Arkaniko Anggara Putra, itu lah nama panjang lelaki yang sedang duduk rapi di meja makan bersama ibunya. Setelah perceraian kedua orang tuanya sejak ia masih kecil, Arkan hanya tinggal bersama ibu yang paling ia sayangi. Melihat perjuangan ibu yang sangat besar, terkadang Arkan merasa benci kepada ayahnya, yang kini telah hidup bahagia bersama keluarga barunya. Namun, ibu selalu bilang kepada Arkan, ia tidak boleh membenci ayah nya. Mau bagaimana pun, seburuk apa pun, ayah tetap lah menjadi ayah nya.
Arkan juga tidak tahu, apakah kini ia memiliki adik tiri atau tidak. Sudah lama sekali Arkan tidak berbicara dengan ayahnya, sejak nomor telepon ayah tidak bisa dihubungi. Yang Arkan ingat, ia memiliki dua orang saudara. Sebenarnya, sedari dulu, Arkan ingin bertemu dengan kedua saudara kandungnya itu, ia merindukan mereka. Namun Arkan tidak tahu keberadaan mereka di mana sekarang ini.
Arkan memasukan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
"Ar?" panggil ibu yang sedang berada di hadapannya itu.
"Iya, bu?" Arkan melihat ke arah Vireyta.
"Kamu hari ini bisa temenin ibu kondangan, kan?" tanya Vireyta.
"Kondangan? Bisa," jawab Arkan dengan segelas air di tangan kanannya, "Eh tapi bu, Arkan harus latihan nih sama Arzi. Jadi, kaya nya nggak bisa hehe," lanjutnya sambil cengengesan.
"Yah..Ya udah deh, ibu sendiri aja." Vireyta menghela napas panjang.
"Ibu, kenapa sih ibu nggak nikah-"
Belum sempat Arkan menyelesaikan kalimatnya, Vieryta langsung memotong, "Arkan udah ya, ibu nggak mau bahas itu lagi."
"Tapi bu, apa salahnya sih? Arkan juga udah setuju kok, kalo ibu mau nikah lagi. Arkan nggak tega kalo harus liat ibu terus berjuangan sendiri kaya gini. Dan, nanti kalo Arkan udah punya keluarga sendiri, ibu kan jadi sendirian. Arkan nggak mau bu," ucap Arkan mencoba untuk mengutarakan isi hatinya.
Raut wajah Vireyta berubah seketika, terlihat jelas bahwa ia benar-benar tidak suka jika anak lelakinya itu mulai membicarakan masalah ini. "Ibu berangkat dulu, kamu hati-hati." Vireyta mengambil tas yang berada di sebelahnya, ia pergi begitu saja meninggalkan Arkan.
Gue nyesel asli, batin Arkan sambil melihat ibu nya pergi keluar rumah.
Ya, Arkan memang menyesali apa yang ia minta kepada ibunya saat masih SMP dulu.
Dulu, ibu sempat meminta izin kepada Arkan untuk menikah lagi. Namun, Arkan langsung menolaknya mentah-mentah. Ia tidak ingin Vireyta dimiliki orang lain. Setelah Arkan menolak, Vireyta terlihat sedih dan tidak ada niatan lagi untuk menikah. Mungkin, Vireyta sudah sangat mencintai pria yang waktu itu ingin menikahinya, sehingga ia masih sedikit kesal dengan Arkan. Paslanya, pria itu kini telah menikahi seorang wanita lain.
Sungguh, Arkan menyesali semua itu. Jika saja ia tak melarang ibu nya, mungkin kini Vireyta telah bahagia dan tidak akan merasa kesepian.
***
Kini jam pelajaran ketiga tengah berlangsung. Kelas begitu ramai dan berisik. Ya begitulah keadan kelas jika guru yang mengajar tidak bisa hadir. Apa lagi, jika guru tersebut tidak memberi tugas. Betapa bahagianya seluruh penghuni kelas ini.
Begitu juga yang dirasakan Arkan dan teman-temannya. Kali ini kelas XI IPA-3 sangat ramai, ada yang mengobrol, bermain handphone, bermain truth or dare, atau bahkan ada yang sedang mencoba untuk stand up comedy di depan kelas, seperti yang dilakukan Apris saat ini. Namun, sayang seribu sayang, usaha Apris untuk menghibur teman-temannya itu tidak diperhatikan, tidak ada yang tertawa, bahkan untuk melihatnya saja tidak ada. Sungguh malang nasib Apris kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seriously?
Teen Fiction[On Hold] Cinta pada orang yang salah itu menyakitkan hati ku Sudah terlanjur cinta namun tak bisa bersatu itu pun menyakitkan hati ku Takkan ada yang ingin mengalami semua ini, termasuk diriku Yang tak ingin melepas mu Kau sudah terlanjur berada di...