TUJUH

10.2K 1.1K 71
                                    

Laras tidak merobek lembar cek dan kertas berisi nomor ponsel Akash, ia malah memasukkannya ke dalam tas. Bukan ia bermaksud mencairkan cek itu, melainkan untuk mengingatkannya bahwa pria seperti Akash tidak lebih dari seorang pecundang. Ia tidak boleh membiarkan Akash melukai dirinya lagi atau mungkin... keluarganya.

"Sudah berapa lama kamu menjadi simpanan Akash?"

Pertanyaan itu berasal dari Alexa yang kini tengah menatapnya dengan galak. Saat ini mereka tengah berganti baju, hanya berdua. Membuat Laras menelan ludah. Ia ingin sekali menampar mulut gadis berparas cantik itu, tetapi ia ingat, berkat gadis itu, ia selamat dari Akash tadi. Keduanya memang tidak begitu dekat, tetapi juga tidak bermusuhan. Dan, Laras tidak ingin hanya gara-gara Akash, mereka jadi bermusuhan.

"Aku bukan simpanan pria pecundang itu," jawab Laras tegas.

"Mataku tidak buta."

Laras mengenakan kaus merah jambunya. "Dia tadi sedang mengancamku agar aku menjauhi kakaknya, dia tidak ingin kakaknya menikah dengan perempuan seperti aku... dari kalangan yang kurang mampu." 

Sinar mata Alexa melembut, berubah muram malah. Gadis itu mengembuskan napas berat. "Benar, perempuan seperti kita tidak akan pernah cocok bersanding dengan pria kaya."

Laras terdiam. Ia buru-buru mengenakan celana jeans-nya, tidak menghiraukan Alexa yang kini terpaku dan terduduk lemas di kursi kayu panjang. Namun, sebelum berpamitan, ia berkata pada gadis cantik itu, "Jodoh tidak ada yang tahu selain Tuhan, Lexa, tetapi kuharap si pecundang itu bukanlah jodohmu." Saat Alexa masih membisu, Laras mengembuskan napas lantas keluar dari ruangan.

🍂🍃🍁


Laras sengaja mengambil tugas pengiriman bunga ke tempat yang jauh sehingga ia bisa langsung pulang tanpa perlu kembali ke toko bunga. Jadi, Kaisar tidak akan bisa bertemu dengannya malam ini. Namun sayang, saat ia berada di muka gang rumahnya, pria itu tengah menantinya. Laras mengencangkan pegangan pada setang sepeda, bermaksud untuk mengayuh cepat. Tetapi, Kaisar buru-buru menghampiri dan menahan sepedanya.

"Ikut ke mobilku, aku mau bicara."

"Tidak, lepaskan!"

"Please, Ras, sebentar saja."

Laras menurut karena tidak tega melihat raut lelah Kaisar. Mata pria itu juga tampak sendu. Sepeda Laras diparkir di dekat mobil——dijaga Pak Ren sang sopir——sementara gadis itu dan Kaisar masuk ke dalamnya. Dingin AC dan wangi jeruk yang terkuar dari pengharum mobil menyambut keduanya.

"Laras, tolong maafkan aku, dan menikahlah denganku."

Laras duduk di tepi, menempel pada pintu mobil, karena tidak ingin terlalu dekat dengan Kaisar. Ia menunduk dan kedua tangannya mengepal di pangkuan. "Aku... menyukai pria lain."

Lama Kaisar tidak bersuara. Hanya napas mereka berdua yang terdengar.

"Aku tidak bercanda——" Laras mengangkat wajah untuk meyakinkan Kaisar, dan betapa terkejut dirinya kala melihat raut wajah Kaisar saat ini: seolah awan gelap menyelubunginya. Kata-kata Laras menggantung.

"Maksudmu... Gary?" tanyanya dengan suara yang belum pernah Laras dengar sebelumnya.

Laras tidak berani mengangguk ataupun menggeleng. Ia ingin mengalihkan tatapannya dari Kaisar, namun tidak bisa, seolah mata pria itu memiliki magnet.

"Aku tahu, pasti Gary. Dia bilang kalian cukup dekat saat SMA." Sekarang suara pria itu sudah berubah normal lagi. Senyum juga terukir di bibir pria itu walaupun tidak mencapai sepasang mata cokelatnya. "Gary itu mempunyai banyak kekasih, dan jika kamu bersamanya, kamu tidak akan bahagia. Yah, itu bukan urusanku sebetulnya. Begini saja, kamu bebas mencintai Gary setelah kamu melahirkan anak kita nanti, tapi sebelum itu terjadi, kamu harus setia padaku. Jangan marah, tapi kurasa Gary lebih menyukai wanita matang yang telah memiliki pasangan atau... janda. Itu yang kutahu tentang sepupu playboy-ku itu. Kamu tidak harus percaya padaku, tapi kamu bisa melihat bukti-buktinya setelah kamu bergabung menjadi bagian dari keluargaku. Bagaimana?"

Darah seolah surut dari wajah Laras setelah ia mendengar penawaran Kaisar. Pria ini telah menghina harga dirinya, dan telah menjelek-jelekkan sepupunya sendiri. Hati Laras berdenyut sakit. Kenapa begitu sulit berlari dari pria tampan tapi menyebalkan ini? Tapi... sedikit banyak Laras termakan omongan Kaisar tentang tipe wanita yang Gary sukai. Benarkah seperti itu? Atau hanya bualan?

Laras memejamkan mata, teringat wanita berdada besar yang menempel pada Gary. Apakah wanita itu masih perawan? Argh, itu bukanlah urusannya!

"Adik-adik dan keponakanmu akan kubiayai hingga perguruan tinggi. Amel tidak perlu bekerja dan bisa kuliah, dan... kamu juga bisa kuliah lagi, Laras." Penawaran Kaisar yang ini menggoda batin Laras, membuat sekujur tubuhnya gemetar.

Napas Laras agak memburu membayangkan kehidupan keluarganya menjadi lebih baik. Jauh lebih baik! Ia berdoa dalam hati semoga air matanya tidak menerjang keluar di hadapan pria kaya ini. Lalu ia teringat Akash. Dadanya terasa panas, ingin sekali ia melihat kejatuhan pria itu. Lalu tanpa pikir panjang, Laras menyetujui pekerjaan yang ditawarkan oleh Kaisar.

Kaisar menarik tangan Laras untuk menjabatnya. Mata cokelat indahnya menatap tajam, tetapi Laras tidak bisa membaca emosinya. "Setelah ini apa pun yang terjadi, kita akan tetap menikah. Kamu harus menikah denganku, Larasati." Kaisar memberi penekanan pada setiap kata-katanya. Kemudian, pria itu menunduk untuk memberinya kecupan ringan di pipi, mengejutkan Laras.

"Tidak boleh ada ciuman sebelum menikah," protes Laras.

Pria itu kini tersenyum, begitu juga sepasang matanya. "Kubilang aku tidak akan melakukannya di depan umum, tetapi jika kita hanya berdua, tidak masalah bukan?"

Wajah Laras menghangat. "Itu masalah besar! Aku mau pulang——" Laras terkesiap saat Kaisar menariknya ke dalam pelukannya. Jantung pria itu terdengar keras dan cepat menghantam telinganya. "Le-lepaskan!"

"Bolehkah aku mencium bibirmu sekarang sebelum kita mengucapkan selamat malam?"

"Tidak!" Wajah Laras kini benar-benar panas, menjalar ke telinga dan lehernya.

"Tapi... aku tidak tahan," ucap pria itu seraya mendorong Laras ke punggung sofa, lalu menunduk dan dengan cepat melumat bibir gadis itu.

Ciuman selembut awan dan semanis cokelat, menggetarkan hati Laras, mempercepat denyut jantungnya, dan seolah-olah Laras memasuki dunia yang dipenuhi dengan bunga-bunga dengan sinar matahari yang cerah. Bibir Laras mulanya hanya diam menikmati pagutan demi pagutan, namun saat lidah pria itu mulai menyelinap masuk di antara celah-celah bibirnya yang terbuka, Laras mendesah, dan bagian bawah tubuhnya berdenyut. Kedua tangannya meremas bagian depan kemeja pria itu, bermaksud mendorongnya. Namun, lembutnya liukan lidah pria itu di dalam membuatnya tidak ingin melepaskan diri. Otaknya tidak bisa berpikir jernih. Hingga akhirnya Kaisar menyudahi ciumannya, napas Laras tersengal, ia masih memejamkan mata dan bersandar pada punggung sofa.

"Kamu menyukai ciumanku yang sekarang?" Suara Kaisar langsung menyadarkannya.

Laras membuka mata, kemudian hendak kabur, tetapi pria itu menahannya. Bibirnya menyunggingkan senyum lembut.

"Maafkan aku soal di bioskop, ya."

"Ya," jawab Laras. Ia tidak bermaksud menjawab seperti itu, tetapi sikap lembut Kaisar meluruhkan kemarahannya.

"Kalau begitu, sampai besok, Wonder Woman, selamat malam."

Sejujurnya lutut Laras masih gemetar akibat ciuman pria itu——sungguh, ia tidak melebih-lebihkannya!——tetapi ia memaksakan diri, tidak ingin terlihat lemah. Setelah membalas salam Kaisar, Laras turun dari mobil, berpamitan pada Pak Ren, lalu bergegas mengayuh sepedanya menyusuri gang menuju rumahnya.

Laras berharap ia tidak menyesali keputusan yang telah ia ambil ini. Ia melakukannya demi keluarganya dan untuk memberi pelajaran pada Akash.

🍁🍃🍂

Malam ini Laras bermimpi indah, ia dan Kaisar berciuman di tengah-tengah hamparan bunga mawar merah, di bawah naungan sebuah pohon tinggi, besar, dengan dedaunan yang lebat.

Emerald, 17 Juli 2017

Sekarang porsi kemunculan Kaisar lumayan banyak kan 😁😁

LARASATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang