Kadang, masalah datang tanpa di undang. Setelah di selesaikan, datang lagi masalah baru. Banyak orang yang tak ingin menghadapinya dan justru malah mundur. Padahal, masalah datang untuk di hadapi. Namun, bagaimana jika masalah datang karena kesalahan orang lain?
Itulah ujian. Betapa ingin taunya Allah level keimanan seseorang.
"Syifa benci cewe itu, Umi," keluh Syifa sambil menangis sesenggukan dipelukan Uminya.
"Ssstt... Syifa gak boleh bilang gitu. Coba ingat-ingat, siapa yang ngelahirin Syifa?" Nisa menenangkan Syifa sambil menghapus air yang mengalir di pipi Syifa.
"Umi... Fiany punya kekuasaan yang tinggi di sekolah. Dia punya hak buat ngeluarin orang sekehendaknya. Dan Syifa di keluarin sama Fiany. Tadi ada surat dari kepala sekolah," kata Syifa dengan isakan tangisnya.
Nisa tersenyum. "Mungkin, ini cara Allah. Besok, kamu ke pesantren aja langsung. Sudahlah, lupakan masalah ini. Mending mencari ilmu aja," nasehatnya.
Isakan tangis Syifa terhenti. Ia memandang mata Sang Ibu tiri. Mata indah penuh harapan itu tidak pernah membohongi Syifa. Ah, Syifa sayang Umi... Syifa segera memeluk Nisa erat.
____________________________________
Hari ini adalah hari Minggu yang seharusnya menjadi hari istirahat bagi lelaki berkaca mata yang sedang sibuk di dapur itu. Dengan lincah ia mengiris bawang merah dan bawang putih. Di sampingnya terdengar suara penggorengan yang di dalamnya ada ikan.
"Zam, abis itu jangan lupa bikin sambel. Cabenya jangan terlalu banyak. Abis itu goreng tahu sama tempenya, jangan lupa cuci barang-barang yang kotor. Terus kalo udah, beresin rumah ya, teru-" ucapan Uminya terpotong.
"Terus apa lagi?" Tampaknya Azam mulai kesal.
Aisyah, Uminya menyengir kuda. Betapa cerewetnya ia menjadi seorang Ibu. Namun ia tetap memaklumi, karena itulah ciri khas seorang Ibu.
"Emang siapa yang mau dateng?" Azam penasaran dengan hal yang membuat Uminya sesibuk ini di dapur.
"Kalo kamu tau orangnya, pasti seneng."
"Emang siapa?"
"Ituloh, temen kamu waktu kecil."
Azam terdiam. Otaknya berputar saat mendengar kata, "temen kamu waktu kecil." Secercah harapan menerangi hatinya. Benarkah Fatimah akan kembali?
"Beneran? Mi?" tanya Azam ragu-ragu.
"Itu loh anaknya Almarhum Pak Arif. Yang namanya Syifa kalo gak salah."
Entahlah, cahaya di hatinya tiba-tiba pudar. Bukan Syifa yang ia harapkan, tapi Fatimah teman masa kecilnya dulu.
"Oh, itu mah bukan temen kecil Azam. Mi, Azam beresin ruang tamu ya." Azam pergi dengan segenggam kekesalan.
Tak lama setelah itu, tiba-tiba datanglah Nurul dari pintu belakang rumah. Ia menghampiri Aisyah. Nurul adalah salah satu santri di sana, dia memang dekat dengan Aisyah, jadi ia sering datang untuk sekedar membantu.
"Assalamualaikum, Ustadzah," ucapnya sambil mencium tangan Aisyah.
"Eh, Nurul, Waalaikumussalam."
"Ustadzah, katanya mau ada tamu, ya?" tanya Nurul.
Aisyah sibuk dengan penggorengan. "Iya nih, itu loh, Fatimah temen kecilnya Azam mau dateng. Tapi Ustadzah tuh bingung, kenapa si Fatimah jadi suka di panggil Syifa. Ustadzah juga baru ngeuh kalo Fatimah itu anaknya Almarhum Pak Arif, ya pastinya Syifa dong. Secara kan, beliau cuma punya anak perempuan satu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta dalam Hijrah #FJSTheWWG
Espiritual1#hijrahcinta "Ta-tapi, kenapa ka Azam memilih saya untuk dijadikan pendamping?" "Bukannya kakak tau, dulu sikapku pada kakak seperti apa?" lanjut Syifa. Azam terdiam sekejap. "Tapi itu dulu kan?" tanyanya singkat. "Dan masa laluku sangatlah buruk...