TWO...

20.9K 951 6
                                    

LANA…
(Pic dari Lana ada di media)

            Aku sedang berjalan gontai di koridor jalanan. Aku sedang memikirkan uang. Aku hanya seorang penjaga toko buku dan aku rasa, penghasilanku tidak cukup untuk memenuhi kebutuhanku. Kebutuhanku begitu besar. Yaaa.. kau tak akan mengerti kenapa. Aku menjilat bibir bawahku dan mendesah. Hidup sendirian di kota memang sulit. Apalagi jika kau hanya lulusan SMA seperti aku dan tidak punya keluarga. Yaa, aku yatim piatu. Aku dulunya tinggal disebuah panti asuhan. Mereka menyayangiku, tentu saja. Namun dengan keadaanku, aku harus sadar diri. Aku tak ingin merepotkan mereka. Maka aku pamit dari sana dan berusaha hidup mandiri. Dan aku baru merasakan betapa susahnya hidup sendiri. Aku melihat dua orang remaja sedang asyik tertawa dengan smartphone ditangan mereka masing-masing. Mereka melewati aku. Aku iri dengan mereka. Diusia mereka yang masih remaja mereka sudah bisa mengenggam ponsel semacam itu. aku yang berumur dua puluh dua saja tak bisa membelinya. Aku hanya punya ponsel yang sangat amat biasa. Bahkan di zaman ini sudah sulit untuk menemukan orang yang menggunakan ponsel yang sama denganku. Yaa, ada hal yang penting dari sebuah smartphone untukku. Aku memperhatikan bangunan kiri dan kanan. Kali saja, ada yang membutuhkan lowongan, namun beberapa ratus meter sudah aku berjalan aku tak menemukan satupun tanda lowongan kerja. Lantas dimana lagi aku mencarinya?

            Aku berada di ujung jalan dan hendak menyeberang. Tanpa memandang kiri dan kanan, kakiku terus melangkah. Namun aku terkejut ketika sebuah mobil mengarah ke arahku dan aku bahkan memekik sekuat tenaga. Aku tahu itu tak akan menolongku jika aku tak berusaha menghindar namun hanya itu yang bisa kulakukan. Kakiku terasa seperti batu yang sulit di gerakkan. Pengemudi di dalam mobil segera membanting setir ke arah kanan, arah yang berlawanan denganku. Aku selamat dari maut, oh Tuhan. Namun belum sempat aku bersyukur lebih banyak ke Tuhan, aku mendengar bunyi decitan mobil yang keras. Aku menoleh dan melihat pengemudi itu berusaha mengerem untuk menghindari sebuah pohon dan aku kembali histeris. Dan mobil itupun menabrak pohon dan aku tak sanggup melihatnya. Beberapa orang segera menghampirinya dan segera menyuruh si pengemudi untuk keluar. Aku dengan genetar segera mendekatinya juga. Aku mendekati jendela dan kulihat ia sedang memegang keningnya yang berdarah. Oh Tuhan, apa yang harus kulakukan?

            “Ooohh, Mister. Apakah kau baik-baik saja?” tanyaku panik.

            Ia berusaha untuk menoleh ke arahku namun belum sempat kami bertemu pandang, ia tak sadarkan diri. Membuatku semakin panik dan meminta tolong siapa saja untuk segera menelepon ambulance dan mengeluarkan ia segera dari mobil. Untunglah banyak yang segera membantu dan tak lama kemudian, ia berhasil di keluarkan dari mobil dan ambulance segera datang. Aku segera mengikutinya di dalam ambulance namun sebelumnya aku menelepon layanan mobil derek untuk membawa mobil pria ini ke bengkel. Kuharap kerusakannya tak parah sehingga aku tak harus banyak mengeluarkan uang ganti rugi. Oh Tuhan..

***

FABLO….

            Aku membuka mataku dan yang kulihat hanya putih. Apakah aku sudah mati? Tuhan, apakah ini surga? Oh tidak. Aku belum ingin mati. Aku belum punya pacar dan bahkan belum menikah. Ini tak adil. Kenapa aku harus disini sekarang? Aku belum ingin pergi dari bumi.

            “Aaah, thanks God. Akhirnya kau sadar juga.”

            Suara perempuan terdengar dari arah samping. Aku berusaha menolehnya namun pandanganku masih belum fokus. Aku hanya melihat seorang gadis dengan kulit putih pucat dengan rambut pirang ikal. Apakah dia malaikatku yang akan menjagaku disini? Baiklah, ia tak begitu buruk. Tampaknya dia malaikat yang cantik.

            “phaaa…uusshh..”

            Aku haus. Aku benar-benar merasa tenggorokanku sangat kering. Seperti di isi pasir. Dia tampak mengernyit. Sepertinya kata-kataku terdengar tidak jelas ditelinganya namun aku segera memberinya kode dengan mengepalkan tanganku dan mendekatkannya ke bibir seolah-olah aku memegang gelas dan minum. Ia masih mengernyit namun tak lama ia mengerti, ia segera mengambil air putih di dekat meja tempatku berbaring dan segera membantuku duduk. Kepalaku masih terasa sakit dan dipukul dengan palu. Aku meringis dan memegangi kepalaku. Aku mengernyit ketika mengetahui ada perban di kepalaku.

REMEMBER ME... ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang