SMP Muhammadiyah

41 5 0
                                    

  Bu Laila kemudian mempersilahkan Hasya untuk duduk. Dengan menunjuk suatu tempat, "di sanalah tempat dudukmu, silahkan. Selamat datang di kelas kami." Diiringi dengan tepuk tangan para siswa kelas 7 Smp Muhammadiyah.
                    * * * * *
  Perlu diketahui, Kawan, bahwa SMP Muhammadiyah di Majenang ini bukanlah sekolah yang berstandar tinggi, dalam artian sekolah ini kebanyakan diperuntukkan kepada siapa saja yang mau belajar, namun ada kendala dalam masalah perbendaharaan. SMP Muhammadiyah adalah satu-satunya sekolah di Majenang. Genteng-genteng tua yang sudah banyak didiami oleh berbagai macam gulma, beronggok-onggok, tembok-tembok yang sudah banyak berguguran pula pudar catnya yang dulu indah. Sirna dihisap masa. Rumbia yang menjadi saksi atas perjuangan sekolah tua ini.

  Meskipun begitu, tak segelintir pun dapat mengalahkan tekad Pak Adi  untuk terus memberikan yang terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan pengajaran yang baik bagi anak-anak mereka. Dengan berbekal tekad dan kemauan serta ilmu yang dimiliki, Pak Adi pun menjadi kepala sekolah SMP Muhammadiyah periode ini. Meski setiap tahunnya terus berkurang murid-murid yang berminat untuk bersekolah di sini, dikarenakan di kota sana terdapat sarana pendidikan yang lebih baik walaupun harus mengeluarkan berbongkah-bongkah uang, tetap tak mengendurkan senoktah pun semangat Pak Adi.

  Sekolah ini memiliki masa-masa keemasan. Masa-masa di mana kepopuleran sekolah ini menjulang tinggi mencakar cakrawala. Dengan berbagai macam prestasi pernah ditoreh oleh SMP Muhammadiyah yang tersimpan kenangannya berbentuk piagam, medali dan piala. Semua itu tersimpan rapih di dalam lemari kantor guru. Jika melewati kantor ini sedangkan pintu terbuka, akan terlihat sebuah penampakan lemari tua yang mengandung kenangan manis di dalamnya. Berbagai macam coretan yang terlihat jelas walaupun dianggap kurang sedap dipandang mata, seperti kata "Piye, esih enak zamanku toh." Tulisan itu terpampang di pintu toilet guru. Entah siapa dulu yang pernah berbuat. Berjenis-jenis tumbuhan yang dulu konon menjadi percobaan praktek pelajaran IPA di sekolah itu, hanya tinggal kepingan mozaik dari potnya saja. Tumbuhannya telah lama mati meninggalkan rumah.

  Sekarang, sekolah ini terancam akan ditutup, jikalau masih terus seperti ini dengan kondisi yang banyak orang cakap sudah mulai tidak layak untuk dihinggapi. Itulah yang membuat Bu Ani, Bu Laila, Pak Adi, Pak Agus, Pak Syukran, sangat berharap hasil yang terbaik dari angkatan ini. Jangan sampai ini menjadi angkatan terakhir, kemudian sekolah ditutup dan malah dijadikan tempat makan besar, walaupun sekolahnya tidak besar. Kakak kelas pun sudah tak kuasa hati, akhirnya banyak yang berguguran pindah ke sekolah lain, dan atas keprihatinan ini, Pak Adi merekomendasikan mereka agar pindah ketika mereka naik kelas 8 dan 9. Dan itu pun terjadi. Mengikuti penyelenggaraan ajang bergengsi antar sekolah adalah salah satu cara mengangkat harkat sekolah ini, menuju peradaban yang lebih baik. Karena dulu pun seperti itu, mengangkat harkat dengan mengikuti penyelenggaraan ajang bergengsi, kemudian terlihat tampil baik dan memukau walaupun tidak menoreh kemenangan, kemungkinan akan sedikit dilirik orang lain.

  Pak Adi sangat berharap besar sekaligus berlatih untuk mencoba pasrah jikalau hal yang tidak inginkan, datang tiba-tiba mengagetkan batin. Pria melankolis ini amat menjadi panutan hidup oleh guru-guru yang lain.

* * * * *

   Hasya mengaku amat gembira karena dapat menginjakkan kedua kakinya di sekolah tua ini, dan diberi amanat yang luhur agar bisa menorehkan sejarah (kembali) dengan tinta emas. Karena ia ketika sebelumnya bersekolah di salah satu Smp terkenal dan bagus. Para guru -terutama Pak Adi-, teman-teman baru Hasya, menaruh harapan besar di pundaknya, menuju Smp Muhammadiyah yang lebih cemerlang lagi ke depannya.

Orang AsingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang