Beres UAS itu, ibarat gerbang menuju kebebasan. Setelah mendapat hasil UAS, pasti libur. Dan liburan itu harus digunakan dengan sebaik-baiknya, lebih bagus lagi jika digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.
Syifa merasa bahagia. Dia mendapat nilai Fisika yang lumayan. Secepatnya, Syifa akan menagih janji Ayahnya yang pernah bilang akan memodifikasi mobil ferarrinya. Syifa memang paling semangat, jika semua hal yang dilakukannya akan terbalas dengan sesuatu yang berhubungan dengan Ferarri. Apalagi, kesukaan Syifa adalah menyegarkan tampilan mobil Ferarrinya itu.
"Yess!!! Gue dapet nilai Fisika lebih dari 7. Lo dapet berapa, Al?" tanya Syifa ketika baru saja Bu Rina menyebutkan nilainya.
"Gue dapet 8, Fa."
Syifa hanya meng-oh-riakan saja. Setelah itu, mereka kembali memfokuskan pandangannya pada Bu Rina yang masih menyebutkan nilai-nilai UAS kemarin.
"Baiklah, nilai-nilai di kelas ini lumayan. Dan yang membuat saya heran adalah murid kesayangan saya. Kenapa dia bisa mendapat nilai 70? Pertanyaan itu dari saya memeriksa sudah memenuhi otak saya," ucap Bu Rina sambil melirik ke arah Syifa, karena pembicaraannya pun memang ditujukan kepada Syifa.
"Bukan 70 bu, tapi 70,1. Ibu jangan coba-coba ngubah nilai gue dong. Itu usaha gue sendiri loh," protes Syifa.
Bu Rina menghembuskan nafasnya pelan. "Hmmm ... ah, nilai 70,1 kan, bisa dianggap 7. Lagian, cuma beda dikit ini."
"Tapi gue hebat, kan, Bu?" tanya Syifa sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Kamu belajar sama siapa? Atau kamu nyontek ke Alya?" selidik Bu Rina.
"Enak aja! Gue belajar sama ustadz muda, Bu. Selebihnya, gue belajar sendiri. Dasar ya, Ibu, bisanya cuma thinking negative aja sama murid kesayangannya sendiri."
"Negative thingking, kali."
"Ya padahal mah, gimana gue atuh, Bu Rina cantik. Udah deh, Bu, Fisika mah Fisika aja, jangan ngajarin Bahasa Inggris segala."
Syifa memang seperti itu. Bu Rina pun, sampai lelah untuk sabar menghadapi Syifa. Perkataan Syifa yang tidak sopan, kadang membuat ia geram sendiri. "Padahal mah, gimana Ibu atuh, Asyifa ..."
"Ih, itu kata-katanya plagiat. Ada hak ciptanya loh, Bu."
Mendengar itu, semua murid yang berada di kelas tertawa terbahak-bahak mendengar percakapan antara guru dan murid yang saling menyayangi itu. Wkwk ...
"Terserah kamu aja, Ibu mah cape, kalo udah ngomong sama kamu teh," ucap Bu Rina sambil membereskan beberapa lembar kertas yang berantakan.
***
Setelah dibagi rapot, tentu saja libur selama 2 minggu. Namun, yang membuat Syifa malas adalah ketika Ayahnya justru menyuruh Azam untuk selalu datang ke rumah. Syifa sendiri sempat heran, kenapa Azam tidak pernah menolak jika disuruh datang untuk mengajar mengaji? Apa dia tidak memiliki rasa lelah, apalagi saat mengajar Asyifa.
"Saya mengajari Ukhti mengaji itu ikhlas lillahi ta'ala. Jika masalah cape itu pasti, tapi saya melakukan semuanya itu lillah, maka, tak terasa lah cape itu."
"Oh, gitu ya? Gue aja pas belum mulai ngaji sama sekali udah ngerasa cape."
"Niat Ukhti belajar ngaji karena apa dulu?" tanya Azam.
Syifa memutar bola matanya ke langit-langit rumah untuk berpikir. "Emm ... awalnya sih, karena gue takut Ferarri gue disita Ayah sama takut pacar gue marah. Ups, maksudnya mantan."
"Jika niatnya bukan karena Allah, bagaimana bisa Ukhti mendapat pahala atas usaha Ukhti selama belajar?"
Syifa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ck, lagian gue emang gak niat belajar ngaji. Ini juga terpaksa, ustadz muda ... plis deh, lo jangan banyak tanya. Kalo mau ngajar, ya udah ajarin, jangan bahas yang lain. Lo ke sini buat ngajarin gue baca Al-Quran, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dalam Hijrah #FJSTheWWG
Duchowe1#hijrahcinta "Ta-tapi, kenapa ka Azam memilih saya untuk dijadikan pendamping?" "Bukannya kakak tau, dulu sikapku pada kakak seperti apa?" lanjut Syifa. Azam terdiam sekejap. "Tapi itu dulu kan?" tanyanya singkat. "Dan masa laluku sangatlah buruk...