S E M B I L A N

3.3K 107 2
                                    

"Bisa kau jelaskan padaku, tentang tanda-tanda kemerahan ini?"

Sialan. Kelly bertanya padaku tentang kiss mark pemberian Shawn itu.

Memang, sih. Tanda-tanda berwarna merah itu masih terlihat jelas di leher, bahu, dan dadaku.

"EMILY! JAWAB AKU!"

aku menunduk. Bagaimana ini? Kalau Kelly sampai tau, bisa saja ia menjauhiku.

"Ceritakan padaku. Aku tidak akan membencimu."

Aku menghela nafas. "Aku dan Shawn melakukan itu."

"APA!? BAGAIMANA BISA!?"

Lalu aku menceritakan dari awal hingga akhir.

"Bagaimana nih, Kel? Aku mau berenang, tapi bagaimana cara menutupi ini?" Tanyaku sambil menunjuk leherku.

Tadi Ivan memang mengajak aku dan Kelly untuk berenang. Tapi karena tanda merah ini, sepertinya aku mengurungkan niatku untuk berenang--ralat, bukan berenang, tapi main air.

"Kita tidak usah berenang deh. Lagipula, aku lagi PMS."

"Ah, gara-gara si cowok sialan itu, aku tidak jadi berenang deh."

Kelly terkekeh ketika mendengar ocehanku. "Salah kamu sendiri. Kenapa kamu tidak menghentikan Shawn?"

Aku hanya diam saja. Aku kembali teringat bagaimana aku sangat menikmati sentuhan dari Shawn.

"Kel, jangan beritahu Ivan, ya? Aku takut dia marah."

Kelly mengangguk. "Oke."

Tiba-tiba pintu kamarku terbuka. Aku dengan cepat mengambil jaketku dan memakainya lalu membiarkan rambutku tergerai, untuk menutupi leherku.

"Kalian mau berenang, tidak?" Tanya Ivan. Ya, yang membuka pintu kamarku adalah Ivan.

"Tidak, Van. Kami sedang PMS." Jawabku santai.

Ivan mengangguk. Tiba-tiba ia mengerutkan keningnya.

"Kenapa kau memakai jaket? Padahal AC kamarmu mati. Apa tidak panas?"

Bagaimana nih? Bagaimana cara menjawab Ivan?

Aku menatap Kelly dengan tatapan 'jawablah' tapi dengan bodohnya, ia malah menatapku balik.

"Aku tidak enak badan, Van. Tapi sebentar lagi juga tidak apa-apa kok."

Ivan mengangguk lalu keluar dari kamarku.

Memang ya, dari dulu, kakakku memang bodoh.

"Kel, kau kan pintar make up. Tolong dong, tutupi tanda merah ini dengan make up."

"Boleh-boleh saja. Tapi, belikan aku frappuccino yaa!"

Aku memutar bola mataku. "Iya, iya!"

Kelly hanya nyengir dan langsung menyiapkan peralatan make up nya.

***

Aku mengecek notifikasi ponselku. Dan aku terkejut ketika mendapat notif instagram.

shawnmendes started following you

Aku mengabaikannya dan malah membuka direct messages darinya.

shawnmendes: follback?

Aku membanting ponselku ke lantai ketika melihat nama Shawn di ponselku.

"Oh, sungguh malang nasibmu, ponsel." Ucap seseorang yang membuatku tambah sebal.

Bagaimana tidak? Ia memungut ponselku dan memeluknya.

"Gila." Ucapku pelan. Tapi aku yakin ia masih bisa mendengarnya.

Ivan terkekeh. Ia lalu duduk disebelahku dan memberikan ponselku padaku.

"Kau kenapa, hm?"

Aku memutar bola mataku. "Bukan urusanmu."

"Mau kentang goreng, tidak?"

"Tidak."

"Mau es krim matcha?"

"Tidak."

"Mau ketemu Shawn?"

"Tid--apa? Shawn?"

Ivan terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

"Sudah kuduga, pasti kau merindukan Shawn, kan?"

Aku menatapnya tajam. "K-kau ini apa-apaan sih?"

Ivan mengacak-acak rambutku. "Tenang saja, adikku sayang. Sebentar lagi pangeranmu akan datang."

Mulutku menganga. Apa!? Shawn akan datang kesini!?

"Bagaimana bisa, Shawn ada di New York?"

"Haha, kau tidak perlu tau. Sebaiknya kau berterima kasih padaku. Aku yang menyuruh Shawn kesini."

Aku menelan ludahku dengan susah payah. Shawn akan kesini?

Ivan sialan. Ngapain sih dia menyuruh cowok sialan itu kerumah?

"Engh...Van, aku mau berkeliling komplek bersama Kelly. Boleh kan?"

Ivan tersenyum jahil. "Mau menghindari Shawn, ya? Aku tahu kok, kau malu-malu saat bertemu dengannya, karena kau menyukainya."

Aku memukul lengannya. "Ih, apaan sih kau ini?"

Aku berjalan menuju kamarku dan memanggil Kelly.

"Apa?" Kelly baru selesai mandi. Sekarang ia sedang mengeringkan rambutnya dengan hairdryer.

Aku mendekatinya dan berbisik. "Shawn akan kesini."

"APA!?"

Nah, ini nih, resiko jika membawa orang gila kerumah. Kelly baru saja menjatuhkan hairdryerku ke lantai.

"Trus gimana dong?"

"Kita keluar rumah pakai sepeda, yuk!" Ajakku.

"Ayo, ayo!"

Kelly langsung mengganti celana pendeknya dengan celana selutut. Aku juga.

Lalu aku dan Kelly membuka pintu dan mengambil sepeda.

Disini memang ada sepedaku dan Ivan. Sepeda ini sudah lama, sejak aku kelas 6 SD.

Memang tidak bagus, sih. Tapi masih layak pakai lah.

"Hai, Em." Ucap seseorang tepat dibelakangku.

Wtf.






Lights On (S.M)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang