ENAM

10.5K 1.1K 119
                                    

Laras membelalak saat tiba-tiba saja bibir Kaisar telah menempel di bibirnya, tidak, bukan sekadar menempel seperti ciuman sebelumnya, tidak juga singkat seperti ciuman pertamanya. Kali ini, mulut Kaisar melumatnya, gigi dan lidah pria itu juga ikut bermain. Meskipun telah sekuat tenaga meronta, Laras tidak bisa menghindari ciuman pria ini, apalagi melepaskan diri. Kedua tangan pria ini mencengkeram wajah Laras dengan kuat.

Gary melihat mereka! Wanita berdada besar itu melihat mereka! Begitu juga semua pengunjung bioskop! Air mata Laras merebak karena rasa sedih dan malu yang merambati sekujur tubuhnya dengan cepat.

Saat akhirnya pria itu melepaskan mulutnya dan melonggarkan pegangannya, air mata telah membanjiri wajah polos Laras, sementara suara sorak-sorai dan tepuk tangan menggema di sekelilingnya. Di hadapannya, raut wajah Kaisar tampak puas dan senang. Tanpa berpikir dua kali, Laras menampar pipi Kaisar dengan kedua tangannya, nyaring. Setelah itu tanpa menoleh pada Gary, ia membalikkan tubuhnya, berlari menembus keramaian.

"Laras!"

Entah siapa yang memanggilnya, tidak ia hiraukan. Ia benar-benar marah pada Kaisar, emosinya memuncak. Saat Laras sampai di luar bioskop, seseorang menarik lengannya, namun ditepisnya kasar.

"Laras, kamu mau ke mana?"

Gary! Laras tidak menjawab ataupun menghentikan langkahnya. Ia menyeka air matanya, malu pada Gary. Sekali lagi, Gary menarik lengannya, kali ini berhasil menghentikan langkahnya. Pria itu langsung memeluk Laras, menyembunyikan wajah basah gadis itu.

"Kamu mau ke mana? Hari sudah malam. Kai akan mengantarmu pulang."

Laras mendorong Gary. Ia menunduk. "Aku bisa pulang sendiri."

"Kai menunggu di mobil. Kuantar ke sana."

"Tidak!" geram Laras.

"Aku tidak bisa mengantarmu pulang karena aku bersama temanku. Lagi pula sepedamu ada di mobil Kai."

Wanita berdada besar itu! Teringat itu, Laras semakin kesal. "Jangan pedulikan aku, urus saja wanitamu. Aku bukan perempuan lemah yang mudah tersesat. Bilang pada Kai, antarkan sepedaku ke rumah." Laras melewati Gary dan kembali melangkah cepat, membaur dengan keramaian pengunjung mall.

🍁🍃🍂

Malam itu Laras bermimpi buruk. Kaisar menciumi bibirnya dan tidak mau melepasnya. Bibir mereka bertaut sementara aroma napas pria itu yang harum menyelubunginya. Lalu ia terbangun saat seseorang mengguncang tubuhnya.

"Kak Laras!"

Air mata menggenangi mata Laras. "Sri?"

"Kakak baik-baik saja? Dari tadi mengigau."

Napas Laras terengah-engah. "Cuma mimpi buruk. Jam berapa, Sri?"

"Jam enam, Kak."

"Apa?" Laras buru-buru bangkit duduk. "Kenapa tidak membangunkan Kakak? Kakak belum mencuci dan menjemur baju!"

"Kata Ibu jangan ada yang membangunkan Kakak, karena sepertinya Kakak semalam kelelahan. Sri sudah mencuci dan menjemur baju dibantu Lea. Ayo kita sarapan, Kak. Sebelum ke rumah Bu Dira, Kakak harus sarapan dulu."

"Iya. Terima kasih, Sri."

Laras sangat kesal karena Kaisar mengganggunya dalam tidur. Jika bertemu nanti, ia janji takkan memedulikan pria itu!

Akan tetapi, malamnya sepulang kerja, pria itu tidak menampakkan batang hidungnya. Garylah yang mendatanginya dengan sebuket mawar merah. "Ini dari Kai, sebagai permintaan maaf."

LARASATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang