Another post in KOLASE. YAY!!
Sebenernya, saya nunggu banget buat ngunggah ini di Wattpad pas tanggal 19 Oktober. Ada apakah dengan tanggal 19 Oktober?
Pada tanggal yang sama tahun 2010, seorang remaja Kanada bernama Brittany McMillan memulai sebuah gerakan yang akhirnya disebut sebagai "Spirit Day". Alasan dia bikin gerakan ini adalah adanya kejadian yang terjadi bulan sebelumnya, yaitu kasus bunuh diri beberapa remaja akibat bullying. Namun, yang jadi 'titik balik' adalah kasus bunuh diri Tyler Clementi, remaja 18 tahun yang memutuskan buat terjun dari George Washington Bridge, New Jersey setelah teman sekamarnya diam-diam ngerekam dia ciuman dengan seorang cowok dan menyebarkannya di internet. Gosh ... saya masih mewek tiap kali baca artikel tentang dia. Tyler Clementi ini juga semacam jadi inspirasi bagi David Levithan (my literary hero) untuk menulis Two Boys Kissing (one of my favorite books) Pada bulan September di tahun yang sama, Dan Savage memulai sebuah project yang dinamai It Gets Better. Tujuan project ini sendiri supaya mengurangi jumlah remaja LGBTQ yang bunuh diri akibat bullying. Bullying IS a serious problem.
Balik lagi ke Spirit Day.
Gerakan ini diperingati setiap tanggal 19 Oktober dengan memakai atribut berwarna ungu. Mulai tahun lalu, saya ikut serta dalam gerakan ini meski cuma mengunggah foto di sosial media menggunakan kaus ungu sembari menulis #SpiritDay di secarik kertas. Kenapa warna ungu? Bagi yang nggak akrab dengan rainbow flag (simbol LGBTQ) ada warna ungu di sana. Jadi urutan warna rainbow flag adalah: merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Setiap warna punya makna sendiri-sendiri:
* red – life
* orange – healing
* yellow – sunlight
* green – nature
* blue – art
* purple – spirit
Spirit Day menggunakan warna ungu karena mengambil dari satu warna dari rainbow flag. Rainbow flag sendiri diciptakan oleh Gilbert Baker pada tahun 1978. Sejarahnya lumayan panjang dan saya nggak akan highlight itu dalam post kali ini.
Udah tahu kan kenapa simbol Spirit Day warnanya ungu?
Saya nggak punya data pastinya tentang jumlah bullying atau kasus bunuh diri akibat bullying, terutama di Indonesia. Di Amerika Serikat sendiri, angka bunuh diri akibat bullying ini cukup besar. Korbannya sebagian besar adalah remaja, terutama mereka yang merupakan kaum minoritas (LGBTQ) Saya tahu, masa remaja itu sangat rentan karena secara emosi mereka belum matang, apalagi pencarian jati diri yang lagi gencar-gencarnya. Bisa dipahami kenapa korbannya lebih banyak dari komunitas LGBTQ karena selain harus berurusan dengan menjadi remaja, mereka juga harus menghadapi internal struggle tentang seksualitas. Bayangkan jika ditambah dengan bullying yang harus mereka dapatkan (baik secara langsung maupun cyber bullying yang nggak kalah hebatnya) Can you imagine living like that every single day?
Gerakan anti bullying memang gencar banget karena salah satu akar masalahnya ada di sana. Saya nggak menganggap kaum mayoritas nggak menghadapi bullying juga, I believe they do. Biasanya soal penampilan. Our media has brainwashed us with the standard of beauty. It makes us insecure with ourselves. Kalau misalnya kasus bullying ini terjadi pada orang dewasa, efeknya mungkin nggak akan sehebat kalau hal yang sama terjadi pada remaja. It still has that emotional impact, but adult should know the way to handle this emotionally. Cuma, dari yang saya baca, kasus bullying memang lebih banyak menimpa kaum minoritas, terutama kaum LGBTQ. Menurut saya sih karena pandangan masyarakat yang masih belum sepenuhnya paham betul tentang LGBTQ, hingga susah bagi mereka untuk memahami LGBTQ dengan pikiran terbuka. Meski kondisi sekarang mungkin lebih baik, penolakan terhadap remaja LGBTQ masih sering terjadi. And teenagers are longing to be accepted.
Di Indonesia sendiri, budaya bullying ini sepertinya masih belum menjadi perhatian utama sekolah-sekolah di Indonesia (koreksi saya kalau salah) Ini cuma pendapat saya aja ya, tapi penyebabnya mungkin nggak banyak kasus bunuh diri remaja akibat bullying. LGBTQ sendiri masih dianggap tabu, penyakit mental, dan hal-hal buruk lainnya, hingga pilihan untuk menyembunyikan seksualitas mereka punya andil kenapa hampir nggak ada berita bunuh diri karena korban adalah LGBTQ. Cuma, saya yakin, bullying pasti masih ada di sekolah-sekolah, terutama mungkin siswa/siswi yang dianggap nggak normal, dalam artian mungkin dia cowok tapi sikapnya feminin, atau yang berhubungan dengan fisik, atau soal materi. Saya nggak tahu gaulnya anak-anak sekolah sekarang, jadi mungkin ada hal-hal lain yang bisa dijadikan bahan bully-an. Apalagi dengan eksposure sosial media saat ini, saya percaya makin banyak hal yang bisa memicu bullying.
Saya sendiri (dan saya yakin banyak dari pembaca) pernah mengalami bullying, meski nggak sampai kena pukul atau apa. Just some school friends calling me names because I hung around more with girls than boys and liking boys bands rather than football or sport. Bahkan, pas saya kerja pun, I got bullying from colleagues, because they thought my voice sounds like a girl. It was hurtful, of course. Nggak ada bullying yang nggak nyakitin. It makes you insecure about yourself. Setelah saya makin menerima diri sendiri (my homosexuality) bullying itu jadi semakin kerasa, meski lagi-lagi, saya nggak pernah kena secara langsung. Tapi, tiap kali ada komentar tentang LGBTQ yang merendahkan atau nganggep kaum kami ini kayak penyakit yang harus dibasmi, I feel the same pain. Saya ngerasa jadi bagian dari komunitas LGBTQ yang terus-terusan ngedapetin komenmtar negatif meski dalam kehidupan nyata, saya belum pernah di-bully secara langsung karena seksualitas saya. But, the pain is mine as well.
Buat kalian yang ngerasa bahwa bullying needs to stop, please support #SpiritDay dengan memakai atribut berwarna ungu dan mengunggahnya di sosial media. Ini mungkin sesuatu yang sederhana, tapi saya percaya, banyak di luar sana yang akan ngerasa terbantu dengan tindakan kita ini. It makes them less alone. Bikin mereka yang jadi korban bullying ngerasa nggak sendirian. Meski awalnya #SpiritDay ditujukan bagi komunitas LGBTQ, terutama anak-anak muda, tapi saya yakin, bullying happens to teenagers, regardless their gender or sexuality. Dan saya juga percaya, gerakan #antibullying ini nggak harus dirayakan setahun sekali, tapi it needs to be addressed as often as possible because bullying happens every day.
Let's stop bullying because bullying is not cool at all.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOLASE
RandomKolase merupakan kumpulan opini-opini akan berbagai isu yang menurut saya, Abiyasha, menarik untuk dibahas. Opini, tentu saja bersifat subjektif, dan Kolase pun tidak akan jauh berbeda. Isu-isu yang dibahas di Kolase tidak akan terbatas pada LGBTQ s...