CHAPTER 41

17.2K 521 9
                                    


Kedatangan ibu Qia membuat anaknya itu bersemangat setiap hari. Ibunya membuat Qia merasa semakin tenang. Tak terkecuali mama Ardiya dan Sevan sudah ada di rumah Rio.

Kelahiran bayi Qia dijadwalkan kurang lebih satu minggu lagi. Berhubung sekarang Sevan sudah libur sekolah, maka mama Ardiya mengajak Sevan pergi ke Jakarta sembari menanti kelahiran adiknya.

Bagi Qia lengkap sudah dengan adanya kedua ibu di sisi nya saat ini. Ibu dan juga mama mertuanya benar-benar perhatian padanya.

Mereka menceritakan semua pengalaman ketika dua ibu yang ada di dekatnya saat ini melahirkan. Qia sendiri tak menampik bahwa dirinya beruntung mempunyai dua ibu yang selalu memperdulikannya.

Sevan kini juga semakin manja pada Qia yang tengah hamil tua. Anak itu selalu meminta Qia berada di sampingnya. Alasannya, Sevan ingin selalu mendekap adik yang ada di dalam kandungan Qia.

Sevan selalu saja mendekap perut Qia. Tak jarang pula anak itu mengelus-elus perut buncit Qia dan menciumnya. Qia tak keberatan dengan sikap Sevan. Dia justru senang karena Sevan menerima kehadiran adik, yang lebih tepatnya 'adik tiri' bagi Sevan.

Semenjak Sevan,mama dan ibu mertuanya datang, Rio semakin jarang membelai istrinya itu. Ada saja hal yang membuat Qia berpaling dari Rio.

Tentu saja itu membuat Rio cemburu. Terlebih lagi pada putra nya. Sifat cemburu Rio pada Sevan akhir-akhir ini kembali datang. Sevan selalu saja bisa menarik perhatian Qia. Alhasil, Qia cuek pada Rio.

Tapi Rio juga memaklumi hal itu. Cemburunya Rio pun juga dalam batas wajar. Tentu saja karena Sevan pasti sangat merindukan Qia. Terlebih lagi putranya itu sangat bahagia karena segera memiliki adik.

Tapi karena Seva lah, rumah itu ceria. Tawa khas Sevan membuat suasana rumah itu berbeda. Rumah itu tampak lebih bersinar karena adanya anak kecil yang riang seperti Sevan.

Rio dan Qia berpikir, kalau putrimereka lahir suasana rumah itu pasti akan lebih cerah. Maka dari itu, keluarga kecil itu tak sabar menunggu kelahiran sang buah hati. Mereka juga tak sabar melihat Sevan bisa bermain dengan adiknya. Pasti akan sangat menyenangkan kalau Sevan dan adiknya nanti berlari bersama-sama di rumah itu.

~~

Hari itu Rio mendapat telepon dari Athia. Athia meminta Rio untuk menjemputnya di bandara. Berhubung saat itu hari Minggu dan Rio sedang libur maka suami Qia itu bergegas menjemput adiknya.

"Ma, bu. Rio jemput Athia ke bandara dulu, ya."

Pamit Rio. Pada mama dan ibu Qia di yang sedang memasak bersama bi Minah di dapur. Mama nya kaget saat Rio berkata ingin menjemput Athia.

"Loh, Athia jadi pulang sekarang? Anak itu bilang pulang tiga hari lagi."

"Barusan Athia telepon, ma. Katanya dia udah ada di bandara."

"Yaudah, kamu buruan jemput adik kamu. Ajak dia kesini aja."

Rio mengangguk. Ia segera menggunakan jaketnya dan segera pergi dari hadapan mama dan ibu mertuanya.

"Padahal bilangnya itu pulang tiga hari lagi, jeng." Ucap mama Ardiya pada ibu Anjani.

"Athia pulang dari Inggris?"

"Iya. Tahun ini dia udah lulus SMA di Inggris. Bilangnya sih mau kuliah di Jakarta aja. Dia udah kangen sama rumah."

"Bagus, kalau Athia mau kuliah di Jakarta, bu. Dia jadi dekat sama keluarga."

"Iya sih, jeng. Ya mau kuliah dimana pun Athia suka itu pilihan dia. Saya Cuma ikutin aja apa yang dia pilih."

Saat kedua ibu itu tengah asyik mengobrol, Qia sudah ada di hadapan mereka. Ibu hamil itu tengah memperhatikan pekerjaan yang bisa ia bantu.

"Qia bantuin potong sayurannya ya, bu."

Ucap Qia. Mama dan ibunya memperhatikan Qia dengan tatapan penuh arti.

Qia mengetahui apa arti tatapan itu. Pasti dua ibunya itu akan berkata kalau lebih baik dirinya diam saja.

"Jangan bilang mama sama ibu nggak izinin Qia bantu-bantu. Cuma potong sayuran aja kok, bu, ma. Lagian juga nggak berat buat Qia.Qia potongnya sambil duduk juga."

"Ibu sama mama kamu bisa kok kerjain ini semua. Lagian bukan Cuma kita, ada bi Minah juga. Jadi tanpa kamu bantu pasti cepat selesai."

"Ibu, mama. Qia itu hamil bukan sakit. Kan mama sama ibu sendiri yang bilang kalau wanita hamil banyak gerak baik buat bayi nya."

Mama Ardiya menatap ibu Anjani. Mereka tidak bisa menolak ucapan Qia yang keras kepala itu.

"Memang kamu keras kepala. Yasudah, ini. Tapi untuk potong sayur aja, kalau sudah selesai jangan minta bantuin lagi." Ucap ibu nya Qia.

"Iya, Qia. Kami juga tau kalau banyak gerak juga baik untuk bayi, tapi kamu kan hamil tua. Pasti kamu akan cepat kelelahan walaupun Cuma buat potongin sayur kaya gini." Imbuh ibu mertuanya.

Qia tersenyum menerima sayur yang akan ia potong. Tak lupa ia juga tersenyum lebar pada ibu dan mama Ardiya yang khawatir padanya.

"Qia kan udah bilang kalau Qia itu nggak sakit, ma. Mama sama ibu tenang aja."

Tak ingin berdebat dengan putri mereka yang kini semakin keras kepala, akhirnya mama Ardiya juga ibu Anjani membiarkan Qia membantu untuk memotong sayur. Bi Minah tak berkata apa-apa mendengar ibu dan putri nya tengah berbicara.

Tak lama setelah itu mama Ardiya melihat keringat menetes di dekat pelipis menantunya. Mama Ardiya mengambil pisau dan sayur yang Qia pegang.

"Kan, sedikit aja udah capek. Mama bilang juga apa. Belum selesai aja kamu udah keringetan sayang." Ucap mama Ardiya. Bi Minah yang juga melihat Qia kelelahan langsung mengambilkan segelas air putih untuk Qia.

"Ini, non. Minum dulu airnya." Ucap bi Minah sembari memberikan gelas yang sudah diisi air putih.

"Keras kepala sih." Ucap ibu Anjani.

"Ini bukan karena Qia kelelahan, kok. Udaranya aja panas. Qia nggak capek, ma,bu. Cuma segitu masa iya Qia langsung capek." Bantah Qia.

"Alasan aja kamu, sayang. Udah mending sekarang mama antar kamu ke kamar. Kamu istirahat aja di kamar." Ucap mama Ardiya.

"Tapi, ma. Qia masih mau bantu-bantu."

"Mama, tau. Tapi kondisi kamu sekarang harus penting untuk dijaga, sayang. Udah. Sekarang kamu mama antar ke kamar. Mending kamu istirahat aja sama Sevan."

"Qia. Udah kamu turutin aja permintaan mama kamu. Ibu juga nggak mau kamu kecapekan." Imbuh ibunya.

Mau tak mau Qia menuruti permintaan ibu dan juga mama nya. Ia bangkit dari tempat duduknya kemudian berjalan dibantu mama Ardiya kembali ke kamar.

Mama Ardiya membantu Qia untuk duduk diatas tempat tidurnya. Sementara Sevan sudah terlelap juga datas tempat tidur Qia.

"Sekarang kamu istirahat. Mama akan kembali ke dapur. Jangan turun lagi, ya. Kamu temenin Sevan aja."

Mama Ardiya mengecup kening Qia. Qia mengangguk dan tersenyum. Mama mertuanya itu beranjak pergi dari kamar dan kembali ke dapur. Tak ingin membuat kedua ibunya khawatir, Qia memilih untuk berbaring didekat Sevan. Qia menatap wajah kecil itu tertidur hingga dirinya kini ikut terlelap.

~~

Selamat Malam Mina-san!

Alhamdulillah, malam ini malam pertama hari raya :D barusan author pergi lebaran, author sempetin publish chapter baru :D Oh iya, 1k lagi menuju 3k dan kuis atau GIVEAWAY "MWD-PGILY" akan terlaksana.

"Minal Aidin wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin – Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438 H"

Sweet Smile,

LOVESTA

I Choose You -  "QIA & RIO"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang