PROLOG

859 28 4
                                    

Selepas maghrib, kami sekeluarga bergegas melarikan Ayana ke rumah sakit. Kondisinya nampak lemah. Keadaannya menurun secara drastis. Sudah 2 bulan ini, ia tak menjalani kemo. Hari-harinya slalu ia sibukkan dengan melakukan sesuatu. Seolah tak terjadi apa-apa pada dirinya. Padahal selama 2 bulan itu, ia sering jatuh pingsan serta kondisinya yang tidak stabil. Namun ia terus bersikukuh untuk tidak menginjakkan kakinya di rumah sakit.

Ayana memang tipe orang yang keras kepala. Ia tak ingin dikasihani karena penyakitnya. Itu kenapa ia slalu menghindar jika diingatkan untuk melakukan kemo. Alasannya hanya satu ia ingin menjadi wanita normal seperti yang lain. Tak berkecimpung dalam dunia obat yang begitu ia benci. Dan kini ia harus terbaring tak berdaya di kasur rumah sakit.

Suasana ruang UGD nampak ramai. Ada banyak orang yang menginginkan kabar baik dari Dokter. Ibu yang sedari tadi bersimbah butiran bening tak kuasa melihat putrinya harus menanggung beban ini. Sedangkan ayah nampak cemas, beliau terus berkomat kamit memanjatkan doa bagi kesembuhan Ayana.

Raka juga turut hadir dalam keadaan pilu tersebut. Suasana hening, keadaan memecah menjadi tangisan, kecemasan dan rasa takut.

Selang tak berapa lama Dokter pun keluar.
Sejuta pertanyaan pun kami lontarkan untuk mengetahui kondisinya.
"Bagaimana dengan anak saya Dok?"
"Ia mengalami koma. Kita berdoa saja semoga putri bapak dapat melewati masa komanya"
Semua pun kembali terisak. Berusaha mencerna kembali apa yang Dokter katakan.
KOMA. Ya, tapi Entah sampai kapan.

"Kumohon Ayana bangunlah. Lo pasti bisa melewati ini semua. Percayalah! Lo akan sembuh. Kita akan terus melihat indahnya sunset di setiap sore. Selamanya..."

Di balkon rumah sakit, Ayani terus menatap ke arah langit. Berharap bintang-bintang yang hadir dapat menenagkan hatinya yang pilu. Namun sama saja, kesedihannya tak bisa Terelakkan. Terbesit di benaknya akan canda tawa Ayana yang slalu hadir dalam ingatannya.
Sunset kemarin sore adalah saksi bisu bahwa Ayana hampir melihatnya sebanyak 12 kali.
Hanya itu yang Ayani tahu, selebihnya biarlah waktu yang membuat dia bahagia.

"Gue yakin, Ayana pasti bisa ngelawatin ini semua"
"Bahkan gue berharap lebih akan kesembuhannya"
Gue tahu itu pasti suara Raka, tanpa gue harus liat ke arahnya.
"Lo jangan sedih Ayani, di dalam sana saudara kembar lo lagi berjuang. Kalo Ayana kuat, lo harus lebih kuat dan tegar. Tuhan udah ngatur yang terbaik buat Ayana"
"Gue tahu. Nggak seharusnya gue begini. Maafkan gue Ayana" Ayani pun bersandar di bahu sahabatnya. Sandaran bahwa Ayani harus kuat.

Cepet sembuh Ayana.

Sunset TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang