SEPULUH

12.8K 1K 58
                                    

Pernikahan berjalan dengan lancar, Laras merasa sangat bahagia melihat senyum di wajah ibu, adik-adik, serta keponakannya. Mereka mendoakan Laras dengan linangan air mata dan senyum haru. Ia telah berhasil membuat ibunya terlepas dari penderitaan ekonomi yang menjerat keluarga mereka selama ini meskipun ia harus mengorbankan dirinya sendiri. Walaupun demikian, jauh di dalam lubuk hati ia merasakan setitik kebahagiaan bisa bersanding dengan pria seperti Kaisar yang baik dan hangat.

Dalam suasana bahagia ini, Laras baru menyadari bahwa pepohonan rindang, tanaman mawar dan bunga-bunga lain yang tumbuh indah di sekitarnya, nyaris seperti pemandangan dalam mimpinya, bedanya dalam kenyataan ada pita-pita kain panjang berwarna putih, merah muda, dan cokelat keemasaan yang membentang dari pohon ke pohon, serta lampu-lampu kecil dengan warna keemasan yang menerangi sore ini.

🍃🍁🍂


Malam pertamanya tidak berjalan dengan sukses karena Laras sedang kedatangan tamu bulanan, jadi terpaksa harus tertunda. Namun, Kaisar tetap ingin bermesraan dengannya.

"Tapi aku sedang..." protes Laras menggeleng mantap.

"Hanya sebatas cium," bujuk pria itu yang kini telah bertelanjang dada, hanya mengenakan celana panjang piama biru gelapnya.

Laras mengagumi tubuh pria itu yang terlihat kencang dengan perut rata berotot  tanpa lemak seperti yang sering dilihatnya dalam film-film action. Kulitnya yang gelap membuat pria itu tampak jantan dan memesona, dan Laras berusaha keras menahan kedua tangannya agar tidak bergerak menyentuhnya untuk memuaskan rasa penasarannya. Gadis itu menatap Kaisar dengan jantung berderap cepat. "Aku merasa tidak nyaman...."

"Kamu tega membiarkan aku tersiksa di malam pertama?"

Pipi Laras merona. Kenapa pria ini begitu memaksa? Padahal dirinya sudah sangat senang dan lega karena sedang haid, jadi tidak perlu melayani pria itu. Ternyata ia salah, suaminya tetap meminta haknya. Laras menarik napas panjang lalu mengembuskannya perlahan. "Baiklah..." sebelum ucapannya selesai, Kaisar langsung menerjang dan membawanya ke tempat tidur berseprai putih untuk berbaring miring berhadap-hadapan. "Kai!" protesnya terkejut.

Bibir Kaisar langsung tertuju pada bibir istrinya, melumatnya dengan cepat namun lembut. Memagut, menjilat, dan menggigiti sepasang bibir merah delima istrinya. Kedua tangan kokoh yang semula mengusap-usap punggungnya, kini beralih meremas sepasang payudara itu dari luar daster hitam berbahan tipis dan lembut dengan renda di bagian dada dan tepi roknya——kado pernikahan dari Amelia yang wajib dikenakan oleh Laras, jika tidak, Amelia akan marah padanya seumur hidup.

Pikiran Laras kacau balau sementara mulut mereka bertautan dan payudaranya diremas-remas oleh suaminya. Jantungnya berdebar liar. Rasa nikmat yang menjalari sepasang payudaranya sedikit banyak memupus rasa terhina dan benci saat Akash melecehkannya tempo hari.

Lalu tangan pria itu turun untuk menyingkap daster selututnya, menariknya ke atas dan meloloskannya melalui kepalanya dengan tidak sabar. Kini tangan panas Kaisar meraba-raba leher, bahu, lengan, dan perut ratanya yang tidak tertutupi kain, membuat Laras geli dan berusaha menyingkirkan tangan pria itu. Ia juga ingin menyentuh Kaisar, tetapi rasa malu menahannya.

Kaisar melepaskan pagutan bibir mereka. Ia bangkit melewati bahu istrinya untuk melepaskan kaitan bra di punggungnya, dan Laras dapat menghirup aroma pria itu yang membuat bagian bawah tubuhnya berdenyut. Laras terkesiap saat bra-nya melonggar dan direnggut Kaisar, mempertontonkan sepasang gundukan kenyal dengan puting merah muda tegak yang seolah menantang suaminya. "Laras...." suara pria itu terdengar jauh.

Laras membuka mata dan mendapati sepasang mata cokelat suaminya tertuju pada payudaranya, mempercepat denyut jantung Laras. Gadis itu berusaha keras menormalkan napasnya, tetapi tidak bisa. Payudaranya naik-turun dengan cepat, membuat pria yang tengah membungkuk di atasnya itu sedikit menyeringai.

LARASATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang