Bagian 9

152 25 1
                                    

Aku terbangun ketika cahaya matahari yang muncul dari jendela mengusik kedua mataku. Aku merenggangkan kedua tanganku lalu meraba kasur di sebelahku, ternyata tidak ada siapa –pun. Justin, dia kemana? batinku. Aku bangkit dari tidurku kemudian duduk. Seketika aku tersentak ketika selimut jatuh dari tubuhku, tubuhku tanpa busana! Yatuhan!. Aku langsung menarik selimutnya dan menutupi tubuhku. Pikiranku langsung teringat tadi malam. Aku melakukannya, melakukannya dengan Justin. Jariku memijat pelipisku, yang tiba-tiba merasa pusing. Kedua mataku langsung menyapu tiap sudut ruangan, kosong. Kulirik sebuah note di atas meja kecil di samping tempat tidur. Kuambil note itu, disana tertulis,

"Maafkan aku, aku harus pergi kerja lebih pagi dan meninggalkanmu sendiri. Karena ada hal yang harus kuurus di kantor. Jika kau ingin sarapan, kau tinggal memesannya. Pulang nanti kau akan diantar William. Terimakasih atas malamnya. X: Your Husband".

Pipiku langsung bersemu saat ia menulis Terimakasih ata malamnya. Apa-apaan dia, bagaimana ia bisa berterimakasih dengan semua itu. Sangat memalukan. Aku langsung bangkit dari tempat tidur dan bersiap-siap untuk pulang kerumah.

Setelah sesampainya aku di rumah, tiba-tiba ponselku berdering, ada sebuah pesan. Hilda.

From : Hilda Bee

"Sekarang kau dimana? Aku sangat mencemaskanmu! Tadi malam aku benar-benar terus menghubungimu. Tapi ponselmu malah tidak aktif! Fck!"

Aku tersenyum membacanya, dia sahabat yang sangat overproktektif. Tapi terkadang punya sifat yang bejat yang tak terelakkan dari seorang sahabat. Jemariku langsung membalas pesannya.

To : Hilda Bee

"Aku dirumah. Terimakasih karena kau masih mencemaskanku. But, its ok. I'm fine. Maafkan aku, tapi tadi malam baterai ponselku mati total."

Tak beberapa menit kemudian, ponselku kembali berdering.

From : Hilda Bee

"Yatuhan! Syukurlah kau tidak apa. Lalu bagaimana kau pulang ke rumah?"

To : Hilda Bee

"Aku dijemput Justin." send. Aku menghembuskan nafasku pelan lalu menyenderkan punggungku di sofa.

From : Hilda Bee

"Whats?! Bagaimana bisa? Aku tidak bisa membayangkan seberapa besarnya Justin marah padamu!"

To : Hilda Bee

"Ia amat-amat sangat marah. Tapi sekarang semuanya akan baik-baik saja. Jangan terus bertanya Hilda. Bagaimana jika kau kerumahku?"

From : Hilda Bee

"What the fuck! Are you crazy? Mana mungkin aku kerumahmu. Jelas-jelas Justin akan marah padaku, karena aku biang keladinya. Dan satu lagi, aku turut menyesal atas marahnya Justin. Okay, see you! Aku ada kencan dengan seorang pria tampan hari ini."

Aku tersenyum membacanya, bukannya ia memang sering berkencan dengan beberapa pria.

To : Hilda Bee

"Okay, see you. Good luck!"

Aku menaruh ponselku di atas meja. Kemudian aku membaringkan tubuhku diatas sofa. Okay, hari ini terjadi lagi. Bosan, bosan dan bosan. Apalagi yang harus aku lakukan hari ini, sekarang masih pukul satu siang. Bagaimana jika...

Aku bangkit dari tidurku, dan langsung mengambil ponselku dengan cepat.

To : Mr. Pemaksa

"Kau akan pulang pukul berapa?"

Send. Aku menunggunya cukup lama, sekitar lima belas menit. Mungkin Justin sekarang benar-benar sibuk. Tak lama ponselku berdering. Segera kubuka pesan dari Justin.

From : Mr. Pemaksa

"Ada apa? Mungkin sekitar pukul tujuh malam."

To : Mr. Pemaksa

"Tidak apa. Selamat bekerja!"

Hari ini aku akan membuatkan sesuatu untuk Justin. Mungkin beberapa makan malam yang lezat. Mungkin aku sering membuatnya makanan. Tapi sekarang aku ingin membuatkan makanan yang spesial untuknya. Entah darimana asalnya, tapi sekarang aku benar-benar senang dan tidak sabar menunggu kehadiran Justin.

Sekarang sudah pukul delapan malam. Tapi Justin belum kunjung pulang. Kedua mataku terus melirik kearah jam dinding yang berada di pertengan ruang tamu dan ruang makan. Mungkin, di jalan macet jadi Justin akan sedikit telat. Aku harus terus berpikir positif. Karena sedikit bosan menunggu, akhirnya aku menuju ruang santai untuk menonton televisi. Tapi sedari tadi aku hanya terus mengganti-ganti siarannya. Siaran malam ini sangat –amat membosankan. Dengan kesal aku menekan tombol off pada remote televisi. Aku mendengus kasar, sekarang jam sudah hampir menunjukkan pukul sembilan malam.

Dengan malas, aku mengambil ponsel yang ada disaku celana pendekku. Lalu mengetikkan sebuah pesan,

To : Mr. Pemaksa

"Kapan kau akan pulang? Kau bilang pukul tujuh malam"

Detik, menit, bahkan jam, dia belum kunjung membalasnya. Sedari tadi aku mencoba untuk menghubunginya, tapi tak diangkat.

"Ahh!! Menyebalkan!" gumamku kasar. Sekarang lihat! ini sudah pukul sebelas malam. Tapi apa, Justin belum pulang juga. Rasanya aku sangat kesal. Ketika aku sudah susah payah untuk membuatkan makanan yang banyak, dan pastinya diantara menunya ada makanan yang sangat ia suka. Kepalaku menunduk melihat lantai yang dingin. Aku berusaha untuk mendinginkan otakku agar tidak emosi. Aku bangkit dari sofa, langkahku langsung menuju ruang makan. Kulihat banyak makanan yang sudah tersaji dengan indah di meja makan. Ada beberapa lilin untuk menghiasnya. Bahkan lilin-lilin itu sudah hampir habis oleh api.

Aku menghembuskan nafasku, lalu meniup lilin-lilin untuk mematikannya. Dengan perasaan kecewa, aku melangkah menaiki tangga. Lebih baik aku tidur untuk melupakan hari ini. Mungkin besok suasana hatiku akan membaik. Aku membaringkan tubuhku dan menarik selimut. Aku berusaha memejamkan kedua mataku, tapi tidak kunjung tertutup. Padahal, aku sudah lelah karena memasak tadi. Apa, aku sedang lelah hati. Ah, sudahlah!

Ketika aku ingin memejamkan mataku, kudengar suara mobil. Pasti, Justin. Cukup! aku sudah kecewa dengan semua ini. Kupaksakan mataku untuk terpejam. Tak lama kemudian kudengar suara pintu kamar terbuka. Aku langsung pura-pura untuk tertidur.

Tapi setelah kutunggu-tunggu tidak ada suara dari Justin. Terakhir kali kudengar suara dimana ia mandi lalu tidur. Ini bukan yang kuharapkan. Aku ingin mendengar Justin mengucapkan maaf karena ia telat pulang. Apa ia tidak melihat banyak makanan di meja makan?. Apa ia juga lupa dengan yang kemarin kami lakukan di apartement miliknya. Yatuhan! aku terlalu berharap. Kupikir sekarang ia menyukaiku. Maksudku, dibanding tahun sebelumnya, diawal kami tinggal bersama tidak ada perbincangan sama sekali. Sekarang, ia terus menghubungiku, mencariku, overprotektif padaku. Tapi ternyata aku salah. Sangat salah. Justin tidak akan pernah menyukaiku. Tapi mengapa aku sangat sakit, apa aku mulai mencintainya?. Entahlah, tapi hatiku sangat sakit karena benar-benar menelan keadaan yang pahit. Tak lama kurasakan air mataku mengalir begitu saja.


Oke gaes lama ya apdetnya? (lama bgt gila). Yaa kalian harus baca caption gue wkwkwk

Ohiya, gue pengen bilang, kalo ada kata-kata yang ganjal gitu, cepet2 kasih tauya. Soalnya gue suka lupa sama cerita sendiri wkwk. oke see you:*

JANGAN LUPA FOLLOW AKUN INI, KARENA MUNGKIN BEBERAPA PART KEDEPATAN BAKAL ADA YANG GUE PRIVASIIN! THNKYOU

Feelings Of Love [Justin Bieber]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang