"Mari saya bantu, Dokter Ken." Prilly mengambil alih sebagian berkas yang ada di tangan seorang dokter muda bernama Kenzo
"Boleh, maaf yah jadi ngerepotin, Dokter Prilly. Seharusnya suster Reity yang membantu saya hari ini," ucap Ken yang sebenarnya tak enak hati jika di bantu oleh seorang dokter juga, terlebih Prilly adalah calon istri dari Dokter Ali yang semua orang tau bagaimana sikap posesifnya Liand.
"Ini berkas untuk apa, Dok?" tanya Prilly sambil berjalan menuju ruangan kamar pasien. Sadar bahwa Liand sedang mengawasinya, Prilly justru makin mendekatkan langkanya dengan Ken. Hal itu membuat Prilly tersenyum sinis melihat perubahan raut wajah Liand yang mengeras
"Pemeriksaan rutin biasa, saya selalu membawa lengkap data pasien agar tak salah mengotrolnya." Prilly mengangguk mengerti, ia berpikir sesaat dan kemudian muncul niat untuk balas dendam atas perlakuan Liand tadi siang.
Yah, sepulang dari rumah makan itu Prilly langsung memborong semua pertanyaaan yang harus di jawab oleh Liand. Tak ada lagi yang ditutupin oleh Liand, ia menceritakan semua masa lalu dia, siapa dia dan siapa perempuan yang bersamanya tadi. Prilly berusaha menerima itu semua, ia mencoba mengerti posisi Liand saat diminta Zee makan siang bersama. Namun, hati tak sekuat fisiknya. Ia mengatakan baik-baik saja walaupun kenyataan itu berbanding terbalik.
"Saya bantu yah dok?" tawaran Prilly yang membuat Ken sedikit kaget.
"Lho memang sekarang kamu gak ada agenda?"
"Gak ada hanya jaga piket saja kok."
"Baiklah, tapi saya tidak mau kalau nanti saya yang di tegur dengan Dokter Ali, karena mendekatin calon istrinya." goda Ken yang membuat Prilly tersenyum menghadapi godaannya.
"Ekhem." Suara dari arah belakang Prilly membuatnya mau tak mau menoleh ke arah belakang. Matanya terbelalak melihat Liand yang sudah ada di depanya kini.
"Tuh kan, belum apa-apa saja sudah dapat tatapan tajam dari Dokter Liand," ucap Ken yang mengharuskan Liand tersenyum sebentar kepada Ken dan mengalihkan padanganya kembalj kepada gadisnya.
"Ikut aku sekarang." tanpa Prilly bisa ngucapkan pamit terlebih dahulu kepada Ken, Liand sudah menarik kasar lengan Prilly yang membuatnya meringgis kesakitan.
"Li kamu gak sopan banget sih! Lepasin tangan aku sakit." rintih Prilly
"Li sakit..., kita bisa jalan biasa saja kan? Jangan menarikku seperti ini." Lirih Prilly yang sebenarnya bercampur malu dengan tatapan beberapa suster yang sedang bolak-balik.
"Li, pergelangan aku merah. Lepasin, sakit..., Li, aku mohon." seperti orang kesetanan Liand justru semakin erat mencengkram pergelangan Prilly.
Liand membawa Prilly masuk ke ruang Prakteknya yang sudah sepi karena tak lagi ada jadwal. Ia menutup pintu rumah sakit dengan cukup kencang.
"Mau kamu apa sih? Mingir, aku udah janji sama Ken." Prilly masih kukuh untuk membantu Ken, padahal pergelanganya memerah dan harus diobatkan.
"AKU BILANG ENGGAK!" teriak Liand yang membuat Prilly menjauh langkahnya. Untung saja ruangan Liand ini kedap suara, karena Liand adalah Dokter spesialis yang tentu fasilitasnya berbeda dengan ruangan dokter lainnya.
"Apaan sih, Li. Jangan cemburu gak jelas gitu, aku cuman mau ngebantu tugas dia saja," Ucap Prilly yang masih berusaha sabar. Dan kembali bersihkeras untuk keluar dari ruangan Liand.
"KAMU DENGAR AKU ENGGAK SIH! AKU BILANG TETAP DI SINI!" Liand mendorong bahu Prilly ke tembok dengan begitu kasarnya.
Bught!! Tubuh Prilly terbanting ke arah dinding yang menimbulkan suara yang memikikan telinga
Kejadian pun hening seketika, baik Liand maupun Prilly sama syok tak menyangka akan hal ini. Tubuh Prilly merosot ke lantai dengan bahu yang bergetar, ia diam seribu bahasa serta tak mampu lagi membantah, kepalanya menunduk, matanya memejam dengan air mata yang terus mengalir.
Tubuhnya teramat sakit untuk menompang dirinya hingga tersungkur ke lantai, punggungnya mungkin terluka memar akibat benturan itu Ini adalah perlakuan kasar pertama Liand yang membuatnya tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Light In The Darkness (END)
FanfictionSequel dari Liebe Dich In Deutsch Jangan coba-coba baca jika belom baca liebe dich in deutsch, karena ceritanya masih lanjutan bahkan masih berkaitan dengan cerita tersebut. Berani baca? Tentu akan banyak menemukan plot hole. . . . . . . . Hidup se...