Bagian 5

148 23 2
                                    

VOTE SEBELUM BACA!!

Matahari pagi mulai memaksa masuk melalui tirai-tirai kamar. Mataku mulai terganggung dengan sinarnya. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali menyesuaikan cahaya yang masuk dalam kamar. Saat aku merenggakan kedua tanganku, aku mengenai seseorang yang berada di sampingku. Saat kulihat ternyata Justin yang tidur di sampingku. Aku menyenderkan tubuhku pada punggung ranjang. Kulihat Justin bertelanjang dada. Wajahnya terlihat damai dengan tidurnya. Ini sudah pukul delapan, kenapa Justin masih belum bangun dari tidurnya. Apa ia tidak bekerja?. Ingin rasanya aku membangunkannya, tapi entah mengapa rasanya.

Tapi jika aku tidak membangunkannya, aku takut ia akan telat bekerja dan pada akhirnya ia terus marah dan membentak dengan siapa saja. Terutama denganku. Dengan perlahan, aku mengguncangkan tubuh Justin perlahan, "Just, ini sudah pukul delapan, apa kau tidak bekerja?" ucapku pelan. Tubuhku seperti hukum alam, aku sangat hati-hati membangunkannya. Terlihat seperti aku sedang membangunkan singa. Aku terus menggoyangkan tubuhnya. Beberapa kemudian, tubuhnya mulai terusik. Ia merenggangkan tangannya, lalu perlahan membuka matanya. Kedua mata karamelnya mulai bersinar dengan pancaran sinar matahari. Tatapannya langsung mengarah padaku, menatapku dalam. Aku yang merasa terimidasi oleh tatapan tajamnya, langsung bangkit dari ranjang. Kulihat Justin menyusul bangkit dari dari tidurnya, dan duduk disampingku.
"Pukul berapa ini?" tanya Justin. Jari tangannya mengucek kedua matanya perlahan.
"Jam delapan." jawabku pelan, "Kau tidak bekerja?" lanjutku.
"Sudah jam segini, lagipula jika aku berangkat, aku akan terlambat sampai kantor." ia kembali membaringkan tubuhnya di ranjang. Aku melihatnya yang sedang terlentang di ranjang sambil melipat kedua tangannya dibelakang kepalanya.
Aku menghembuskan nafas perlahan, "Apa tidak ada rapat? Bagaimana jika ada rapat penting?".
"Sejak kapan kau perduli dengan pekerjaanku?" tanyanya skartistik.
"Aku hanya bertanya!" ujarku galak. Apa salahnya aku bertanya, memang ada yang salah dari pertanyaanku?. Ketika kakiku hendak turun dari ranjang untuk cepat pergi meninggalkan Justin, tiba-tiba Justin menarik tanganku dengan cepat hingga aku jatuh tepat di atas dadanya yang kekar. Wajahku dengan wajahnya hanya berjarak beberapa senti. Hingga hembusan nafasnya dapat terasa di pipiku. Kurasa kedua pipiku merah seperti tomat.
"W-what?" tanyaku gugup. Dia hanya diam dan meneliti tiap sudut wajahku membuatku semakin aneh dihadapannya.
"Temani aku tidur lagi, atau kau tidak akan ku izinkan untuk pergi dari rumah." dengan cepat Justin langsung memelukku dengan erat. Apa ini? Mengapa tiba-tiba Justin seperti ini padaku? Apa hari sudah hampir kiamat? Kuharap tidak. Sekarang yang terpenting adalah Justin mengijinkanku pergi keluar rumah jika aku menemaninya tidur. Hatiku tak berhenti-hentinya bersorak riang.

-0o0o0-

    Waktu sudah menunjukkan waktu 11 siang, dan tiba-tiba ponselku berdering. Aku duduk di sofa besar di ruang santai. Kutekan layar ponselku dan langsung memunculkan pesan dari Hilda.

From : Hilda Bee
"Apa suami mu ada dirumah? Aku ingin mengajakmu berpesta malam ini."

Aku langsung menegakkan tubuhku, pesta? Saat aku duduk di bangku sekolah menengah atas, aku tidak pernah merasakan yang namanya pesta.

To : Hilda Bee
"Apa itu sangat seru? Aku ingin datang."

Tak perlu beberapa lama kemudian, Hilda langsung menghubungiku dan aku menerimanya.

"Apa kau yakin ingin ikut?" tanya langsung Hilda yang berada diseberang sana.

"Tentu saja aku ingin ikut, tapi.." ucapanku menggantung saat kuingat Justin tidak bekerja hari ini. Aku yakin seratus persen, kalau Justin tidak akan mengijinkannya.

"Jangan bilang, jika suamimu sekarang berada dirumah sekarang?" Hilda sudah bisa menebaknya.

"Bagaimana ini? Aku ingin sekali mencoba bagaimana rasanya berpesta. Please," Sekarang aku benar-benar memohon pada sahabatku sendiri. Bagaimana tidak, aku selalu hanya bisa mendengar dari teman-teman bahwa pesta sangat menyenangkan. Mereka menyebutkan bahwa disana aku akan mendapatkan banyak teman khususnya laki-laki, mendapatkan pacar, berteriak dengan bebasnya, dan sebagainya. Dan kali ini aku ingin pesta.

"Umm," Hilda tampak berpikir diseberang sana, "Aku tahu, aku akan menjemputmu sore nanti, dan aku akan bilang pada suamimu jika kita berdua akan pergi ke mall. Dan kau harus berpakaian biasa saja, aku yang akan membawa pakaian untuk di pesta nanti untukmu. Bagaimana?" Ide Hilda lumayan cerdik. Aku tersenyum puas. Hilda memang sahabat yang tidak pernah mengecawakan. Lalu aku mengiyakan pendapat Hilda dan menutup teleponnya. Aku menyenderkan tubuhku ke sofa besar. Senyumku tak hilang-hilang menahan kesenangan diriku sendiri. Akhirnya, untuk pertama kalinya aku bisa merasakan apa yang dinamakan pesta.

Sebelumnya makasih yang udah vote + comment. Ngebantu aku banget buat lanjutin:))) comment yang banyak yaaaa + vote. Makasih

Feelings Of Love [Justin Bieber]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang