Kemarin pagi, saya tergelitik pas lihat newsfeed di Wattpad dan lihat komentar salah seorang teman di sebuah cerita yang memiliki jutaan pembaca dan votes di Wattpad. Selama ini, kami cuma saling olok alias joking around karena dari cerita tersebut, dia sering nemu kata-kata yang menurutnya ajaib. Nggak jarang, saya pun ikut-ikutan ngerasa geli dan geleng-geleng kepala sendiri karenanya. Kemarin pun nggak beda, teman saya ini menggarisbawahi kata ‘memeram’. Saya cek di KBBI, arti kata memeram adalah sebagai berikut:1. menyimpan buah-buahan (dengan membungkusnya dan sebagainya) supaya lekas masak.
2. menyimpan (rahasia, perasaan, dan sebagainya); menyembunyikan
3. menyuruh tinggal di rumah saja: menyekap; memingit
4. mendekut (tentang burung merpati)
Sedangkan maksud kata ‘memeram’ pada kalimat di cerita yang dia baca, sebenernya adalah merem alias memejamkan mata. Entah dari mana, sang penulis menyamakan arti ‘memejamkan mata’ dengan 4 arti kata ‘memeram’ yang sebenernya. It perplexes me, to be honest.
Saya kemudian iseng ngecek satu cerita dari penulis yang sama, kali ini genrenya teen fiction dan baru baca beberapa paragraf, kepala saya langsung pusing. Ini bukan gejala manja atau alergi, bukan. Cuma, saya nggak liat apa yang spesial dari beberapa paragraf itu karena baca sinopsisnya pun, saya udah bisa nebak ke mana jalan ceritanya. Tipikal kisah remaja yang selalu dipertontonkan di film atau serial televisi Amerika, apalagi sang penulis sepertinya selalu menggunakan Amerika sebagai latar belakang. Apakah dia merujuk pada film/serial televisi yang ditontonnya atau melakukan riset, saya kurang tahu.
Siapa pun juga tahu (err, maybe not everyone, but most people, anyway) kalau selera adalah hal yang sangat subjektif. Dan buat penulis, selera adalah sesuatu yang nggak bisa kita kontrol. Kecuali, kalau alasan yang bikin kita menulis adalah keinginan menjadi terkenal/populer. Jika itu alasannya, maka akan ada tendensi tulisan kita tidak akan jauh dari apa yang sedang hit, apa yang lagi current, dan dalam dunia Wattpad, yang lagi in adalah tentang CEO dan bad boy. Mind you, saya nggak pernah keberatan dengan cerita seperti itu, lagipula, udah banyak banget cerita dengan karakter kayak gitu bahkan sebelum Wattpad booming. Cuma, yang sepertinya dilupakan, CEO itu posisi paling tinggi di sebuah perusahaan (koreksi saya kalau misalnya salah) dan dengan posisi seperti itu, tanggung jawabnya juga pasti besar, harus pinter, harus punya kreativitas yang mumpuni, pekerja keras, dan dia nggak akan mungkin jadi CEO tanpa sifat kepemimpinan yang baik. Dan nggak semua CEO bertampan bak foto model (okay, I think I’m going to blame Fifty Shades for starting the trend, hahaha) bahkan mungkin persentasenya cuma sedikit. Tapi kebanyakan orang berpikir, fiksi adalah sesuatu yang nggak nyata, jadi sah-sah aja. Apakah salah definisi itu? Nope. Sama sekali nggak salah. Saya juga nggak akan berargumen tentang itu. Kalaupun one day ada kisah CEO/bad boy yang menarik hati saya, pastilah cerita itu punya nilai jual yang berbeda. Berbeda dalam pandangan subjektif saya adalah realistis. CEO digambarkan sebagai orang super sibuk, terobsesi dengan pekerjaannya, mungkin latar belakang kehidupannya yang membuatnya jadi apatis, anything that makes him (or HER! Kenapa sih nggak ada yang bikin CEO wanita? Memangnya CEO cowok semua? Puhlease) human being. Atau justru versi komedi CEO, kayak My Stupid Boss gitu. Nggak CEO juga sih, cuma jatuhnya jadi lucu luar biasa. Please, bikin dong CEO komedi kalau ada yang bisa. Lagipula, psikologi manusia itu sesuatu yang kompleks. Nggak mungkin kan orang yang satu dengan yang lain punya kisah yang mirip 100%? Persamaan mungkin ada, tapi kalau sama persis, I don’t think so. Nah, cerita CEO dan bad boy di Wattpad ini, rata-rata punya sejarah hidup yang mirip-mirip. Emangnya janjian ya bikin ceritanya?
Anyway, balik lagi perkara selera sih, sesuatu yang bisa jadi bahan diskusi, tapi saya takutnya nggak akan ada titik temu, karena itu tadi, selera adalah hal yang sangat subjektif. Seperti orang cakep atau cantik, sifatnya sangat subjektif. Cuma, saya kadang nanya ke diri sendiri, sebenernya kalau ada yang perlu dikasihani, itu yang nulis atau yang baca? Dua-duanya menurut saya punya porsi tanggung jawab masing-masing. Yang nulis, kalau misalnya nulisnya asal (asal ganteng, asal kaya, tanpa dilandasi riset yang mumpuni) maka ada kemungkinan dia ngasih info yang menyesatkan bagi pembaca (jadi ingat dulu pernah denger cerita mengenai kapal yang muat 1 juta orang dan juga cerita tentang pergi ke Jerman dari Batam naik yacht tanpa paspor dan sampai dengan selamat di Jerman tanpa ditangkap otoritas kelautan) Buat saya, itu menyesatkan pembaca sih. Mereka akan beranggapan pergi ke luar negeri semudah itu. FYI, pergi ke Eropa itu ribet, seenggaknya buat orang biasa. Jangankan orang biasa, Perdana Menteri dan Diplomat aja masih butuh paspor kok. Ngurus visa juga nggak bisa sejam jadi. Pengalaman saya pas mau ke Italia dulu, dua minggu. Kalaupun sekarang lebih cepet, nggak mungkin satu jam jadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOLASE
RandomKolase merupakan kumpulan opini-opini akan berbagai isu yang menurut saya, Abiyasha, menarik untuk dibahas. Opini, tentu saja bersifat subjektif, dan Kolase pun tidak akan jauh berbeda. Isu-isu yang dibahas di Kolase tidak akan terbatas pada LGBTQ s...