Hari ini Yogi datang terlalu pagi. Jam masih menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit. Masih ada sisa waktu tiga puluh menit untuk melanjutkan tidur atau streaming youtube sebelum wifi jadi lemot karena banyak yang pakai.
Jonathan sudah sampai lima menit lebih dulu sebelum Yogi. Ia sibuk menata rambutnya dengan sisir dan pomade andalannya.
Yogi berdecak. "Udah dibeliin pomade baru? Masih pagi nih, bro."
Jonathan mengangguk. "Yoi dong. Kalo gak ada pomade rasanya kegantengan gue ada yang kurang gitu."
Yogi menggeleng-gelengkan kepalanya pelan--memaklumi resiko punya teman setengah sinting tapi kocak. Ia lalu mengeluarkan tempat makan berwarna biru dari dalam tas lalu menaruhnya di atas meja.
"Buat lo tuh, Jon. Isinya bolu keju."
Mata Jonathan berbinar. "Lah tumben ngasih makanan. Biasanya air putih aja lo minta gue. Thanks ya."
Yogi memutar bola mata. "Yeh, ini tuh buatan Ivone anak kelas sepuluh. Tadi gue dicegat di depan gerbang terus dikasih ini. Gue gak gitu suka bolu jadi buat lo aja."
Tak lama kemudian, Dudet dan Oci datang bersama-sama dan langsung menimbrung percakapan.
"Gue mau dong, Yog," ujar Dudet sambil membuka tempat makan.
"Eh gue juga. Tapi Yog, setidaknya lo makanlah satu potong. Hargain dia yang udah susah-susah buat," ucap Oci bijak.
Jonathan menyudahi kegiatannya dengan menutup pomade. "Kadang kalo Oci jadi bijak, gue ngerasa dia kayak Mama Dedeh gitu."
Oci terkekeh. Ia mengambil satu potong bolu diikuti oleh Dudet yang mengambil dua potong sekaligus.
"Yah, gue udah bosen kue-kue. Lo harus ngerasain jadi gue, Ci. Dikejar-kejar gini tuh gak enak juga lama-lama."
Jonathan mengangkat bahu. "Terakhir gue dikejar cewek sih pas kelas lima SD."
"Kalo pas gede yang ngejar malah anjing galak ya, Jon?" Tanya Dudet menyeletuk.
"Kurang ajar. Omongan lo suka bener kadang-kadang," jawab Jonathan.
Yogi tampak penasaran dengan kisah Jonathan. Ia memutar kursinya menghadap Jonathan. "Terus terus? Cerita dong. Setau gue lo gak pernah pacaran dah."
"Ya sama cewek yang ngejar-ngejar gue itu. Cantik sih. Tapi anaknya aneh. Kok bisa-bisanya ya gue terima dia dulu."
Yogi mengangkat satu alis. "Aneh gimana?"
"Dia kalo makan suka aneh-aneh. Masa nasi putih lauknya nasi goreng. Gitu terus setiap hari. Gue sampe dibully gara-gara pacaran sama dia."
Yogi, Oci, dan Dudet tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Jonathan. Tawa itu berubah menjadi tawa prihatin.
"Sial amat idup lo soal cinta. Rasanya jodoh lo masih bayang-bayang gitu, Jon," kata Dudet. Yang lain ikut menyetujui.
Jonathan mengangguk. "Iye. Gue harus memperbaiki tabiat gue dulu sebelum punya hubungan serius sama anak orang. Nanti kalo cewek gue langsung stroke pas pacaran sama gue 'kan bahaya."
Yogi menyetujui. "Iya. Kucing lo aja gak gendut-gendut."
"Eh, si Anjing tuh emang gak gendut karena gue ajak kardio setiap pagi. Badannya yang paling sixpack di antara kucing komplek lainnya kalo lo mau tahu."
Mereka tertawa lagi. Oci sampai memukul-mukul meja sambil bergumam, "Sarap sarap."
Tak terasa tiga puluh menit bagi Yogi terlewat begitu cepat. Bel masuk sudah berbunyi. Anak-anak yang tadinya berada di luar kelas langsung buru-buru masuk ke dalam kelas untuk memulai doa pagi.

YOU ARE READING
Double Jo
Fiksi RemajaJohanna suka bermimpi untuk menjadi detektif. Jonathan suka pake pomade di depan kaca. Hal yang disukai Johanna sangat dibenci oleh Jonathan. Tapi karena Johanna, Jonathan menjadi menyukai hal-hal yang berbau detektif. Menjadi teman dari anak popule...