Richard happy, Richard frustrated. (8)

103 6 0
                                    

Hati Vanessa bergemuruh menatap tatapan tajam dari Richard yang ditujukan untuk nya.
Ini tidak pernah terjadi sebelumnya, dimana Richard sekarang tengah memberikan aura permusuhan layaknya seseorang yang baru saja kalah tender melawan sang musuh.

Bermacam-macam alibi sudah diberikan Vanessa sebagai jawaban dari pertanyaan Richard, namun Vanessa mengerti seberapa besar dirinya mencoba mencari alasan, Richard masih tetap akan tau jika Vanessa sedang berbohong.

Vanessa menggantung kedua tangan nya diudara menyerah akan situasi. "Fine. Tadi memang ada yang coba melukai gue, puas?" katanya membenarkan hipotesis Richard semenjak dari awal pembicaraan dimulai.

Pengakuan yang baru saja di dengar membuat Richard mengulum senyum dengan lebar. "Kenapa gak bilang dari awal aja sih? Kan ga perlu debat jadinya." ejek Richard berharap wanita didepannya ini lebih berusaha keras untuk mencoba terbuka pada Richard di lain waktu.

Vanessa turun dari kasur nya berjalan keluar kamar menuju dapur yang berada dilantai bawah tidak memperdulikan teriakan membahana Richard dari dalam kamar. "Gue cuman mau kedapur. Gue masih bisa jalan."

Hentakan kaki keras kekanakan Richard terdengar menyusul Vanessa dengan cepat. "Lo tuh baru dijahit luka nya. Tau gini ga gue kasih lo langsung keluar rumah sakit tadi." omelnya menyesal.

Vanessa terperanjat melihat sosok Vino yang sedang duduk di bar dapur dengan meneguk kaleng soda. Otot wajah nya berubah kaku, tubuh nya mendingin, matanya yang sedari tadi tidak berkedip sama sekali akhir nya berkedip saat merasakan tangan di bahu nya. "Apa apa?" tanya Richard yang baru saja tiba di samping Vanessa.

Sosok itu menghilang dari penglihatannya dalam sekejap. Sekelebat kenangan buruk menghampiri pemikiran nya. "Hanya imajenasi." lirih Vanessa pelan.

Ucapan ambigu Vanessa meninggalkan Richard bertanya-tanya. "Apa?"

Vanessa menggeleng pelan dengan mata terpejam. "Kau mengikutiku?" tanya balik Vanessa kembali berjalan menuju kulkas dan mengambil satu botol kecil banana milk kesukaannya.

"Gue gamau lo repotin gue kalau lo pingsan tiba-tiba pas ga ada gue. Bisa dapat pukulan gue sama Jake." balas Richard dramatis.

Kembali kedalam kamar, Vanessa duduk diatas kursi piano khusus miliknya sementara Richard berbaring dikasur.

"Mata abu-abu." ucap Vanessa memecahkan suasana.

Richard menyampingkan kepalanya menghadap Vanessa. "Hm?" gumam Richard tak mengerti.

Menatap tuts piano dengan sendu, Vanessa berucap, "Warna mata laki-laki yang melukai gue tadi berwarna abu-abu." jelas nya memberikan sedikit detail.

Suara decitan kasur terdengar bersamaan Richard yang sekarang sedang berjalan kearahnya. "Kaya mata gue dong." balas Richard sembari mencondongkan kedua badannya pada Vanessa.

Posisi yang sangat mendebarkan perasaan Vanessa. Vanessa tidak pernah sedekat ini dengan lelaki, Vanessa bahkan bisa merasakan nafas Richard dipermukaan kulit wajah nya. "Hm, mata yang cantik." ucap Vanessa yang keluar begitu saja.

Tatapan Richard yang sebelumnya datar berubah menjadi sendu. Kedua nya kini tengah bertatapan dengan dekat. Yang satu menatap dengan resah namun nyaman, sedang kan yang satu lagi menatap dengan tatapan harapan.

Vanessa memutuskan tatapan mereka dan berjalan kekasur dan duduk tepat di bagian Richard berbaring sebelumnya. "Gue gagal tunangan." ucap Richard tiba-tiba.

Pretty Little NightmaresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang