Prilly sudah siap dengan blouse berlengan panjang dengan warna peach polos, dan rambutnya yang di gerai serta dibuat sedikit currly pada ujungnya. Dengan setelan celana jeans putih, terlihat penampilan Prilly yang anggun. Ia bercermin sekali lagi, memastikan polesan natural di wajahnya agar tidak terlihat berlebihan. Ia mengambil tas lalu menentengnya keluar dari kamar.
Seperti biasanya Prilly mengambil empat potong roti isi yang sudah mama Lia siapkan. Menaruhnya pada wadah berukuran sedang untuk ia sarapan nanti bersama Liand.
"Lho kamu pergi sendiri, gak bareng Ali?" tanya Lia yang melihat putrinya sudah siap dan berpamitan padanya.
"Liand, ada urusan pagi ini, Ma. Jadi Prilly berangkat sendiri aja." Priily mengecup pungung tangan Lia sebelum berangkat berkerja.
"Kamu naik apa? Taksi atau bus?"
"Taksi, Ma. Sudah sampai juga pesananya, Prilly pergi yah mah."
Prilly keluar rumahnya, kemudian memasuki taksi yang sudah di pesannnya keluar dari halaman rumah. Di perjalanan menuju rumah sakit, Prilly mengetik sebuah pesan singkat untuk Ali.
Morgen, kamu hari ini ke rumah sakit jam berapa? Jadwalmu apa pagi ini?
Beberapa menit kemudian, Ali membalas pesan Prilly sebelumnya.
Morgen, Hase. Aku datang sekitar jam 9, dan jam 10 aku ada pemeriksaan di Hemodialisis room[1].
Hemodialisis adalah suatu tindakan membersihkan racun dalam tubuh, karena ginjal tidak mampu lagi membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh.Hemodialisis dilakukan pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dan penyakit ginjal akut dalam kondisi tertentu.
Prilly tersenyum gentir membaca balasan tersebut, ia teringat tentang Ali. Perjuangannya seorang diri yang lagi-lagi membuat Prilly mengerutuki kebodohannya, ia tak mampu menolong kekasihnya itu, padahal ia adalah calon dokter. Prilly menghapus air mata yang membasuh pipinya, ia menatap ponselnya tanpa berniat untuk membalasnya Prilly memasuki ponsel pada tasnya. Taksi yang ia tumpangi sudah sampai pada area depan rumah sakit, Prilly membayar argo sesuai dengan tarifnya.
Prilly berjalan menyelusuri koridor rumah sakit tanpa ada yang memperhatikannya. Inilah yang membuat Prilly merasa nyaman tinggal di Jerman, sifat seorang yang tak acuh, tidak ingin tau dengan aktivitas seorang. Prilly memberhentikan langkahnya saat dari arah berlawanan muncul kehadiran Shireen.
"Kok sendiri saja, Dokter Ali kemana?" tanya shireen dengan mata celingak-celinguk mencari keberadaan Liand.
"Ada urusan sebentar, nanti juga sampai. Saya duluan yah, ada jadwal praktik pagi ini." Prilly bersikap tak acuh meninggalkan Shireen begitu saja. Karena menurutnya, berlamaan dengan Shireen akan membuatnya naik darah sebab topik membicaraan tak jauh Liand saja.
****
Prilly keluar dari ruang kerjanya saat jam makan siang. Ia berjalan menyusul Liand untuk lunch, karena Prilly tau Liand tidak akan makan bila sedang sibuk seperti ini.
"Dokter, Prilly." Suara teriakan memanggil namanya dari arah belakang membuat Prilly memutar tubuhnya, sosok perempuan paruh baya itu terlihat berjalan dengan senyum mengembang di bibirnya.
"Guten tag[2], Tante." Prilly memberikan salam pada perempuan itu, bagaimana juga ia tetap menghormati tante Steffy walau kini ia sudah tidak bersama dengan anaknya lagi.
"Siang, Prilly. Mau makan siangkah?" tanya Steffy yang di balas anggukan kecil darinya.
"Ikut Tante, yuk. Makan siang dengan anak, Tante."
"Maaf, Tan. Prilly makan di kantin saja." Prilly berusaha menolak halus tawaran Steffy, ia harus mengingat batasannya. Wanita di depannya ini tidak lagi mempunyai ikatan khusus dengannya.
"Tidak ada tolakan, Prilly! Lagi pula, aku sangat merinduhkanmu. Kita bisa berbicara banyal selama makan siang." Steffy menarik tangan Prilly pelan, tanpa lagi bisa Prilly menolak permintaan Steffy, Ia pasrah mengikuti ibu dari sosok pria yang masih ia cintai.
"Ruang rawat anak Tante di mana?"
"Tadi ia mengirim kabar bahwa masih ada di ruang cuci darah. Mungin kita sekarang ke sana saja," ucap Steffy yang membuat Prilly berdesir sebentar. Liand juga mengatakan tadi ada di ruangan yang sama, apa mereka akan bertemu nanti? Prilly harap tidak! Ia belum siap menemukan keduanya dan kembali bercerita masa pahitnya dahulu.
Sampai di depan pintu pembatas ruang, pikiran Prilly berkecambuk dengan semua yang terjadi ia bingung haru mengatakan apa jika bertemu dengan Ali. Namun bukan hanya Prilly lah yang bimbang, pria di balik pintu itu juga akan merasakan hal yang sama jika mengetahui dua wanita yang ia cinta datang bersama-sama untuk makan siang.
"Guten tag alle.[3]"Steffy menyapa semua penghuni yang berada dalam ruangan itu. Sedangkan Prilly hanya menunduk, ia tak berani mendongkakan kepalanya
"Mommy, Prilly." tubuh Liand kaku seketika bagaimana bisa dua wanita yang berarti dalam hidupnya datang bersama-sama. Prilly mendongkak kepalanya, memastikan pendengarannya tak salah. Bukan tentang sapaan Prilly, tapi Liand memanggil perempuan yang di sampingnya dengan sebutan 'mommy'.
"Kamu belum selesai, Li? Inikan sudah makan siang," ucap steffy tanpa memperdulikan keadan Liand dan Prilly yang bersitegang.
"Ah iya sudah, Mom. Kita makannya di ruang Ali saja yah," ujar Liand melirik sedikit ke arah Prilly yang sedang melototinya, tapi terlihat sekali ada genangan air di kelopak matanya.
Dalam perjalanan menuju ruangan Liand sama sekali tidak ada percakapan di antara mereka. Prilly sedari tadi menatap Liand tajam, sedangkan yang ditatap seperti itu hanyalah pasrah jika ia harus menceritakan semuanya dari awal.
Sampai di ruangan itu mereka semua duduk pada sofa di mana posisi Steffy yang ada di tengah-tengah.
"Kamu kenapa, Prill? Ada masalah dengan Ali." Steffy menatap keduanya bergantiaan,ia baru menyadari bahwa susana berbeda di sini.
"Maaf yah, Tan. Sepertinya aku butuh penjelasan dari Dokter Ali ini." Liand menghembuskan napas panjang, siap tidak siap dia harus menceritakan semuanya dengan dua wanita yang sedang menatapnya.
"Mom, jadi Prilly ini adalah pacar Ali." ucapan Liand membuat Steffy terkejut akan kenyataan ini, kenapa dunia terasa sangat sempit. Dan kenapa juga kedua anaknya harus jatuh pada pelukan bidadari seperti Prilly.
"Ali juga tau kalau Prilly ini sebenarnya adalah pacar dari Alifire. Ali sama sekali tidak ada niatan merebut Prilly darinya, hanya saja Ali ingin menjaga Prilly seperti apa yang di sampaikan Alifire. Hingga aku jatuh cinta pada sosok Prilly." Liand memberikan jeda pada ucapannya.
"Mommy tidak mengerti Ali, bagaimana bisa kamu mengenal Prilly?" Steffy bertanya yang sebenarnya tak ingin Liand jawab, ia tidak ingin menceritakan semuanya karena hal itu sangat menyakitkan menurutnya. Namun bagaimana, semuanya butuh kejelasan darinya sekarang.
"Saat di rumah sakit, dimana Alifire menceritakan semuanya dan sebuah perjanjian itu dan tentang Prilly."
~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~•~
[1] ruang cuci darah
[2] selamat siang
[3] selamat siang semua#####
Jakarta, 24 april 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Light In The Darkness (END)
FanficSequel dari Liebe Dich In Deutsch Jangan coba-coba baca jika belom baca liebe dich in deutsch, karena ceritanya masih lanjutan bahkan masih berkaitan dengan cerita tersebut. Berani baca? Tentu akan banyak menemukan plot hole. . . . . . . . Hidup se...