LANA…
Sudah seminggu sejak insiden Fablo mengungkapkan hal itu padaku dan aku belum mengatakan apapun padanya. Namun ia tak pernah membahasnya. Aku tahu ia tak ingin memaksaku. Namun aku juga bingung dengan perasaanku. Apa yang harus aku katakan padanya? Ya Tuhan, aku juga bingung dengan perasaanku. Aku akui, saat ia mengatakan hal itu padaku, kupu-kupu didalam dadaku beterbangan dan aku sangat tersanjung. Aku tak menyangka Fablo mengatakan hal itu padaku? Apa yang ia lihat dariku? Bukankah aku terlihat aneh, bahkan aku mengakibatkan ia kecelakaan. Terlebih ia belum tahu semuanya tentang diriku. Aku mengacak rambutku kesal. Saat ini masih pagi dan aku berniat dengan Allbooks. Seminggu ini aku tak fokus dengan pekerjaanku hanya karena Fablo. Ahh!
Aku segera keluar dari kamar dan kulihat Fablo sedang minum teh sambil memainkan Ipadnya dengan serius. Aku membetulkan letak tas selempang vintage kusamku di pundak dan aku tak berniat untuk menyapanya. Menyapanya hanya akan membuatku merasa bersalah dengannya.
“Morning, Lana Eleanor, kau mau berangkat ke Allbooks?”
Aku hanya mengangguk dengan gugup.”Yaa, aku akan kesana?”
Ia terlihat beranjak dari sofa dan berdiri ketika aku berhenti didepannya.
“Bolehkah aku mengantarmu?”
Aku mengernyit. Mengantarku? Aku akan satu mobil dengannya? Tuhan, itu bukan ide baik.
“Sejujurnya, Fablo, aku tak butuh tumpangan. Tapi terima kasih untuk tawarannya.”
Aku segera melangkahkan kaki keluar namun ternyata langkah kaki lain dibelakang mengikutiku dan tak lama ia sudah didepanku dan menghalangiku di pintu utama.
Aku berkacak pinggang dan Fablo menyeringai. Senyumnya sangat manis, aku akui. Namun aku tak ingin peduli dengannya saat ini. Aku hanya ingin kerja dan aku tak tahan untuk berhadapan terus dengannya. Bukannya aku marah, oh, tidak sama sekali. Aku hanya merasa tidak enak dengannya karena aku menggantungkan ucapannya dengan tidak memberinya jawaban yang pasti. Entahlah, aku juga tak tahu apa yang pasti harus ku ucapkan padanya.
“Kau tahu, belum pernah ada perempuan yang menolak tumpangan Fablo Richard O’Connor.”
“Then I’m the first.”
Fablo menggeleng-gelengkan kepalanya. Membuatku harus tetap fokus untuk tidak memperhatikan wajahnya yang tampak segar setelah mandi.
“Kau tunggulah, aku akan mengantarmu. Bukankah kau akan menghemat untuk naik bus, huh?”
Aku berpikir sejenak. Baiklah, kata-katanya masuk akal. Aku memang perlu menabung karena uangku menipis dan aku perlu uang yang banyak.
Akhirnya, aku mengangguk dan Fablo tersenyum. Ia segera kembali ke kamar untuk mengambil kunci mobil dan segera kembali beberapa saat untuk mengeluarkan mobil Range Rover nya. Ia membuka kaca mobil dan terlihat ia mengenakan kacamata Armani nya dengan sangat elegan dan aku bahkan menahan napas saat melihatnya. Tuhan, kenapa ia begitu tampan?
“Kau tidak akan diam disitu hanya untuk memperhatikan aku, bukan?”
Sial! Aku ketahuan sedang memperhatikannya. Aku hanya menunduk dan segera menuju mobil dengan salah tingkah lalu masuk kemobilnya dan mengenakan sabuk pengaman. Tak lama mobilpun melaju tanpa aku berniat untuk memandangnya.
###
FABLO…
Lana belum memberikan jawaban atau klu berarti untukku. Tak apa. Aku tak akan memaksanya. Ia hanya butuh waktu. Aku berniat untuk mengantarnya ke Allbooks bukan karena untuk menguatkan alasan ia agar mengiyakan pernyataanku. Namun karena aku tahu gajinya tidak besar di Allbooks apalagi jika harus dipotong dengan karcis bus. Alibi, memang. Namun itulah kenyataannya. Aku tak ingin menganggapnya sebagai tukang bersih-bersih lagi dirumahku meskipun aku belum bilang secara gamblang untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REMEMBER ME... ✓
RomanceKepindahan Fablo ke Swiss untuk mengembangkan usahanya membuatnya harus meninggalkan New Zealand, negara tercintanya. Ia merasa bosan disana apalagi ketika ia hampir saja menabrak seorang gadis yang setelah diketahui bernama Lana Eleanor. Fablo set...