Liand mengambil buket bunga mawar yang baru saja ia pesan dari sebuah kurir. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang euro—jika dikurs dalam mata uang rupiah, satu euro itu sekitar lima belas ribuan tergantung kebijakan BI dan inflasi[1]—Liand menghirup sebentar harum khas dari bunga rose itu, pantas saja Prilly sangat menyukainya, karena aroma dan bentuknya yang sangat indah. Ia menyusuri lorong rumah sakit, tadi pagi sebenarnya Prilly tidak ingin masuk, dia masih ingin berlama-lama berada di kamar Ali untuk sekedar menghirup lebih lama baju-baju Ali yang berada di lemari dan memeluknya sepanjang malam, hanya saja Liand memaksa Prilly untuk tetap berkerja karena sudah tugas dan tanggung jawab Prilly sebagai seorang dokter.
"Kamu dari mana saja sih, Li? Katanya hari ini lagi off?" Tanya Prilly tanpa menoleh ke arah Liand yang baru saja membukakan pintu karena Prilly masih sibuk melihat agenda kegiatannya hari ini.
"Aku baru saja dari depan mengambil pesanan bunga mawar cantik ini untukmu." sontak saja Prilly menole dan berhamburan memeluk Liand dan mengambil alih atas bunga rose itu.
"Aaaa, danke[2]! Ich mag diese [3]. Harum...," Prilly menghirup beberapa tangkai bunga mawar.
"Eh tapi kok bukan warna merah atau pink seperti bisanya. Kenapa sekarang tiga warna?"
"Yah biar lebih berwarna saja. Supaya saat kamu melihat bunga itu, harimu jadi lebih berwarna." Liand tersenyum manis, ia tau rayuannya itu sangatlah receh. Namun tetap membuat Prilly tersipu malu.
Prilly membuka ikatan pada bunga itu, meletakannya pada vas kosong yang ada di meja kerjanya. Sungguh cantik untuk hiasan dalam ruang dokter agar aromanya bisa menetralisir antibiotik yang kental dengan rumah sakit.
"Bola salju itu kamu letakan di situ juga?" tanya Liand melihat samping vas bunganya kini terdapat juga peninggalan dari Ali.
Prilly mengangguk sebagai jawabanya. "Iya, karena aku pikir kalian berdua itu sama-sama memberikan pengaruh positif dan bikin aku semakin semangat untuk berkerja." Prilly melihat kembali meja kerjanya yang kini dihiasi oleh bunga pemberian Liand tiap minggunya dan hiasan pemberian Ali yang akan tetap utuh jika tidak mengenai benturan.
"Tapi kenapa aku enggak rela yah, meja yang biasa hanya dihiasi dengan bunga dariku kini harus berbagi dengan bola salju dari Ali." Suara hati Liand yang sepertinya tidak bisa berbagi.
"Kamu kenapa kok diam saja?" Prilly menyadarkan lamunan Liand tentang keegoisanya.
"Eh enggak, aku hanya senang kalau sekarang kamu udah bisa tersenyum lagi dan enggak terlarut dalam kesedihan."
"Karena kalian adalah alasanku untuk tetap tersenyum." Prilly memeluk pinggang Liand menyandarkan kepalanya pada dada bidang Liand.
Kalian? Bukan aku? Jadi alasan Prilly untuk tetap tersenyum itu adalah kalian. Ali dan Liand! Bukan aku! Suara batin Liand semakin paham bahwa bukan hanya dialah alasan Prilly untuk tetap bangkit.
"Hari ini kamu kerja sampai jam berapa?"
"Di agenda sih aku cuman ada janji sama pasien sampai jam tiga sore. Kamu jadikan temeni aku untuk ke makam Ali nanti sore?"
"Iya aku janji, yaudah aku pulang dulu yah. Nanti jam tiga aku jemput kamu. Yang fokus kerjanya, ingat nyawa pasien ada di tanganmu. Walau kamu hanya perantara Allah atas izinnya." Liand bangkit dari duduknya mencium kening Prilly sebentar.
"Kamu hati-hati yah." Prilly mengelus rahang kokoh Liand tak lama sebelum Liand bergegas meninggalkan tempat kerja Prilly.
****
Seorang perempuan dengan tidak sabar menekan tombol bel yang ada di depan rumah, berharap sih pemilik rumah cepat membukakan pintu utama. Namun saat pintu itu telah terbuka sempurna, sosok paru baya bergeming melihat siapa yang datang.
" Grüezi[4] Guten tag[5], Frau Steffy." Suara tamu itu menyapa Steffy selaku tuan rumah.
"Mau apa kamu ke sini?"
"Hmm, aku hanya kebetulan lewat dan ingin mampir. Aku dengar Ali sudah balik dari Paris yah lima tahun lalu. Kok dia gak nyari aku yah? "
"Ali sudah melupakanmu, kau sendiri yang memilih untuk melepaskan Ali. Dan sekarang Ali sudah bahagia, jadi aku harap jangan mengganggu kehidupan anakku lagi."
"Oh yah, apa aku tidak boleh menemuinya. Ali ada di rumahkan, Frau?"
"Sayangnya Ali sedang tidak ada di rumah dari tadi pagi, dan kalaupun Ali ada di rumah aku tidak akan membiarkanmu menemuinya. Bis bald[6]." Steffy secara tidak sopan menutup kembali pintu setelah mengucapkan salam perpisahan.
Perempuan itu mengedikkan bahunya tak acuh, ia tidak akan mengemis untuk sekedar bertemu dengan Liand. Mungkin suatu saat mereka akan bertemu dan perempuan itu telah bersumpah akan kembali mengambil hati Liand.
Wanita itu meninggalkan rumah Steffy dengan mobilnya. Namun, di lain arah terlihat sebuah mobil masuk ke dalam halaman rumah Steffy. Pria yang baru saja keluar dari mobil itu menyeritkan alis binggung, seolah bertanya tentang mobil yang baru saja pergi. Ia menekan bel sekali menunggu pemilik rumah itu membukaan pintu untuknya.
"Mau apa lagi sih kamu. Aku udah bilang Ali—" Steffy lagi-lagi bergeming saat membukaan pintu.
"Mom, Kenapa? Tadi siapa yang datang?"
"Itu teman Mommy tadi, Li. Oh yah kamu kok baru pulang? Katanya cuman ngantar Prilly ke rumah sakit saja kok sampai sore seperti ini." Steffy mengalihkan pembicaraan agar Liand tak lagi bertanya tentang tamu itu. Seorang wanita yang ternyata adalah Caren mantan dari Aliandra Grovaz, Steffy jelas tidak mau anaknya ini kembali pergi dan menyusul perempuan tak tau malu itu.
"Iya mah tadi Liand habis ketemuan sama Devan. Liand pulang mau ganti baju saja Mom, terus mau balik lagi ke rumah sakit."
"Lho mau ngapain lagi ke rumah sakit?"
"Mau jemput Prilly lalu ke makam Ali. Oh iya yang tadi itu siapa yah, Mom?" Tanya Liand kembali sambil menganti kemejanya dengan kaus agar lebih kasual.
"Kalau tadi itu Caren bagaimana?"
~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~Keterangan:
[1] banyaknya uang beredar
[2] terima kasih
[3] aku suka ini
[4] hallo
[5] selamat sore
[6] sampai jumpa#########
Jakarta, 23 mei 2017
Haii, maaf yah endingnya gantung, because aku lagi sibuk banget dan kalau aku gak publis aku gak akan tau kapan akan publis lagi. Jadi di tunggu aja yah teman teman 😘😘
Sal❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Light In The Darkness (END)
FanfikceSequel dari Liebe Dich In Deutsch Jangan coba-coba baca jika belom baca liebe dich in deutsch, karena ceritanya masih lanjutan bahkan masih berkaitan dengan cerita tersebut. Berani baca? Tentu akan banyak menemukan plot hole. . . . . . . . Hidup se...