa dia mencemaskanku? Tidak-tidak itu tidak mungkin setelah aku beradu dengan semua pemikiranku, akhirnya aku bisa mengeluarkan suaraku " eh! apa? Oh aku tersedak, eh kau tidak salah kok maksutku aku tersedak karena kaget dengan ucapanmu" aku menjawabnya dengan kikuk dan memelankan  perkataanku yang terakhir.

Dia terkekeh disampingku "kau itu lucu sekali" ucapnya sambil mengacak-ngacak rambutku.

Aku yang diperlakukan sepertu itu hanya bisa menunduk malu ada apa ini? Kenapa pipiku panas

"Sudahlah tidak perlu malu seperti itu"

"A-aku tidak malu" ucapku terbata

"Kalau tidak malu kenapa pipimu memerah" aku yang mendengarkan perkataannya sontak memegangi pipiku dengan kedua tanganku
"A-apaan sih,jangan menggodaku" ucapku sambil beranjak dari tempat dudukku

Namun pergerakanku terhenti saat kurasakan sebuah tangan besar menahan pergelangan tanganku dan menarikku kembali duduk

"Jangan pergi" ucapnya yang suksek membuatku kaget

"Eh"

"Jangan pergi aku tidak akan menggodamu lagi kok, aku janji dan aku" ucapnya menggantungkan perkataannya "aku ingin meminta maaf padamu karena perbuatanku waktu itu yang...menyebutmu...monster" ucapnya terbata-bata.

Aku terkejut mendengarkan permintaan maafnya yang terbilang cukup tulus itu, karena aku melihat rasa bersalah dimatanya "aku sudah memaafkanmu" dan tanpa aku komando satu kalimat itu lolos dari mulutku

Dia tersenyum mendengarkan ucapanku "benarkah, jadi kamu sudah memaafkanku?" tanyanya antusias, aku hanya bisa menganggukkan kepalaku "jadi mulai sekarang kita berteman?" tanyanya lagi dan lagi lagi aku hanya bisa menganggukkan kepalaku.

Senyumnya semakin lebar dan tanpa aku duga dia segera memelukku yang sukses membuatku terdiam.

"Terima kasih, terima kasih Runa mulai sekarang aku akan mejadi temanmu yang baik aku janji" ucapnya disamping kupingku yang masih memeluk tubuhku.

Ehem suara deheman melepaskan acara pelukan kami "ayah" ucapku kaget

"Sekarang, apa kalian sedang terpeleset atau kalian sedang terpeleset dan jatuh" kata ayah sambil menaik turunkan alisnya

"Ih ayah apaan sih!" ucapku malu dan segera pergi meninggalkan mereka berdua.

Sejak hari itu aku dan pem- eh maksutku Alex semakin dekat dan akrab, Alex adalah pemuda yang baik , dia selalu membantuku dan ayah mengurus kebun.

Dia selalu membuatku tertawa dengan semua candaannya dan itu membuatku merasakan bagaimana mempunyai seorang teman, karena dari kecil aku tidak pernah memiliki seorang teman. Bahkan tidak untuk menjadi teman semua orang yang melihatku selalu menghindariku.

Untung saja ada ayah yang selalu ada untukku, dia bukan saja menjadi ayah melainkan menjadi teman sekaligus ibu bagiku.

Ibu..
Entah seperti apa wajahnya,bahkan namanya saja aku tidak tahu. Pernah aku menanyakan soal ibu kepada ayah tapi ayah selalu menjawab "meskipun ibu tidak ada disini tapi ibu ada disini, dihati kita" itu yang selalu ayah katakan padaku, ingin rasanya aku menanyakannya lagi tapi.... Aku tidak tega melihat pancaran kesedihan dimata ayah, itu pasti menyakiti hatinya. Sejak saat itu aku tidak pernah menanyakannya lagi, bagiku keberadaan ayah disampingku sudah lebih dari cukup.

Aku sangat sangat menyayangi ayah.

"Hei" ucapan itu sontak membuatku terbangun dari badai kesedihanku, kudongakkan kepalaku dan kudapati Alex yang sudah berada didepanku dengan keringat yang bercucuran setelah membersihkan kebun

"Apa?" tanyaku dengan menyodorkan handuk untuk menyeka keringatnya

"Kenapa melamun? Apa ada masalah?" tanyanya sambil menyeka keringatnya dengan handuk pemberianku dan mengambil tempat dibangku sampingku.

"Aku tidak melamun"

"Bohong, dari tadi aku melihatmu hanya diam dan tidak melakukan apapun bahkan kau tidak membantuku" aku hanya mendengus mendengatkan perkataannyaa "ada apa? Apa yang kau pikirkan? Kau bisa membaginya denganku"

"Tidak ada"

"Ayolah kita sekarang kan teman, kau bisa membagi semua masalahmu denganku"

Aku terdiam memikirkan perkataan Alex, ada benarnya juga mungkin setelah aku menceritakan semua bebanku aku akan sedikit lega, kuberanikan membuka suaraku "ibu"

Satu kata yang memiliki berjuta makna, satu kata yang sukses membuatku menangis jika memikirkannya saja. Tanpa kusadari satu tetes air mata lolos dari pelupuk mataku.

"Hei ada apa? Kenapa kau menangis"

"Eh, aku tidak apa-apa, maaf karena sudah menangis didepanmu"

"Menangislah jika itu membuatmu tenang" katanya yang sukses membuat tangisku semakin pecah, dia mengelus punggungku untuk sekedar menenangkanku "sekarang, kau bisa menceritakan semuanya" katanya setelah aku sedikit tenang.

Aku menceritakan semua kegundahanku selama ini mengenai ibuku dan Alex mendengarkannya dengan baik tanpa sekalipun memotong ceritaku "sudahlah mungkin itu yang terbaik untukmu dan ayahmu"

Perkataan Alex benar, itu mungkin takdir yang moongodness berikan kepadaku "kau benar" ucapku seperti mendapatkan semangat kembali dalam hidupku, kusunggingkan senyuman sebagai balasan perkataan Alex dan diapun membalasnya.

sore hari yang cerah aku habiskan bersama Alex dengan canda dan tawa yang menyertai kami.
Akhirnya hubunganku dengan dia menjadi baik.

Gin ōkami  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang