Bagian 13 [Ashlyn POV]

64 9 2
                                    

"YATUHAN! Apa kau gila?! Kabur dari rumah Justin lalu datang ke apartemenku?!" teriak Hilda histeris. Sedaritadi ia mondar-mandir memikirkanku. Aku mengusap kupingku merasakan jeritannya.

"Oh ayolah! Ini bukan masalah besar." kataku menenangkannya. Aku melepas topi dan tasku asal, lalu berbaring di sofa panjang milik Hilda.

"Kau bilang bukan masalah besar? Bagaimana jika ia dengan suruhannya membakar apartemenku? Itu yang kau sebut bukan masalah besar?!" Ia berdiri di samping sofa masih dengan terus menatapku. Kedua tangannya ia taruh di samping pinggang.

Aku masih memejamkan mataku, "Aku akan bertanggung jawab. Uang Justin banyak. Aku bisa mengganti apartemenmu sepuluh kali lipat." Aku berusaha untuk menenangkan diriku, karena aku benar-benar lelah.

Hilda tertawa, "Oh, kau sudah berani sombong padaku ya? Itu semua uang Justin, bukan uangmu sayang."

"Tapi aku isterinya. Aku berhak mendapatkan hartanya sayang." ucapku tertawa meledek.

Hilda –pun tertawa dengan kencang. Lalu pergi meninggalkanku dan berjalan kearah dapur.

"Kau ingin makan apa?" teriaknya dari dalam dapur.

"Daging sapi panggang!" teriakku kembali.

"Tak pernah berubah," gerutunya.

Aku tersenyum masih dengan memejamkan mataku, "Aku mendengarnya, Honey!" godaku.

"I'm sorry daddy."

Aku langsung duduk dari tidurku, "Apa kau bilang?! Menjijikan!" omelku. Hilda hanya tertawa.

-0o0o0-

Hari sudah mulai gelap, aku sengaja mematikan ponselku. Jika saja aku menyalakan ponselku, aku yakin Justin melacakku lewat ponsel. Akan tetapi ponsel tetap harus ku bawa. Aku menghembuskan nafas, aku bangkit dari tidurku. Bosan. Sekitar pukul enam sore Hilda pergi. Aku tidak tahu dia kemana, tapi dia memakai pakaian yang rapih dan wangi. Aku tahu pasti ia akan berkencan dengan seorang pria.

Langkahku menuju dapur untuk minum, saat aku menenggak air minum, ada suara dering telepon. Aku langsung menghampirinya, dan menganggkatnya. Tapi aku sengaja diam beberapa saat, sampai penelpon berbicara.

"Halo?" tanya seorang pria di seberang sana. Aku membelalakan mataku, menutup mulutku. Lalu aku menutup telepon tersebut. Itu suara William. Bagaimana ia tahu nomor rumah milik Hilda. Ini gila!.

Dengan cepat aku kembali menuju kamar Hilda, mengambil ranselku. Kemudian memakai jaket dan topiku. Aku harus cepat-cepat pergi, sebelum Justin menemukanku.

Aku mengambil sticky notes milik hilda yang berada di samping telepon rumah, dan menuliskan beberapa kata,

"Aku harus pergi. Justin sepertinya sudah menduga aku disini. Terimakasih tumpangannya. xoxo."

Aku langsung bergegas keluar dari apartemen Hilda dan mengucinya. Kutaruh kuncinya dibawah keset.

Ketika aku harus melewati lobi utama, kulihat William disana dan beberapa staff Justin. Aku langsung berbalik, dan mengencangkan jaketku, untuk tetap tak terlihat oleh William. Aku menggerutu terus–menerus. Kakiku langsung menuju ke toilet petugas, dan bersembunyi di balik pintu. Ku dengar suara riuh sepatu-sepatu melewati toilet petugas.

"Cari dia!" itu suara Justin. Aku menarik nafasku setelah mendengar suara tegas Justin, itu sangat menakutkan. Kenapa dia harus ikut mencariku.

Setelah beberapa saat sudah melewati toilet petugas, aku menghembuskan nafas lega. Menyenderkan tubuhku di dinding.

"Nyonya?" Aku terlonjak kaget setelah melihat seorang perempuan paruh baya membawa sapu gagang. Ia petugas apartemen ini.

"Apa yang nyonya kau lakukan disini? Apa kau wanita yang di cari Mr-" aku langsung menutup mulutnya. Dengan cepat aku merogoh uang disaku celanaku, lalu memberikannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 22, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Feelings Of Love [Justin Bieber]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang