Chapter Empat

220 12 0
                                    

Ayani pun merebahkan tubuhnya di kasur. Udara siang yang panas di tambah dengan Angga yang akan menjadi obyek wawancaranya kali ini.

Hufft.. Terasa sangat melelahkan!

"Lo kenapa kayak bete gitu?"
"Gimana gue nggak bete, gue bakalan wawacarain Angga"
"Angga, captain basket sekolah?"
"He em"
Ayana tertawa. Entah apa yang lucu. Sedari tadi Ayani slalu kesel kalau denger nama cowok itu.
"Hahahaha... oke-oke gue bisa paham kok. Semangat buat wawancaranya"
"Ihh.. Ayana!"
Ayana pun keluar dari kamar. Tinggal Ayani yang akan berkelana ke dalam mimpi yang indah. Apalagi kalau bukan tidur.

"Ayani, turun nak"
Dari bawah ibu memanggilku dengan suara nyaring dan terdengar sangat panik. Ayani pun bergegas turun ke bawah.

Dan ternyata benar Ayana jatuh pingsan. Kami pun segera membawanya ke Rumah Sakit.
"Bagimana dengan anak saya Dok?"
"Kanker otak yang dialaminya telah menjalar ke syaraf yang lain. Kemungkinan anak ibu akan mengalami kelumpuhan"
"Apa? Lumpuh?"

Ibu seakan lemas melihat anaknya harus menderita seperi ini. Ayani tak kuasa melihat saudara kembarnya harus berjuang dengan kanker yang dideritanya.

"Gimana dengan Ayana?"
Raka pun datang bersama dengan Ayah. Ayah pun langsung memeluk ibu sembari menenagkannya.
"Ayana lumpuh Ka" Ayani terus terisak.
"Lumpuh?" Raka seakan tak percaya, namun ia berusaha untuk menerima bahwa memang ini kenyataannya.
"Kenapa bukan gue aja yang sakit? Kenapa harus Ayana"
"Udah Ayani, Tuhan lebih tahu apa yang pantas buat Ayana"

3 hari kemudian...
Ayana tak masuk sekolah. Waktunya ia habiskan dengan berdiam diri di balkon rumah. Setiap sore ia selalu mengadu pada sunset yang amat dikaguminya. Dia terus memandang ke arah langit, dia berharap ada bidadari yang memberikannya sayap dan ia terbang. Terbang bersama segerombolan burung yang mengajaknya melintasi sunset.
Melihatnya jauh lebih dekat bahkan amat dekat.

Sungguh aku sangat merindukan mu, percayalah!

"Gue takut Ayani, gue takut"
"Apa yang membuat lo takut?"
"Gue takut kalau nggak bisa lihat sunset lagi. Sekarang Tuhan udah ngambil kaki gue dengan cara lumpuh. Bisa-bisa aja mata gue juga di ambil"
"Jangan bicara seperti itu Ayana. Tuhan tahu apa yang terbaik buat lo, selamanya lo akan tetep lihat indahnya sunset tiap sore. Percayalah, sunset sendiri nggak akan berpaling meski lo buta sekalipun, dia akan tetep nemenin lo di setiap waktu yang lo punya. Bahkan selamanya"

Tak berapa lama Raka pun datang, sengaja gue suruh dia datang buat nemenin Ayana.

Lo nggak akan sendiri Ayana, selalu ada Raka sebagai sunset terindah yang lo punya. Meski hati ini harus mengalah, Meski hati ini selalu hancur berkeping-keping. Karena bagi gue Raka akan tetap menjadi sunset yang nggak akan pernah tergantikan. Dihati lo...

Sunset TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang