Bagian 7

151 25 6
                                    

Justin terus menarikku, hingga tubuhku didorong duduk di sebuah sofa merah. Kami masih berada di klub. Justin duduk diseberang sana dengan meja kaca yang berada di tengah kami. Kulihat dua botol wine di meja dan dua gelas berukuran kecil. Raut mukaku berubah menjadi bingung, kualihkan pandanganku ke arah Justin yang menatapku tajam. Aku langsung menundukkan kepalaku karena takut.

"Lihat aku." ujarnya dingin sebeku es. Tanpa basa-basi aku langsung menatap kedua mata karamel milik Justin. Pandanganku langsung terkunci oleh pandangannya.

"Untuk kesekian kalinya kau membohongiku, Ms. Bryson." tangannya meraih botol wine dan menuangkannya pada kedua gelas berukuran kecil hingga terisi penuh. "Aku tak menyangka kau akan pergi ke klub ini." Ia meletakkan kembali botol wine itu diatas meja, lalu menatapku kembali.

Aku langsung menjawab, "Memangnya salah? mungkin aku tidak pernah datang kesini untuk bersenang-senang, tapi aku langsung bisa menyesuaikan diri disini." aku melipatkan kedua tanganku didepan dada sambil memutar kedua mataku.

Justin tersenyum miring, lalu tangannya mendorong segelas wine kearahku. "Ohya? kuharap kau bukan wanita yang sering berkeliaran di klub. Karena kau terlihat lugu. Tidak cocok dengan wajahmu. Kau akan menjadi sasaran termudah untuk pria tak bertanggung jawab" Ia meneggakkan tubuhnya dengan wajah menantang.

Kulirik gelas yang disodorkan oleh Justin, "Kau menyuruhku untuk minum ini?" Tanyaku datar.

"Sebaiknya tidak. Aku tidak suka wanita yang banyak minum alkohol." Jawabnya.

"Bagaimana jika aku meminumnya? Apa kau akan memperbolehkanku bermain di klub?" tantangku.

"Tidak!" gertaknya tapi tetap rendah suaranya. Justin menarik nafasnya dan menghembuskannya kasar, "Ashlyn, jujur aku tak menyukai ini. Kau terus membohongiku. Aku tak suka jika kau harus pergi ke klub lalu bermain dengan pria bajingan."

Aku memiringkan kepalaku, meneliti tiap lekuk wajah Justin. "Sejak kapan kau perduli aku? Kau juga sering bermain di klub dan menggoda wanita-wanita jalang. Jika kau bisa, mengapa aku tidak?". Tanganku langsung mengambil segelas wine yang dituangkan oleh Justin dan mengembel-embelkannya didepan Justin, "Lihat, aku akan meminum ini.". Tanpa ragu sedikitpun aku meneguk wine dengan sekali tenggak. Lalu menaruhnya di meja kaca itu, hingga menimbulkan suara. Wine itu terasa panas ditenggorokkanku, rasanya juga sedikit aneh. Kulihat Justin menatapku santai. Tubuhnya ia senderkan pada sofa berwarna merah dengan melipat kedua tangannya di dada. Justin terasa sangat tampan dengan setelan baju kerjanya. Ia masih menggunakan jas hitamnya dengan kancing yang terbuka. Dasinya juga terlihat kendur. Kancing kemeja putihnya bagian atas terlihat tidak terkancing satu.

"Kau menentangku." raut wajah Justin sedikit marah, tetapi masih terlihat santai.

"Kau pikir aku wanita bodoh, yang harus berdiam di rumah terus menerus? Aku juga butuh kebebasan. Aku tidak ingin kau kurung setiap harinya! keluar rumah harus dengan pengawal-pengawal bodohmu itu! lalu harus menghubungimu setiap waktu. Setiap akupergi keluar, kau terus membatasinya dengan waktu. Kau pikir aku apa hah?!" Aku yakin, aku mulai mabuk. Entah apa yang aku pikirkan sekarang. Mulut ini terasa ingin terus berbicara pada Justin.

Justin menatapku dengan teliti. Ia menarik kedua pipinya kedalam, membuat wajahnya sedikit tirus. Rahangnya juga ikut mengeras. Lagi-lagi kulirik botol wine yang sudah terbuka, ingin sekali aku meminumnya. Mungkin Justin membaca pikiranku, bahwa aku ingin meminum wine itu, dan ia ingin mengambilnya dariku. Tetapi kalahcepat, aku yang mengambilnya duluan. Aku langsung meneguknya. Justin langsung mengambil botol wine yang hampir habis itu. Kepalaku benar-benar pusing. Perutku bertambah mual, benar-benar ingin muntah. Pandanganku juga bertambah buram, dan tak lama mataku mulai terpejam. Terakhir kurasakan seseorang menggendongku. Kuhirup wanginya, wangi khas Justin.

-0o0o0-

Aku menghirup nafasku dalam, mataku mulai mengerjap ingin terbuka. Kulihat atap, atapnya terasa asing. Apa ini bukan kamarku! Maksudku bukan kamarku dan Justin. Kukumpulkan nyawa-nyawaku yang menyebar, aku langsung bangkit dari tidurku dengan posisi duduk. Mataku menyelusuri tiap sudut kamar. Pandanganku langsung menemukan Justin bertelanjang dada disudut kamar, sedang berkutat dengan laptopnya. Ia langsung berhenti mengetik dan melirikku.

"Kita dimana?" tanyaku panik.

Justin menghembuskan nafasnya, lalu melipat keedua tangannya didepan dadanya. "Kau sudah sadar nyonya?" tanyanya skartistik tanpa menjawab pertanyaanku. Kepalaku mulai berdenyut kembali. Pukul berapa ini? Kulihat jam yang berada diatas laci, pukul dua malam. Apa yang terjadi? Aku benar-benar lupa.

"Sepertinya kau terlalu banyak minum wine." aku langsung tersadar oleh ucapan Justin.Yaa! Aku baru saja berpesta dengan Hilda. Tapi mengapa aku bisa sampai disini.

"Aku tanya, kita dimana?!" Aku sedikit menggertak, apa dia tuli tidak menjawab pertanyaanku. Justin bangkit dari sofa, lalu mulai menghampiriku. Ia merangkak kearahku, hingga wajahnya dengan wajahku sangat dekat dengannya. Tubuhku sudah berposisi tidur.

"Kita sedang di apartementku, aku terlalu lelah untuk pulang kerumah. Dari itu aku membawamu ke apartement, tidak cukup waktu jika kita pulang kerumah." Aku bisa merasakan suara dinginnya, dia benar-benar membuatku kikuk dengan posisi seperti ini. Dengan posisi aku berada di bawah dan Justin berada di atas. Dan itu berhasil membuat jantungku berhenti dengan cepat.

Dont forget your voment gaess. But, sorry for late post. Iam so busy:((. Tugas numpuk sana-sini. Kadang juga Justin minta dimanja, jadi makin ngaret ngepost. Anddd I hope your give me motivation for post this story. thnkyou gaess. mwahh:*:*

Feelings Of Love [Justin Bieber]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang