Chapter Enam

189 12 0
                                    

Hari ini adalah hari bersejarah buat Ayani. Karena majalah sekolah akan dipublikasikan hari ini juga. Suatu kebanggan tersendiri baginya untuk menyambut tulisannya yang terpampang dalam majalah.

Meski tak bekerja seorang diri, namun ia tetap bangga bisa menjadi ketua majalah yang bisa konsisten untuk tetap mempertahankan eksistensisnya dalam hal menulis.

Pujian dan sanjungan dari para guru tak membuatnya harus lupa diri. Ia sadar akan pentingnya usaha dan kerja keras. Karena hasil yang baik tak akan pernah mengkhianati proses.

"Selamat ya Ayani. Gue suka sama artikel lo. Nggak salah lo wawancarain gue kemarin" Daniel terlihat amat suka akan mejalah edisi tahun ini. Apalagi artikel mengenai dirinya dan pemain basket yang lain.
"Hahaha.. iya makasih"
"Ayani lo berhasil. Lo bisa wawancarain Angga hanya dengan tanding basket dan lo ngalahin tuh anak"
"Bukan apa-apa. Dia sebenernya jago kok, cuma kalah cepet aja sama gue"
"Apapun itu. Gue bangga sama lo"
"Gue juga bangga sama lo Ayana"

Semua pun mengucapkan selamat pada Ayani.
Tanpa terkecuali. Raka pun juga mengucapkan hal itu, meski ia ragu.

Gue seneng temen-temen bisa memberikan apresiasi lebih buat majalah ini. Edisi ini akan gue jadiin acuan buat lebih baik lagi.

Ayani melihatnya. Dia akan kemari. Dia? Siapa lagi kalau bukan Angga.

"Maksud lo apa posting kehidupan pribadi gue di mading?"

Nadanya terlihat marah. Ya, memang marah. Suaranya pun nyaring hingga seluruh kantin pun melihat ke arahnya. Kali ini mereka berdualah yang menjadi obyek penglihatan. Aduh, Kumohon ini bukanlah tontonan.

"Maksud lo apa, gue nggak ngerti"
"Jangan sok nggak ngerti. Lo sengaja kan nulis artikel tentang keluarga gue yang cerai. Lo juga nulis tentang jalinan cinta gue yang penuh dramatis dan lo bilang gue terpuruk dengan meninggalnya Allea. Dan sekarang lo puas udah mempublikasikannya di mading? Cara lo norak tahu nggak"

"Angga, gue nggak pernah nulis gitu dan gue nggak megang kunci mading. Semua tugas ada di Ririn"
"Dan lo megang tanggung jawab penuh soal hal ini. Itu yang namanya ketua yang baik?"
"Lo harus percaya sama gue. Meski gue yang nulis tapi gue nggak pernah bahas yang nggak sesuai topik"
"Apa semua artikel lo yang ada di mading nggak cukup sebagai barang bukti?"
"Bisa aja ada orang lain yang ganti artikel gue"
"Jangan bawa orang lain. Ini tanggung jawab lo. Gue nggak nyangka, ternyata ini yang guru-guru sering puji. Sangat mengecewakan"

Angga marah. Sangat marah. Ayani tak tahu harus berbuat apa. Artikel itu telah banyak di baca oleh seluruh siswa. Tanpa sadar Ayani telah mencemarkan nama baik Angga sebagai captain basket. Meski bukan ia yang menulis tapi tanggung jawab terbesar ada di tangannya.

"Lo percaya kan Ayana, Raka bahwa bukan gue yang nulis?"

Ayani terus terisak dalam tangisnya. Keadaan ini benar-benar membuatnya jatuh berkeping-keping.

"Gue percaya sama lo. Lo nggak mungkin ngelakuin hal itu yang malah merugikan diri lo sendiri"
"Terus bagaimana supaya Angga percaya sama gue?"
"Pasti ada hal yang nggak beres disini"
Raka pun mulai curiga akan adanya orang lain yang sengaja menfitnah Ayani.

Rasa percaya itu
kini tak lagi berguna
Tuhan pun tahu bahwa bukan gue yang ngelakuin
Hanya saja keadaanlah yang membuat gue seakan terpojok
Andai kau bisa mengerti
Kumohon percayalah!

Sunset TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang