tujuh

276 27 6
                                    

*Wine

Alexandra memakai tudung kepalanya,
"Selamat lo, setan. Kita bertemu lain kali." Ucapnya bengis sambil berlari menuju keluar dari gang.

Hah?Bukannya yg setan itu dia!

Seseorang yg berteriak tadi mencoba mengejarnya tapi gagal, ia berlari ke arahku.
"Lo nggak pa-pa?" Tanyanya,
Aku terkejut saat aku melihat orang itu,

"Zalfa," Ucapku sambil menatapnya.

"Untung gua ngikutin lo dari sekolah, tadi lo gua panggil kagak denger apa?" Zalfa memperhatikan pipiku yg tergores cutter tadi.

"Kenapa kamu ngikutin aku?" Aku mengangkat sebelah alisku.

"Perasaan gua nggak enak, hehe. Nggak tau kenapa pingin ngikutin lo. Btw, pipi lo kenapa?" Zalfa menyentuh pipiku yg masih mengeluarkan darah.

"Tadi digores pake cutter. Makasihh, untung ada kamu, kalau nggak, mungkin aku udah pindah alam." Zalfa terkekeh pelan.

"Kita ke rumah lo aja, itu di obatin dulu. Tadi siapa? Kok serem gitu sih." Aku melangkah diikuti oleh Zalfa.

"Lho, kamu nggak bawa kendaraan sendiri? Rumah aku agak jauh nih." Aku meliriknya ,
"Hm, tadi, ituu..." Apa aku kasih tau aja? Tapi gimana nanti kalau aku ketemu sama dia lagi?

"Biasanya dijemput supir, tapi tadi gua bilang mau kerumah temen dulu,ntar kasih aja alamat rumah lo, nggak pa-pa." Jawabnya,
"Tadi siapa sih?" Zalfa menatapku bingung.

"Nanti dirumah aku ceritain," Aku menghela napas lega karena Zalfa setuju dengan saranku.

-

Saat sampai di depan rumahku ,Zalfa mengerutkan dahinya,
"Rumah lo deket sama rumah Yola, itu.." Zalfa menunjuk rumah Yola yg tertutup rapat.

"Iya, hehe. Katanya keluarganya pada pindah ya? Terus Pemakaman Yola juga bukan di kota ini." Aku membuka pintu rumah,

"Iya, katanya sih gitu. Makaknya waktu Pemakamannya kita nggak bisa dateng." Zalfa melepas sepatunya,

"Ayo masuk," Aku melangkah memasuki rumah.

"Ortu lo mana?" Tanya Zalfa sambil memperhatikan sekeliling.

"Aku cuman tinggal sama ayahku, beliau lagi kerja, pulangnya malam. Duduk dulu di situ ya." Aku menunjuk sofa yg berada didepan televisi.

"Mau minum apa?" Tanyaku pada Zalfa.

"Terserah lo aja." Jawabnya sambil tersenyum memperlihatkan lesum pipinya. Aku baru sadar dia punya lesum pipi.

Aku kembali dengan dua jus jeruk dingin,
Zalfa mengambilnya dan meminumnya.
"Ternyata kamu orangnya ramahnya," Aku tersenyum.

"Mungkin karena gua penasaran aja sama cerita lo, hehe." Zalfa terkekeh.

"Yah jadi gitu," Aku memanyumkan bibirku, Zalfa hanya tertawa.

Zalfa memberi plester di pipiku yg tergores cutter.

"Jadi, lo ngegantung ucapan lo disekolah, dan tadi itu siapa?" Zalfa membenarkan posisi duduknya setelah memberikan plester dipipiku.

"Langsung ke intinya aja ya?" Aku menatapnya serius. Zalfa menatapku penasaran.

"Aku pernah melihat Alexandra sedang membunuh temanmu,"Aku melihat tatapan Zalfa terkejut, "Bukannya aku menuduhnya seperti itu, aku benar-benar melihatnya. Aku yakin!"

Ponsel Zalfa tiba-tiba saja berdering,
"Eh bentar dulu ya," Ia melihat ponselnya, "Alex nelpon." Ucap Zalfa terkejut, begitu juga aku.

"Halo" Terdengar suara Alexandra dari ponsel Zalfa yg di speker.

I'm (not) a Psychopath [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang