Manusia itu memang nggak ada puasnya. Masih remaja, pasti berdoa agar cepat dewasa. Setelah dewasa didapatkan, merasa sanggup dan perlu berumah tangga. Berdoa pada Gusti Allah, meminta jodoh yang terbaik. Dan, setelah jodoh kembali didapat, ada lagi; punya keturunan.
Itu aku.
Ritme hidupku selama ini. Lagi dan lagi, Tuhan itu maha baik dari segala yang terbaik. Lihatlah, di sana, suamiku tercinta sedang membolak-balik celana untuk Bintang. Kadang memang menggelikan. Usia Bintang sudah empat tahun, tetapi Mas Farhan masih saja suka kebingungan kalau memakaikan pakaian. Sementara putra pertamaku itu, hanya diam, memperhatikan wajah ayahnya.
Aku berjalan dari kamar mandi, menghampiri mereka berdua. Dua lelaki sama karakter hanya berbeda usia. Bintang tak jauh beda mengesalkannya dengan Mas Farhan. Kalau aku sudah mengomel panjang lebar karena dia yang meletakkan mainannya sembarangan, dia hanya menatapku beberapa jenak, lalu mengendikkan bahu. Atau, saat sedang makan, bunyi sendoknya seperti musik kawinan, dan ayahnya
menegur, tetapi yang ia lakukan adalah diam menatap kami bergantian. Kemudian berkata, "Di kuping Bintang nggak kenceng."Luar biasa kan.
"Bisa, Mas?"
Mereka berdua kompak menoleh. Mas Farhan nyengir, menggaruk tengkuk. "Lupa. Yang depan yang mana?" Ia mengangkat celana jeans panjang milik Bintang.
"Ish ish ish, udah jadi bapak berapa tahun sih?" Aku pura-pura melotot, menggantikan posisinya. "Bintang tadi siapa yang mandiin?"
"Ayahlah. Ibu kata Ayah kayak kebo. Tidur terus."
Aku meringis. Susah banget menghilangkan hobi tidur memang. Selepas salat subuh, aku pasti tidur lagi dan terkadang bangun saat Mas Farhan sudah berangkat ke kantor. Bintang sudah di ruang bermain bersama Mbak Susi.
Doaku agar Gusti Allah nggak marah. Itu saja.
"Nih, pakai peci. Samaan kayak Ayah. Yeaayyy!" Seketika aku terdiam, saat kedua lelaki itu hanya diam, tak seantusias diriku. Apa yang kamu harapkan, Nge. "Oke! Boys, takbirnya udah kedengeran tuh. C'mon!"
Bintang lompat dari atas kasur dan memeluk kaki Ayahnya. "Yah, ayokk."
"Nanti tunggu Ibu pakai mukena." Mas Farhan menoleh ke arahku. "Cepetan, Angesti. Nanti nggak kebagian tempat, kamu di gerbang lho."
"Nanti setelah salat ied, ke Mama dulu atau ke Ayah, Mas?"
"Mama aja. Baru ke rumah Ayah."
"Beneran?"
Kepalanya mengangguk.
"Baik banget sih. Suka bikin terharu gitu."
Kan. Nggak dijawab. Dia cuma diam, menatapku. Sudah. Begitu saja. Afriandi seorang memang. Berekspresi hanya kalau merasa perlu. Kampret.
"Ahya! Kan aku belum sungkem sama kamu, Mas." Aku berbalik, mengurungkan niat untuk mengambil mukena. Mas Farhan sudah duduk di atas kasur, sementara Bintang di sofa ujung sana. Lelaki kecilku memang kadang aneh. Dia hanya diam memperhatikan kami.
"Oiya. Yaudah, sini sungkem dulu."
Aku mendekat, ikut duduk di atas kasur. Menghadapnya. Lalu kuraih tangan besar itu, menggenggam erat, hal yang sudah beberapa kali kulakukan setiap lebaran bersama Mas Farhan---mengikuti Mama. Setelah menundukkan kepala, aku berkata, "Mas Farhan, minal aidin walfaidzin ya. Mohon maaf kalau sebagai istri belum bisa jadi yang terbaik. Kalau masih suka bikin kesel karena kadang jorok. Makasih udah jadi Ayah dan suami siaga. Aku cinta kamu."
"Ini kayak ungkapan cinta, bukan sungkeman."
Kepalaku langsung mendongak, dan kampretnya Mas Farhan sedang tertawa kecil. "Ish! Gimana sih. Dibalas dong."
"Iya iya. Minal aidin walfaidzin juga, Angesti. Makasih udah jadi Ibu terbaik. Aku cinta kamu."
Aku tersenyum lebar saat merasakan elusan di kepala, disusul kecupan di kening. Gustiiiiiii, entah sudah berapa ratus kali atau ribu kali aku mengalami ini bersama Mas Farhan, tetapi efeknya tetap seperti ini.
"Ayah, Ibu... ayoookkk!"
Kampret, aku lupa kalau masih ada Bintang! Dengan sigap, aku mengangguk pada Bintang, berjalan ke arah lemari, hendak mengambil mukena. Namun, langkahku terhenti saat mengingat sesuatu. Aku berbalik dan menatap Mas Farhan horor. "Mas... kan kita udah wudhu. Kok sentuhan lagi?"
Dia meringis. "Oiya, lupa."
"Wudhu lagi dong!" Aku mengentakkan kaki, berbelok ke kamar mandi. Disusul teriakan Bintang yang bikin kesal.
Dia itu putraku, tetapi menyebalkan. Bintang Attarahman. Jagoan yang membuat Farhan rela nggak tidur untuk menemani bermain atau kalau nakalnya kumat---nggak mau tidur malam---semalaman. Jagoan yang kadang suka meminta ayahnya pulang saat di kantor dan dituruti ketika jam istirahat.
Jagoan kami.
Luar biasa sempurna.
Gusti Pangeran, terima kasih atas semua hal terindah yang Kau beri. Aku bahagia. Memiliki dua lelaki yang luar biasa membahagiakan.
Minal aidin walfaidzin, Wahai Pecinta Mas KPI!
Selamat mencari yang sepertinya ya. Karena kemarin aku sudah survei, ternyata Mas Farhan itu nggak limited kok. Banyak bertebaran di genre romance wattpad.
Break a leg!
.
.
.
.
.
[Lampung, 25 Juni 2017]GAEZZZ Segenap jiwa raga, Keluarga besar Afriandi mengucapkan minal aidin walfaidzin yaaa. Maaf yang merasa kalau penulisnya nggak adil karena mereka nggak pernah ada tambahan part after married. Ya gimana ya... mereka tuh sengaja kubikin ekslusif gitu. Rumah tangganya nggak keumbar. A en je a ye.
Beda sama tetangga yang drama abis itu-__-
Dah ah.
Selamat Lebaran!
Semoga kita menjadi hamba yang tahu diri.
Mohon maaf lahir batin ya
💕💕💕Terima kasih sudah bersamaku dari awal sampai sekarang. Semoga tulisan sederhana yang kubuat sepenuh tulang ini bisa berkesan di jiwa kalian. Aamin.
Tengok juga lebaran ala keluarga dramatis itu mwehehehe.
Bye.
P.s: Bintang itu satu-satunya nama anak tokoh ceritaku yang bukan singkatan dr nama orang tuanya. Hahaha. Tapi sekarang lupa artinya apa wakakaka
Salam,
Hamba Allah yang mupeng liat tawa kecil Mas Farhan sambil garuk tengkuk.gitu. Ugh, leman iman, Cyiinn.
KAMU SEDANG MEMBACA
Break a Leg! [SUDAH TERBIT]
ChickLit[ CERITA DIPRIVASI ] [ SEBAGIAN PART DIHAPUS ] Angesti seorang Program Director di televisi swasta. Memiliki lingkungan yang super konyol bahkan keluarganya sendiri. Untuk itu, di usianya yang sudah 28 tahun, ia bertekad bisa mendapatkan lelaki seri...