Bagian 11 [Justin Bryson]

168 29 17
                                    

Votenya dulu sayang - Justin Bryson

Kulirik Ashlyn yang masih memejamkan matanya. Sudah tiga jam berlalu, ia belum juga bangun. Mungkin obat biusnya terlalu kuat untuknya. Kududukkan bokongku di pinggir ranjang, masih terus menatap Ashlyn yang terlelap.

Aku menghembuskan nafasku pelan, mengapa akhir-akhir ini ia selalu saja suka membantah. Tiap hari –pun saat ia melangkahi kata-kataku, aku selalu naik pitam. Aku sangat marah padanya. Padahal, sudah beberapa kali ia selalu dalam bahaya.

Entah apa yang membuat diriku berubah. Tapi, sudah jelas, dan yang terpenting aku tidak pernah mencintainya. Ia sama sekali bukan wanita yang kuinginkan.

Tapi sekarang ini aku benar-benar harus mengurungnya demi keselamatannya. Aku ingat saat William berbicara padaku satu minggu yang lalu.

"Ada seorang pria yang mengikuti nyonya Ashlyn saat ia pergi ke club, Tuan." Katanya. Aku dengannya sedang berada di halaman belakang rumah.

"Siapa? Cameron?" Tentu aku tahu siapa-siapa yang sedang berdekatan dengan Ashlyn. Preman-preman yang mencoba memperkosa Ashlyn –pun kutahu namanya, sampai tempat tinggalnya.

Aku menyuruh beberapa bawahanku untuk mencari identitas mereka. Kemudian mengumpulkan berkas-berkas dalam ruang kerjaku.

"Bukan, Tuan. Ia bertubuh besar, dan mempunyai kulit berwarna hitam. Waktu itu, pria itu memakai kacamata hitamnya dan memakai jaket kulit berwarna coklat. Saat ia berusaha mendekati nyonya Ashlyn, aku mengejarnya. Tapi dengan sialnya aku tidak bisa menangkapnya. Saat di tempat parkir ia langsung menaiki mobil yang dibawa oleh temannya."

Aku mengusap daguku, aku memikirkan siapa pelaku dari rencana ini semua, "Kau sudah melacaknya?"
"Sudah," William menundukkan kepalanya, lalu menatapku lagi, "Tapi untuk kali ini cukup sulit. Identitas mereka cukup sulit dicari. Sepertinya identitasnya tidak terdaftar dalam negara, Tuan. Tapi aku dan orang-orang suruhanmu akan berusaha untuk mencarinya." lanjutnya antusias.

Aku mengangguk, "Baik! Kerja bagus William." kataku. Ia mengangguk sekali, lalu aku pergi meninggalkan William.
Aku sangat lelah, membuat kepalaku pening. Kerjaan di kantor maupun diluar kantor cukup membuatku pusing bukan kepayang.

Kulirik kearah Ashlyn yang sudah bergerak, siap untuk membuka matanya. Matanya langsung melotot, dan dengan cepat duduk, "Aku dimana?!" katanya histeris.

Aku hanya memejamkan mataku, meresapi teriakannya, "Tentu di kamar. Dimana lagi!" Aku bangkit dari ranjang menuju lemari.

"Ahhh!!!" jeritnya lagi, membuatku berbalik kearahnya.
"Apalagi!!" aku kembali meneriakkannya.
"Siapa yang mengganti bajuku?" tanyanya. Kulihat matanya terlihat ingin copot dari tempatnya. Pandangannya menatap tajam kearahku.

"Tentu saja aku, siapa lagi yang ingin mengganti bajumu." Aku langsung membuka lemariku, dan mencari jaket.

"Mengapa kau mengganti bajuku?"
Aku mengambil jaketku yang menggantung dan mulai memakainya, "Kau ingin tidur memakai jeans?"
Dia mulai terdiam. "Kau ingin kemana?"

Aku melangkah kearah cermin, dan merapihkan rambut coklatku. "Aku ada urusan."
"Tanpa memakai jas?" tanyanya curiga.
"Aku mempunyai urusan diluar kantor."
"Aku,"
belum selesai ia berkata, aku langsung berbicara padanya, "Aku tegaskan sekali lagi. Jangan keluar rumah!"

"Kenapa? Kau saja pergi keluar rumah, mengapa aku tidak?"
"Karena kau wanita, dan kau tidak bisa menjaga diri."
"Kalau begitu aku ikut denganmu."

Aku melihat kearahnya dengan tatapan serius. Apa katanya, ia ingin ikut? Wanita gila.
"Tidak bisa!" tegasku.
"Kenapa?"
"Tidak bisa! Kukatakan tidak bisa, tetap tidak bisa. Ini urusan kerjaku. Mana mungkin aku mengajakmu. Kau hanya mengganggu konsentrasiku." jelasku padanya. Ia menundukkan kepalanya. Kupikir ia sangat kecewa. Tentu saja untuk sekarang ia tidak bisa ikut bersamaku.

Feelings Of Love [Justin Bieber]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang