Vanessa mengenali tempat ini. Kamar nya yang dulu dia tempati. Vanessa merasa asing. Bukan karena kamar nya, akan tetapi karena lelaki yang beberapa menit lalu masuk ke dalam kamar nya dengan nampan berbawa makanan dan segelas jus alpukat yang terlihat sangat menggiurkan.
Keheningan masih berjalan seiring waktu. Lelaki yang berada di depan kasur milik Vanessa pun terlihat sangat tidak ingin berbicara dengannya, Vanessa mengetahui itu melalui gerak-gerik lelaki itu.
Vanessa menyerah, ruangan ini terasa semakin panas baginya. "Tentang dulu, Vanessa bisa jelasin." Ucap Vanessa memulai pembicaraan.
"Gue kesini bukan untuk dengerin omongan lo. Gue kesini karena di suruh mom. Mending lo makan tanpa banyak bicara. Gue ga boleh keluar kamar lo sebelum lo selesai makan."
Vanessa menggeram pelan. Orang didepannya ini adalah orang yang selalu menjauhi nya sejak umur Vanessa 10 tahun.
"Lo masih marah sama gue. Listen, waktu itu gue cuman mau----" Ucapan Vanessa terpotong akibat kursi yang baru saja didorong oleh kakak nya dengan tiba-tiba.
Christian Vino Avalan. Kakak tertua dalam keluarga nya. Sosok kakak yang dulu ceria dan selalu berusaha melindungi nya dalam hal apapun. Namun itu dulu, sebelum kejadian 'salah paham' 11 tahun lalu terjadi.
Vino yang tadinya duduk dikursi meja piano dalam kamar Vanessa, kini sekarang tengah berdiri dengan telunjuk yang diarahkan ke wajah Vanessa. "Gue ga butuh penjelasan lo. Lo itu bisa nya cuman menghancur kehidupan gue." Bentak Vino tak suka.
Mendengar kalimat terakhir Vino, raut wajah Vanessa yang dari awal menggambarkan rasa takut kini telah berubah dingin tanpa ekspresi.
"Bawa makanan nya keluar bareng dengan lo. Lo tau pintu keluar kamar gue dimana."
Vino tersenyum meremehkan. "Lo harus makan. Gue gamau mom marah sama gue ngeliat anak nya mati kelaparan." Balas nya sarkastik.
Vanessa turun dari kasur nya menuju kamar Mandi. "Gue mati bukan urusan lo!" Ujar Vanessa tak kalah sarkastik sembari menutup kencang kamar mandi nya.
Vino mengambil nampan diatas kasur adiknya dengan kasar. "Kalau lo gamau makan terserah lo. Mati kelaparan aja sana lo sekalian. Lo benar, gue ga perduli."
Vanessa terduduk diam dibalik pintu kamar mandi dengan tangan ditumpu kedua lututnya dan wajah yang ditenggelamkan diatas kedua tangannya.
Kenangan kelam miliknya 11 tahun lalu kembali menggentayangi kepalanya. Kenangan kelam salah paham dengan kakak tertuanya.
Vanessa menggeleng pelan berusaha tidak mengingat perjuangan diri nya menolong sahabatnya, sahabat yang Vanessa tidak pernah lihat sejak hari itu.
Vanessa mencoba berdiri dengan sisa tenaga miliknya dan melihat keadaannya di dalam kaca kamar mandi miliknya. "Mau sampai kapan kesalah-pahaman ini berlangsung?" Lirih Vanessa.
Vanessa membasuh kedua mukanya tidak semangat.
"Angel, lo gimana sekarang? Apa lo bahagia disana? Gue kangen lo, gue butuh lo."
*******
Vanessa membuang tatapan nya kearah lain ketika Vino mendapati dirinya melihat kearahnya sedari tadi dengan sadis. Vanessa rasanya ingin menangis sekarang juga, Dini yang mendiami dirinya sedari tadi begitu pula dengan Alan.
Percuma jika Vanessa harus mengajak obrol Alan dan Dini, kedua nya sama sekali tidak membalas satu ucapan yang keluar dari bibirnya.
Vanessa membanting sendok makan yang dipegang nya dan berjalan meninggalkan ruang makan. Tidak perduli tatapan tajam daddy nya melihat sikapnya barusan, Vanessa hanya ingin menghindari Alan, Dini, Vino serta Byron yang seperti nya masih kesal akan kepergiannya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pretty Little Nightmares
RandomKesalah-pahaman antara Vanessa dan kakak tertua nya mengharuskan Vanessa mengorbankan kebahagiaan miliknya. Kehadiran seorang asing pada keluarga Vanessa membuat satu demi satu masalah dan dendam terkuak. Demi menyelesaikan game yang terjadi akibat...