#4

36 14 5
                                    

Happy reading←

Audrey duduk bersandar kursi meja belajarnya. Dia sedang mendengarkan musik dengan menggunakan earphonenya. Saat ini ia tengah memikirkan perkataan ibunya Ansel beberapa minggu yang lalu saat ia berkunjung ke rumah Ansel.

FLASHBACK ON

"Audrey, abis ini temenin tante ke mall ya?" ajak Ratna kepada Audrey.

"Oke, tan."

"Ansel gak diajak nih?" tanya Ansel.

"Nggak! Ini urusan cewek. Kamu dirumah aja jagain rumah."

"Tapi kan ada Mang Udin, mah"

"Yaudah, kalo gitu kamu jagain mang Udin aja. Yasudah, mama sama Audrey pergi dulu. Kamu baik-baik dirumah. Jangan undang temen cewek, jangan sampai rumah berantakan, jangan lupa makan siang, dan jagain mang Udin dengan sebaik-baiknya, oke?"

"Iya mah iya."
***

"Loh, kok kita kesini tante? Tante bilang kan kita mau ke mall."
Audrey terkejut saat mereka tiba di TPU dekat komplek rumah Ratna. Ratna hanya menanggapinya dengan tersenyum, kemudian ia menuntun Audrey ke sebuah makam yang nampak terawat. Audrey menatap tulisan yang ada nisan makam tersebut.

"Axcel Conner? Dia-"

"Kakaknya Ansel. Sudah lama mama nggak ngunjungin kamu, nak. Mama kangen banget sama kamu. Gimana kabar kamu? Baik-baik aja kan? Mama yakin kamu baik-baik aja, soalnya Allah pasti ngejagain kamu."

Audrey menatap iba ke arah ibu dari sahabatnya itu. Melihat Ratna, Audrey jadi teringat dengan ibunya. Dia rindu dengan ibunya, setiap hari jumat, ia pasti akan pergi mengunjungi makam ibunya. Ya, ibunya sudah tiada sejak ia masih kecil. Ia rindu dengan tangan lembut ibunya yang mengelus-elus kepalanya. Ia rindu semua hal tentang ibunya. Namun, apa boleh buat, takdir sudah digariskan. Ia harus menerimanya dengan ikhlas.

"Jadi selama ini Ansel punya sodara?"

"Iya, Dy. Maaf, kalau tante tidak pernah memberitahu kamu."

"Tante nggak perlu minta maaf, tante nggak salah kok."

Saat ini mereka sedang berada di restoran dekat TPU tersebut. Setelah berkunjung ke makam kakaknya Ansel, mereka memutuskan untuk makan siang disana.

"Axcel meninggal lima tahun yang lalu. Dia anak yang baik, dia sangat dekat dengan adiknya. Mereka selalu bermain musik di studio khusus yang dibuat ayahnya untuk mereka. Mereka berdua sangat menyukai aliran musik electro seperti yang dimainkan Dj-dj zaman sekarang. Mereka bahkan mempunyai cita-cita yang sama, yaitu menjadi seorang disk jokey yang terkenal diseluruh dunia. Tapi, sesuatu terjadi. Saat itu Axcel sedang ada kompetisi Dj tingkat internasional. Ia meminta Ansel untuk menemaninya selama ia berkompetisi diluar negeri. Setelah beberapa bulan, akhirnya Axcel bisa lolos masuk ke babak final. Mereka senang sekali saat memberitahu kami kalau ia berhasil masuk ke babak final,"

"Keesokan harinya, saat Axcel tampil, tiba-tiba lampu panggung terjatuh dan menimpa kepalanya. Ia pingsan dan segera saja dilarikan ke rumah sakit. Saat itu Ansel masil dua belas tahun, ia menelpon tante untuk memberitahukan apa yang terjadi dengan kakaknya. Dia sangat ketakutan. Kamipun segera memesan tiket pesawat untuk menemui mereka. Namun, belum sempat kami tiba di rumah sakit, Axcel sudah dipanggil yang maha kuasa. Kami semua sangat sedih, apalagi Ansel. Dia sampai harus dikurung didalam kamarnya saat kami menguburkan jasad Axcel. Ansel benar-benar tenggelam dalam kesedihannya. Saat ia tahu, bahwa kematian kakaknya sudah direncanakan, ia benar-benar marah. Pelakunya tertangkap seminggu kemudian, yang ternyata teman sekaligus saingan Axcel dalam kompetisi. Sejak saat itu, Ansel meninggalkan semua hal tentang dj. Ia bahkan tidak mau mengunjungi studionya lagi. Sepertinya dia trauma berat."

A Pitch Of My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang