Bagian 10

135 27 6
                                    

VOTE AE DULU☺️

Aku membuang semua makanan yang telah kemarin aku buat. Terkadang aku merasa tidak tega melihat makanan yang kubuang. Makanan-makanan ini benar-benar tidak terjamah. Kupikir Justin akan menyentuhnya sedikit. Ah, sudahlah!.

"Sedang apa kau?" tanya Justin yang membuat terhenyak kaget. Aku langsung mengikat plastik sampah yang penuh dengan makanan.
Aku langsung berbalik, "Tidak ada yang kulakukan." ucapku datar.
Kulihat ia memakai pakaian santai. Apa ia tidak bekerja?.

"Mana sarapanku?" tanyanya. Lalu duduk di kursi makan. Aku mengambil piring lalu memasukkan nasi goreng ke atas piring yang telah kubuat beberapa menit yang lalu. Aku menghampirinya, dan menaruh nasi goreng itu pada Justin. Kuberi juga segelas air untuknya. Aku melipat tanganku diatas meja makan, sambil menatapnya makan.

Ia melihatku yang terus memperhatikannya, "Apa?"
Aku menggeleng, "Tidak ada." lalu meneggakkan tubuhku. Ia kembali memakan sarapannya.
"Kau bilang, kau pulang pukul tujuh malam." ujarku dengan santai. Aku kembali merasa kecewa mengingat tadi malam.
"Lalu?" tanyanya singkat. Boleh aku menendangnya?
Aku menarik nafasku pelan, lalu menghembuskan nafas dengan kasar. "Tidak ada!" jawabku kasar. Aku bangkit dari kursiku, hendak pergi meninggalkannya.
"Kau tidak menunggukukan?" tanyanya tiba-tiba. Aku langsung menghentikan langkahku. Aku mencoba untuk memikirkan apa yang harus ku jawab.
Aku memejamkan mata, lalu berbalik melihatnya yang masih duduk dan memperhatikanku, "Tidak! Untuk apa aku menunggumu."
"Lalu tadi apa yang kau buang? Makanan?" tanyanya datar. Ia tahu. Tapi mengapa ia tidak menyesalkan perbuatannya. Aku benar-benar ingin menangis.
"Ya, semua yang kubuang tadi makanan. Tapi sayangnya itu bukan untukmu." jawabku berbohong.
Justin mengangguk, sambil terus mengunyah sarapannya, "ohya? lalu untuk siapa?"
"Hilda. Ia tidak sempat untuk datang, lalu aku membuang semuanya."
"Dan untuk apa kau mengirimiku pesan?"
"Karena saat aku berdua dengan Hilda, aku tidak ingin diganggu olehmu. Puas?" Aku langsung melangkahkan kakiku menuju kamar. Aku benar-benar merasa kecewa.

Aku membuka lemari besarku, mengambil celana panjang berwarna hitam dan kaus berwarna putih dan memakai jaket jeans. Lalu memakai sepatu sneakersku berwarna hitam. Aku mengambil tas kecilku, dan memasukkan ponselku, dompet, dan beberapa barang yang penting. Aku benar-benar ingin pergi mencari udara.

Kulangkahkan kakiku menuruni tangga, kulihat ia baru saja menyelesaikan sarapannya. Ia sedang menaruh piringnya di tempat pencucian. Ketika ia menyadari aku yang hendak pergi, ia langsung berkata, "Kau ingin kemana?"
"Bukan urusanmu."
"Jawab aku!" katanya menuntut.
Aku menghentikan langkahku, saat aku berbalik kulihat ia sudah tidak jauh berada didekatku.

"Kau tidak boleh kemana-mana?"

"Kenapa? Bukankah kita sudah mempunyai kesepakatan untuk tidak perduli satu sama lain?" tanyaku menantangnya.
Aku mulai kehilangan kendali disaat emosi seperti ini.
"Memang, tapi tidak untuk sekarang."

"Apa maksudmu tidak sekarang?"

"Sekarang, kau hanya terus mengikuti kata-kataku."

"Tidak! Aku tidak ingin mendengar dan mengikuti kata-katamu. Aku sudah cukup lelah  dengan semuanya."

"Cukup Ashlyn! Kau harus mendengar kata-kataku. Jika kau ingin pergi, biarkan William ikut denganmu."

Aku menggelengkan kepalaku dengan cepat dan menatapnya tajam, "No! Aku hanya ingin sendiri. Tolong, biarkan aku pergi sendiri."

"Bagaimana jika kau dalam bahaya untuk kesekian kalinya?"

Aku mulai mencerna kata-katanya. Justin benar, hari-hari ini mengapa aku terus mendapat masalah. Dengan beruntungnya aku selamat dari semua masalah itu. Lebih parahnya, yang menyelamatkanku selalu Justin. Aku menggeleng pelan.

"Kurasa untuk sekarang semua aman. Kau tidak perlu takut."

"Bagaimana kau tahu jika tidak akan terjadi sesuatu padamu? Katakan padaku!" Justin melipat kedua tangannya di depan dada, dan makin mendekat kearahku.

"Tidak ada yang harus kukatakan padamu!" gertakku.

Kemudian berbalik, dan berlari keluar. Justin mulai meneriakkan pengawal-pengawal yang berada di luar rumah dan mulai menghalangiku untuk keluar. Ini sangat gila. Aku mencoba untuk berpikir bagaimana aku keluar dari sini. Aku benar-benar buntu.

"Sudah cukup Ashlyn!" kata Justin yang berada di belakang tubuhku. Aku berbalik kearahnya, "Kembali ke kamar sekarang juga! atau aku benar-benar marah padamu." lanjutnya. Matanya sudah benar-benar menahan emosi.
Aku melihat pria-pria berjas hitam yang berada di depan pintu. Mereka berempat, sedangkan aku sendiri. Bagaimana bisa aku pergi dari rumah ini!. Aku menghentakkan sebelah kakiku. Lalu menghembuskan nafas pasrah. Aku memang benar-benar tidak bisa pergi. Dengan malas dan tidak perduli, aku meninggalkan Justin dan keempat dombanya.

Aku langsung mengunci pintu kamar. Aku harus pergi diam-diam. Aku membuka jendela balkon. Lalu mengikat beberapa kain dan selimut untuk turun kebawah. Setelah berhasil sampai bawah, aku langsung mengendap-ngendap menuju tembok besar samping rumah Justin.

Aku mengambil tangga yang cukup panjang, lalu mulai memanjat. Ini mengerikan, aku takut jatuh. Payah.

Tiba-tiba tangga ini bergoyang, aku terus mencengkram tangga ini kuat-kuat. Siapa yang menggoyangkannya?! Shit!. Saat kulihat kebawah, mereka empat domba Justin. Aku buru-buru naik keatas untuk menaiki tembok ini.
"Nyonya! Kumohon jangan pergi!" Kata domba berbulu hitam.
"Iya Nyonya, Tuan Justin akan marah pada kami." tambah domba berbulu coklat.
"Biarkan saja kalian terkena marah Justin! Aku tidak perduli!" aku masih terus berusaha menyeimbangkan tubuhku diatas tangga, "Biarkan kalian dipecat! lalu tidak menjagaku lagi!"

Ketika aku sudah berada diatas tembok besar, aku mulai bersiap-siap untuk melompat kebawah. Tubuhku terguling, hingga saat ku bangkit tubuhku sedikit terhuyung kedepan. Untung saja ada seseorang menangkapku, jika tidak, hancur wajahku terkena aspal. Aku menabrak dada bidangnya. Tapi, tunggu, kulirik keatas mataku, kulihat Justin tersenyum miring. Aku berusaha mendorongnya, tapi ia langsung memelukku erat. Lalu menyuntikkanku sesuatu didekat leherku. Aku mulai sulit bernapas, pandanganku juga mulai kabur, dan tubuhku mulai lemas. Aku hanya bisa menyenderkan tubuhku pada tubuh Justin. Aku benar-benar tak berdaya.
"Kupikir harusnya hari ini kau tidur nona. Cuaca hari ini cukup panas untuk pergi keluar rumah." ucapnya. Kemudian aku langsung diselimuti oleh gelap.

Vomment nya please😔😔 (tuh udah pake emot sedih wkwkwk)

Feelings Of Love [Justin Bieber]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang