22. Kilas Balik (II)

1K 280 139
                                    

Masih satu tahun yang lalu.

Hati Euna sakit. Ia tahu panitia kampus tidak menelepon Minho. Mereka pasti menelepon orangtuanya. Hanya kontak mereka yang terdaftar dalam list panggilan daruratnya. Namun mereka malah mengirimkan Minho untuk melihat kondisinya. Jangan percaya kalau ada yang bilang orangtua mencintai anaknya melebihi hidupnya sendiri. Pengecualian untuk Euna.

Sepuluh tahun membina rumah tangga dengan satu anak tidak membuat frekuensi cek-cok di antara suami istri Choi berkurang. Konsultan pernikahan menyarankan mereka memiliki anak lagi. Euna adalah bayi yang diharapkan akan merekatkan kembali hubungan orangtuanya.

Namun ia gagal.

Euna malah menjadi alasan mengapa Eomma tidak bercerai dengan Appa. Ia menjadi alasan Eomma sakit-sakitan. Ia menjadi alasan Appa tak pernah ada di rumah. Puncaknya ketika ia berusia delapan belas tahun, mereka berpisah rumah. Eomma tinggal sendiri di kediaman keluarga Choi. Appa menempati penthouse dekat kantor. Minho Oppa bertunangan dan tinggal bersama tunangannya. Oh, tentu saja Minho mengajaknya tinggal bersama, tapi Euna menolak.

Ia akan mengurus dirinya sendiri.

Sejauh ini, Euna berhasil. Maka kali ini, di rumah sakit, ia juga akan mengurus dirinya sendiri.

Dokter sudah memperbolehkannya pulang. Ia tidak apa-apa hanya diingatkan untuk membawa inhaler kemana-mana.

"Eun, ada yang ingin bertemu."

Suara Sodam membuat Euna menoleh dan menemukan sosok lelaki berambut merah di sebelah kakak iparnya. Ah, si sepupu.

"Syukurlah, kamu baik-baik saja," ujar lelaki itu tersenyum lega. "Aku Im Youngmin dan sepupuku yang kamu tolong namanya Kim Donghyun."

"Choi Euna." Ia menyebutkan namanya dan tidak tahan untuk bertanya. "Sepupumu ...?"

Youngmin terlihat muram. "Dia belum sadar. Kamu mau melihatnya sebelum keluar rumah sakit?" tawarnya.

Entah mengapa, Euna mengangguk.

Youngmin membawanya ke ruang ICU. Mereka tidak bisa masuk, hanya melihat dari jendela pengunjung. Kim Donghyun terbaring di atas ranjang dengan berbagai alat bantu tersambung ke tubuhnya.

"Kondisinya sudah stabil. Hanya saja dia belum siuman," jelas Youngmin lagi. "Ah, aku belum berterima kasih padamu. Terima kasih banyak, Euna." Lelaki itu membungkuk.

Euna balas membungkuk pada Youngmin. Ia masih takjub melihat orang pertama yang ditolongnya berhasil selamat.

"Aku khawatir kalau-kalau Donghyun menderita penyakit turunan ayahnya, tapi dokter bilang dia baik-baik saja. Mereka juga tidak paham kenapa pemuda sehat seperti Donghyun bisa kena syok saat itu," jelas Youngmin lagi, lalu menoleh pada Euna. "Mungkin dia memang ditakdirkan untuk bertemu dan ditolong olehmu."

Jantung Euna seperti skip.

Takdir ...?

Ah, dia baru menyadari suatu hal yang kurang.

"Keluarganya ...?" Euna langsung menutup mulut, sadar bahwa ia sudah menanyakan hal yang sangat pribadi. Ia langsung menggeleng. "Tidak perlu dijawab, Sunbae."

Youngmin tersenyum maklum. "Oppa saja ..." dan ia sama sekali tidak membahas soal keluarga Donghyun.

🎸🎸🎸

"Lho, itu bukannya Kim Donghyun anak Sipil? Ngapain dia ke sini? Aaah, mau ketemu Euna lagi?"

"Nggak kapok apa dicuekin mulu sama Euna?"

"Mending sama gue, ya? Hahaha."

Euna sedikit menyesal sudah menolong Donghyun. Dunia perkuliahan tenang yang diharapkannya musnah sudah. Ke mana pun ia pergi, insiden maba tempo hari selalu diangkat. Belum lagi dengan kemunculan Kim Donghyun setiap hari selama satu bulan ini. Mengajaknya bicara dan pergi yang selalu tidak diacuhkannya. Euna baru menyadari ternyata lelaki itu cukup populer di kalangan Teknik dengan kemampuan bergitarnya. Apalagi didukung dengan—ehm—wajah tampan. Pantas saja banyak yang sirik pada Euna.

"Eun, please. Sekalii aja. Ya, ya, ya?" Donghyun memohon di hadapannya.

"Sekali aja, terus jangan muncul di hadapan gue lagi," kata Euna.

Donghyun terlihat tidak suka dengan tawaran Euna, namun tetap mengiyakan.

Akhirnya mereka pergi makan ke sebuah restoran dekat kampus. Sejak berangkat lelaki itu sudah mengoceh tentang betapa enaknya restoran itu, bahwa ia selalu pergi ke sana dengan ayah ibunya dan betapa ia senang bisa mengajak Euna ke sana.

Tapi, begitu menginjakkan kaki di sana, keceriaan Donghyun menguap.

"Kita makan di tempat lain aja, ya?"

Donghyun bicara pada Euna, tapi tatapannya mengarah pada sosok wanita yang sedang makan bersama seorang pria dan anak perempuan. Ah, Euna bisa berasumsi, maka dia menarik ujung lengan baju Donghyun dan keluar restoran itu.

"Silahkan dimakan," kata Euna setelah menghidangkan makanan di atas meja.

Donghyun yang sedari tadi mengamati flat Euna tersenyum lebar. "Waah, kamu bisa masak!"

Seorang Choi Euna membawa lelaki asing ke flatnya? Sungguh bukan karakternya sekali. Namun, ada sesuatu dari ekspresi Donghyun di restoran yang membuat sudut hati Euna terenyuh. Ia merasa senasib dengan lelaki ini.

"Tadi itu Eomma dan keluarganya. Ayah dan adik tiri aku," jelas Donghyun sambil mengambil lauk.

Lalu cerita itu mengalir begitu saja. Donghyun menceritakan segala hal tentang keluarganya tanpa sama sekali memaksa atau bertanya mengenai keluarga Euna. Gadis itu baru menyadari sesuatu bahwa mereka punya titik lemah yang sama: keluarga.

Tiba-tiba Euna menangis begitu saja. Katakanlah ia sedang PMS. Atau katakanlah ia mudah percaya pada Donghyun karena ikatan hutang budi di antara mereka. Euna akhirnya menceritakan juga masalah keluarganya. Donghyun hanya mendengarkan dengan menggenggam tangannya entah sejak kapan.

Diam-diam jantung Euna skip lagi.

"Kalau begitu, biarkan aku jadi teman sekaligus keluarga barumu, bagaimana?" tawar Donghyun. "What's better than having person with similar problem near you?"

Saat itu Euna hanya mengangguk.

Esok lusa, ia baru menyadari bahwa ucapan Donghyun hari itu telah membuka sekaligus menutup hatinya untuk perasaan yang lain.

-bersambung.-











An. Mau survei dong, ini yang baca rata2 pada usia berapa ya?
Hint: i'm drafting some chapter and a bit worry about some contents.
-Ki.



04:04Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang