DELAPAN

10.9K 1.1K 49
                                    

Lagi-lagi pagi ini Kaisar mengejutkan Laras, pria itu tiba-tiba bertandang ke rumahnya saat Laras sedang menjemur pakaian, Srikandi membuat kue-kue untuk dijual di warung-warung, Amelia dan Titi membuat sarapan, serta Srijati yang tengah menyapu halaman——sementara Lea dan Satrio masih terlelap di tempat tidur. Tapi kali ini, Kaisar ingin bertemu dengan Srikandi demi menyampaikan niat baiknya untuk melamar Laras besok malam. Srikandi menyambutnya dengan baik, tetapi ia bingung karena rumahnya sempit dan penampilannya hampir seperti gubuk——dengan lantai semen dan dinding batako berlapis semen——meskipun rapi dan terawat.

"Ibu tidak perlu khawatir, nanti yang datang menemani hanya ayah dan ibu saya, kedua adik saya, dan paman saya. Ibu juga nanti tidak perlu repot-repot menyiapkan makanan."

"Tidak bisa begitu, Nak Kai. Tamu akan datang, tentu saja kami akan menyiapkan makanan, meskipun secara sederhana, tidak apa-apa kan? Tapi... memangnya orangtua Nak Kai sudah setuju kalau Nak Kai menikah dengan Laras?" Srikandi tampak khawatir. "Jangan-jangan Nak Kai belum menceritakan kondisi Laras...."

Kaisar yang tampak sangat mewah di ruang tamu beralaskan tikar, tersenyum tulus memperlihatkan lesung pipinya. "Orangtua saya sudah setuju, sangat setuju malah. Tenang saja, Bu, mereka sudah mengetahui keadaan Laras," terangnya.

"Begitu?"

Kaisar mengangguk mantap. "Baiklah, kalau begitu saya pamit dulu, Bu, Laras." Kaisar mencium tangan Srikandi. Ia agak membungkuk saat melewati palang pintu, membuat Laras menyimpan senyum.

Laras mengantar pria itu hingga pagar.

"Hari ini kamu tidak usah masuk kerja ke restoran dan toko bunga, ya, biar nanti aku yang menghubungi bosmu."

"Apa? Kena——"

"Kita berdua akan membeli pakaian untukmu dan keluargamu untuk acara besok. Jangan menolak," potong Kaisar cepat. "Setelah bekerja dari rumah Bu Dira, langsung pulang, ya, nanti kujemput."

Laras menghela napas. Ia tidak ingin berdebat.

🍂🍃🍁

Kaisar mengajaknya ke sebuah butik yang membuat Laras melongo melihat harga-harganya. Ia menolak dan mengajak Kaisar untuk berbelanja di tempat lain, tetapi pria itu bersikeras.

"Ini butik terbaik, Laras."

"Tidak, harganya terlalu mahal, aku tidak mau. Kita belanja di tempat lain atau kita tidak jadi beli sama sekali!" ancam Laras.

Kaisar menyerah dan akhirnya mengikuti kemauan Laras untuk berbelanja di pasar. Tentu saja, penampilan Kaisar membuat orang-orang menatap terpesona padanya meskipun pria ini hanya mengenakan kemeja lengan pendek berwarna biru gelap dan jeans. Ia tinggi dan memukau. Anehnya, pria itu sama sekali tidak protes dengan kondisi pasar yang ramai berdesak-desakkan dan jalanan yang becek serta kotor.

Setelah mengunjungi beberapa toko untuk membeli pakaian Laras dan keluarganya, mereka langsung kembali ke mobil karena bujukan Kaisar.

"Kenapa tampangmu kusut begitu? Tidak suka pasar, ya? Kapok?" goda Laras.

"Ya," jawab Kaisar dengan wajah merah padam, tampak kesal. Ia menatap Laras tajam. "Lain kali jangan ke situ lagi. Aku tidak mau ada tangan-tangan yang menggerayangi tubuhku lagi!"

Laras membekap mulutnya, terkejut. Ia menahan tawanya. "Serius? Memangnya kamu digera——"

Kaisar menarik tangan Laras dari mulut gadis itu lantas mencium bibirnya cepat. "Aku malas mengatakan hal ini padamu, tapi terpaksa. Mereka mengusap bokong dan dadaku, aneh sekali! Jika mereka bukan wanita, sudah kuhajar!" geramnya.

LARASATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang