SATU

22.3K 1.3K 66
                                    

Laras menyeka peluh di dahinya. Akhirnya selesai juga pekerjaannya hari ini. Semua baju keluarga Bu Dira sudah terlipat dan tersusun rapi di meja di dekatnya. Setelah berpamitan pada majikannya, ia bergegas menuju restoran cepat saji tempatnya bekerja paruh waktu selama dua tahun belakangan.

Jarak rumah Bu Dira dengan restoran cepat saji lumayan dekat, hanya sekitar lima belas menit jika ditempuh dengan mengayuh sepeda. Peluh yang bercucuran di wajah dan tengkuknya tersapu angin, membuatnya sedikit sejuk, sementara rambut lurus panjangnya yang diikat berkibar-kibar di belakangnya. Selama melewati rumah-rumah besar di kanan-kirinya, tanpa sadar pikiran Laras mengembara. Ia teringat pada adik-adik dan keponakannya yang setiap hari menunggu kepulangannya dengan gembira, dengan atau tanpa oleh-oleh makanan yang dibawanya.

Laras menggigit bibirnya. Semangat, Laras, kamu pasti bisa!

🍂🍂🍂

"Laras!"

Saat memarkirkan sepedanya, Laras mendengar namanya dipanggil. Dan, suara itu tidak asing di telinganya. Begitu menoleh, ia mendapati teman semasa SMA dulu, Gary si playboy. "Gary?"

Pria yang memakai kemeja abu-abu lengan pendek dan celana bahan hitam itu tersenyum lebar pada Laras. "Ternyata benar dugaanku, kamu Laras. Apa kabar?" Gary menghampirinya, lalu segera menjabat tangannya.

"Aku baik. Kamu?"

"Sangat baik. Kebetulan sekali kita bertemu. Aku——"

Dengan cepat Laras memotong, "Aku senang bertemu denganmu, Gar, tapi aku harus segera berganti baju dan bekerja." Laras menunjuk restoran cepat saji di depan mereka.

Senyum tidak lepas dari wajah pria tampan itu. Ia berdeham. "Ah, ya, aku tahu itu."

Laras mengerutkan keningnya. "Tahu?"

Gary menepuk bahunya. "Sebenarnya... aku tahu semua hal tentangmu, Laras. Pulang kerja nanti siang, aku menunggumu di cafe seberang jalan, ya. Meja dekat jendela yang menghadap kolam ikan."

"Tapi——"

"Cuma sebentar, jadi kamu bisa segera pergi ke toko bunga tempat kerjamu yang berikutnya."

Baru saja Laras akan menyahut, Gary langsung bergegas pergi meninggalkan parkiran. Laras teringat akan pekerjaan yang menantinya, lalu buru-buru memasuki restoran melalui pintu belakang.

Laras setengah melamun saat sedang mengiris bawang bombai, tapi karena sudah terbiasa, ia tidak khawatir jarinya akan terpotong pisau. Ia memikirkan perkataan Gary, pria yang sudah tidak pernah ditemuinya sejak mereka lulus SMA empat tahun yang lalu.

Sepertinya Gary sudah lulus kuliah dan bekerja di kantor yang nyaman dengan gaji lumayan atau... besar. Laras menggelengkan kepala, membuang jauh-jauh rasa irinya.

Gadis itu teringat perkataan Gary, bahwa pria itu mengetahui semua hal tentang dirinya, termasuk pekerjaannya. Bagaimana bisa? Ia harus mengetahui jawabannya, segera. Tetapi pertama-tama ia harus memusatkan pikiran pada pekerjaannya saat ini jika tidak ingin dipecat.

🍂🍂🍂

Menjelang pukul tiga, Laras memasuki cafe tempat Gary sudah menunggunya. Pria itu tengah mengisap rokok, dengan secangkir kopi di depannya. Dan, sepertinya pria itu telah memesankannya segelas es jeruk. Laras duduk setelah dipersilakan oleh teman SMA-nya itu.

"Minum dulu, Laras."

Laras yang memang merasa haus, segera meminum es jeruk yang langsung menyegarkan tenggorokannya. Ia tidak bermaksud menghabiskannya, tetapi itulah yang terjadi, membuat Gary mengulum senyum.

LARASATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang