#02 : Accident

11K 753 139
                                    

Tubuhku gemetaran bukan main, sekujur tubuhku melemas seketika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tubuhku gemetaran bukan main, sekujur tubuhku melemas seketika. Aku tidak tau harus bagaimana lagi, Axel sudah tau keberadaan anak-anakku. Tidak. Seharusnya ini tidak terjadi.

"Nath?" Axel meminta jawaban dariku, namun aku hanya bisa terpaku memandangnya.

Setetes air mata jatuh dari pelupuk mataku. Tidak. Aku belum siap. Aku belum siap menerima kenyataan, kalau nanti Axel akan menjauhkan aku dari anak-anakku.

"Nath, beri aku jawaban." Kuturunkan Althan dari gendonganku, lalu ke hapus air mata yang membasahi pipiku ini.

"Al dan El masuk dulu ya? Mopa mau bicara sama om ini." pintaku pada mereka. Lantas merekapun menuruti ucapanku dan pergi masuk kedalam. Kututup pintu kamar ini, dan kutarik napas dalam-dalam. Tidak. Aku tidak boleh terus-terusan menangis, aku harus berubah. Aku tak boleh lemah di hadapan Axel, aku harus menjadi seseorang yang lebih kuat lagi. Tujuh tahun sudah berlalu dan aku harus berubah.

"Pergilah." ujarku padanya.

"Beri aku penj---"

"Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, Axel. Kau dan aku sama-sama tau apa yang terjadi sore itu." tungkasku memotong ucapannya.

Axel mengernyit, "Tentu saja ada, Nath. Apa yang bisa kucerna dari perkataanmu sore tadi? Apa Nath?" Expresi Axel berubah menjadi serius, "apa maksud kamu dengan mengatakan aku adalah ayah yang buruk. Maksud kamu dengan aku adalah ayah yang menginginkan bayiku mati, dan k-kandunganmu? Maksud kamu apa, Nath?"

Aku menekuk wajahku. Apa-apaan dia, bukannya dia ingat dengan jelas apa yang ia katakan sore itu? Bukankah harusnya ia ingat dengan ucapannya yang menyatakan bahwa ia tidak ingin janinku? Lebih-lebih lagi, ia mengatakan bahwa ia tidak ingin menikah dengan seorang pria, yang walaupun notabeku pada saat itu adalah tunangannya.

Cih, memuakkan sekali aktingnya itu.

"Berhentilah berpura-pura," sarkasku, "apa perlu aku yang mengingatkan padamu apa yang kau katakan sore itu?"

Axel menautkan alisnya, "Sore itu?"

"Ya sore itu. Tujuh tahun lalu, saat dimana kau tidak percaya kalau aku sedang mengandung anakmu! Saat dimana kau mengatakan agar aku membunuh mereka! Sungguh? Apa kau benar-benar lupa akan hal itu?" Aku sudah benar-benar muak sekarang. Sungguh. Maksudku, mau sampai kapan lagi Axel akan berpura-pura?

"Tujuh tahun lalu?" Axel mengernyit bingung. "T-tapi bagaimana mungkin? Bahkan aku tidak mengenalmu sampai aku tau kalau kamu adalah sekretarisku."

Aku menautkan alisku. Apa-apaan dia. Tidak ingat katanya? Ck, yang benar saja.

Wajah Axel berubah seperti mencari sesuatu dipikirannya, sembari bergumam tak jelas, "Tujuh tahun lalu----Bella bilang ia adalah tunanganku yang bahkan aku tak mengingatnya----Aku terbaring di rumah sakit, dan---"

Dia mengacak rambutnya kasar, "Arghh, aku tak bisa mengingat apapun." erangnya.

Kuhela nafasku, "Pergilah. Urusanmu sudah selesai, Axel. Aku sudah mengatakan apa yang ingin kau ketahui." ucapku, "mulai sekarang, jangan ganggu kehidupanku lagi."

My Beautiful FianceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang