Chapter Tiga

245 11 0
                                    

"Ayana, gue cariin lo malah disini" Teriak Ayani.
"Liat deh, mataharinya udah mau tenggelem. Indah kan?" Katanya sembari menunjuk ke arah langit.
"Lo nggak bosen apa liatin sunset terus?"
"Kenapa harus bosen? Nggak ada kata bosen di kamus gue"
"Sama kayak perasaan lo?"
"Maksudnya?"
"Lo masih suka sama Raka?"
"Percuma"
"Kenapa?"
"Gue nggak punya waktu lama lagi buat hidup. Percuma aja kalau gue menyukai seseorang, ntar gue bakalan mati duluan"
"Ayana, lo nggak boleh ngomong gitu. Lo pasti sembuh. Dia juga udah gue suruh buat jagain lo, saat gue lagi sibuk dengan urusan mading"
"Makasih Ayani. Lo salah satu alasan gue kenapa gue ingin tetap hidup"
"Dan lo juga alasan untuk jangan pernah ninggalin gue. Besok lo harus kemo. Tapi maaf gue nggak bisa nemenin"
"Gue ngerti. Gue paham kok"

Keesokan harinya...
Ayana tak masuk sekolah. Dia mulai mau untuk melakukan kemoterapi. Setelah kemarin ia hampir drop dan ngalami koma.

Nyatanya Tuhan masih sayang sama lo Ayana. Tuhan cuma ingin lo tegar saat menghadapi ujian dari-Nya.

Ayani pun terus bergulat pada tugasnya. Kali ini ia mengerjakannya di kantin. Bersama dengan Ririn, Adel, Ilham dan Ryo. Selain mencari suasana baru, ia juga dapat langung mengisi perutnya yang terkuras habis karena berfikir.
Tak berapa lama segerombolan Vena and the genk pun datang mengusik.

"Wow, Ayani.. Sok sibuk banget sih lo. Oh ya, gimana saudara kembar lo? Apa udah mati? Syukur deh kalau gitu,gue berharap aja dia nggak selamat"
"Heh, jaga bicara lo. Mulut lo nggk pernah lo urus ya? Pantesan busuk, sama kayak orangnya"
"Kurang ajar"

Sebuah tamparan pun hampir melesat ke pipi kanan Ayani.

"Sekali aja lo nyakitin Ayani, gue nggk akan segan-segan buat perhitungan ke lo"
"Kali ini lo bisa lepas dari gue, tapi ingat akan ada yang lebih dari ini"
"Lo nggk papa?"
"Nggak papa kok. Thanks ya"
Ayani pun langsung bergegas pergi dari hadapan Raka.

Ada jarak di antara kita. Sangat terlihat jelas. Kenapa Ayani?

Ayani pun berjalan melewati lapangan basket. Ia terus memikirkan sesuatu. Entah perasaan apa yang terus menghantui pikirannya. Selain tugasnya di mading, ia juga memikirkan Raka. Cowok kemarin malam yang membuatnya harus menjauh.

"Aww.." jerit Ayani. Tanpa sadar kepala nya terkena bola basket.
"Heh, bisa main basket nggak sih?"
"Kenapa? Lo sewot? Salah sendiri nggak liat kalo jalan"
"Suka-suka gue dong"
"Jangan salahkan kalo lo kena lemparan bola gue"

Namanya Angga. Angga Ryo Herawan. Dia captain basket di sekolah. Anaknya agak songgong dan ya, dia femous diantara kaum hawa. Tapi bukan gue yang tertarik sama dia. Sebut saja Vena, dia salah satu secret admirer nya Angga. Namun sayang meski dia banyak yang mengidolakan, tetep aja dia kalah hati sama gue.

Terakhir dia menjalin hubungan dengan Allea. Namun karena kecelakaan Allea pun meninggal dan itu menjadi faktor utama keterpurukan dalam hidupnya. Selebihnya gue nggak tahu dan gue nggak peduli.

Untung hari ini nggak ada full day, otomatis waktu buat ngerjain majalah dan mading bisa cepet selesai. Tak berapa lama Bu Indri pun menghampiri ku ke ruang redaksi.
"Siang Ayani, bagaimana pekerjaan mu hari ini?"
"Hampir selesai Bu, tinggal masuk lay out sama Ilham."
"Baguslah. Apakah ada kendala yang bisa ibu bantu?"
"Ehhmm.. Ndak ada sih bu, cuman saya bingung harus memasukkan Ekskul yang mana"
"Oh begitu, bagimana kalau ekskul basket? Apalagi minggu depan akan ada pertandingan basket antar SMA yang lain. Kamu bisa mewancarai mereka sebagai bahan artikel mading. Bagaimana?"
"Hhmbb.. Baiklah Bu"

Berarti mau nggak mau gue harus mewancarai captain yang songgong itu. Mau taruh dimana muka gue. gue aja males ketemu sama dia.
Okey.. demi mading, gue lakukan tantangan terbesar yang harus gue hadepin.

Sunset TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang